RSS

KEUTAMAAN PUASA


Keutamaan Yang Puasa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam hadits yang shahih bahwa puasa adalah benteng dari syahwat, perisai dari neraka. Allah Tabaraka wa Ta'ala telah mengkhususkan satu pintu surga untuk orang yang puasa. Puasa bisa memutuskan jiwa dari syahwatnya, menahannya dari kebiasaan-kebiasaan yang jelek, hingga jadilah jiwa yang tenang. Inilah pahala yang besar, keutamaan yang agung ; dijelaskan secara rinci dalam hadits-hadits shahih berikut ini, dijelaskan dengan penjelasan yang sempurna tentang fadhilah-fadhilah puasa :
1)   Pengampunan Dosa
Allah dan Rasul-Nya memberikan targhib (spirit) untuk melakukan puasa Ramadhan dengan menjelaskan keutamaan serta tingginya kedudukan puasa, dan kalau seandainya orang yang puasa mempunyai dosa seperti buih di lautan niscaya akan diampuni dengan sebab ibadah yang baik dan diberkahi ini.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, (bahwasanya) beliau bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab (mengharap wajah Allah) maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". [Hadits Riwayat Bukhari 4/99, Muslim 759)

2)   Dikabulkannya Do'a dan Pembebasan Api Neraka
Rasullullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam dalam bulan Ramadhan, dan semua orang muslim yang berdo'a akan dikabulkan do'anya" [Hadits Riwayat Bazzar 3142, Ahmad 2/254 dari jalan A'mas, dari Abu Shalih dari Jabir, diriwayatkan oleh Ibnu Majah 1643 darinya secara ringkas dari jalan yang lain, haditsnya shahih. Do'a yang dikabulkan itu ketika berbuka, sebagaimana akan datang penjelasannya, lihat Misbahuh Azzujajah no. 60 karya Al-Bushri]

3)   Orang yang Puasa Termasuk Shidiqin dan Syuhada
Dari 'Amr bin Murrah Al-Juhani radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Datang seorang pria kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian berkata: "Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah, engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima waktu, aku tunaikan zakat, aku lakukan puasa Ramadhan dan shalat tarawih di malam harinya, termasuk orang yang manakah aku?" Beliau menjawab (yang artinya): "Termasuk dari shidiqin (orang-orang yang benar keimanannya -pent) dan syuhada (orang-orang yang mati syahid -pent)". [Hadits Riwayat Ibnu Hibban no.11 zawaidnya, sanadnya Shahih]

4)   Puasa Adalah Perisai (Pelindung)
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu ba'ah (mampu dengan berbagai macam persiapannya) hendaklah menikah, karena menikah lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kehormatan. Barangsiapa yang belum mampu menikah, hendaklah puasa karena puasa merupakan wijaa' (pemutus syahwat) baginya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas'ud]
Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya): “Tidaklah seorang hamba yang puasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh musim" [Hadits Riwayat Bukhari 6/35, Muslim 1153 dari Abu Sa'id Al-Khudry, ini adalah lafadz Muslim. Sabda Rasulullah: "70 musim" yakni: perjalanan 70 tahun, demikian dikatakan dalam Fathul Bari 6/48].

5)   Pahala Orang Puasa Tidak Terbatas
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, (bahwasanya) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Allah Ta'ala berfirman: "Semua amalan bani Adam untuknya kecuali puasa karena puasa itu untuk-Ku dan Aku akan membalasnya".

6)   Bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau misk (kesturi).
7)   Orang yang puasa mempunyai dua kegembiraan. Jika berbuka mereka gembira, jika bertemu Rabbnya mereka gembira karena puasa yang dilakukannya" [Bukhari 4/88, Muslim no. 1151, Lafadz ini bagi Bukhari].
8)   Di dalam riwayat Bukhari (disebutkan yang artinya): "Dia meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena puasa untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya, kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat yang semisal dengannya".
9)   Di dalam riwayat Muslim (yang artinya): "Semua amalan bani Adam akan dilipatgandakan, kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat yang semisal dengannya, sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman: "Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.
10)  Puasa Sebagai Kafarat
Allah menjadikannya sebagai kafarat bagi orang yang memotong rambut kepalanya (ketika haji) karena ada udzur sakit atau penyakit di kepalanya, kaparat bagi yang tidak mampu memberi kurban, kafarat bagi pembunuh orang kafir yang punya perjanjian karena membatalkan sumpah, atau yang membunuh binatang buruan di tanah haram dan sebagai kafarat zhihar.
11)    Puasa dan shadaqah bisa menghapuskan fitnah seorang pria dari harta, keluarga dan anaknya.
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Fitnah pria dalam keluarga (isteri), harta dan tetangganya, bisa dihapuskan oleh shalat, puasa dan shadaqah" [Hadits Riwayat Bukhari 2/7, Muslim 144]
12)    Puasa dan Al-Qur'an Akan Memberi Syafa'at Kepada Ahlinya di hari Kiamat.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Puasa dan Al-Qur'an akan memberikan syafaat kepada hamba di hari Kiamat. Puasa akan berkata: "Wahai Rabbku, aku menghalanginya dari makan dan syahwat, maka berilah dia syafa'at karenaku". Al-Qur'an pun berkata: "Aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari, maka berilah dia syafa'at karenaku". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ".... maka keduanya akan memberi syafa'at"
13)      Puasa Bisa Memasukkan Hamba ke Surga
Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu katanya, "Aku berkata (kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam): "Wahai Rasulullah, tunjukkan padaku suatu amalan yang bisa memasukkanku ke surga?" Beliau menjawab: "Hendaklah kamu sering berpuasa, tidak ada (amalan) yang semisal dengan itu" [Hadits Riwayat Nasa'i 4/165, Ibnu Hibban hal. 232 Mawarid, Al-Hakim 1/421, sanadnya Shahih]
14)      Ar Rayyan Bagi Orang yang Puasa
Dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam (bahva beliau) bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Rayyan, orang-orang yang puasa akan masuk di hari kiamat nanti dari pintu tersebut, tidak ada orang selain mereka yang memasukinya. Jika telah masuk orang terakhir ditutuplah pintu tersebut. Barangsiapa yang masuk akan minum, dan barangsiapa yang minum tidak akan merasa haus untuk selamanya". [Hadits Riwayat Bukhari 4/95, Muslim 1152, dan tambahan lafadz yang akhir ada pada riwayat Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya 1903]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

keutamaan NISFU SYA'BAN


Banyak orang menuduh shalat nisfu Sya’ban sebagai bid’ah. Mereka menuduh demikian bisa jadi dengan niat yang baik untuk membersihkan praktek ibadah dari Bid’ah dan mengembalikan agar ibadah yang dilakukan sesuai sunah Rasulullah SAW. Alasannya sangat sederhana karena shalat Nisfu Sya’ban tidak pernah dikerjakan jaman Rasul. Benarkah shalat Nisfu Sya’ban bidah? Apakah nabi tidak pernah melakukannya?
Untuk lebih melengkapi khazanah kita, akan kami paparkan pula beberapa pertanyaan yang mengingkari shalat nisfu Sya’ban dari berbagai dialog. Antara lain:
Pertanyaan Pertama:
Tidak ada keistimewaan malam nisfu Sya’ban dibandingkan malam lainnya. Sehingga tidak perlu mengkhususkan ibadah pada malam tersebut. Beberapa Hadis yang menerangkan keutamaan nisfu Sya’ban adalah maudhu’ (palsu) dan dha’if. Sehingga tidak boleh diamalkan.

Para ulama semisal Ibnu Rajab, Ibnul Jauzi, Imam al-Ghazali, Ibnu Katsir dan yang lainnya, menyatakan hadits-hadits yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya’ban ini sangat banyak jumlahnya. Hanya, umumnya hadits-hadits tersebut dhaif, namun ada juga beberapa hadits yang Hasan dan Shahih Lighairihi. Untuk lebih jelasnya, berikut di antara hadits-hadits dimaksud:
Hadis 1
عن علي بن إبي طالب عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إذا كان ليلة نصف شعبان فقوموا ليلها, وصوموا نهارها, فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا, فيقول: ألا مستغفر فأغفرله, ألا مسترزق فأرزقه, ألا مبتلى فأعافيه, ألا كذا ألا كذا, حتى يطلع الفجر)) [رواه ابن ماجه والحديث ضعفه الألبانى
Artinya: "Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah saw bersabda: "Apabila sampai pada malam Nishfu Sya'ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya, karena sesungguhnya Allah akan turun ke dunia pada malam tersebut sejak matahari terbenam dan Allah berfirman: "Tidak ada orang yang meminta ampun kecuali Aku akan mengampuni segala dosanya, tidak ada yang meminta rezeki melainkan Aku akan memberikannya rezeki, tidak ada yang terkena musibah atau bencana, kecuali Aku akan menghindarkannya, tidak ada yang demikian, tidak ada yang demikian, sampai terbit fajar" (HR. Ibnu Majah dan hadits tersebut dinilai Hadits Dhaif oleh Syaikh al-Albany).
Hadis 2
عن عائشة قالت: فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع رافع رأسه إلى السماء, فقال: ((أكنت تخافين إن يحيف الله عليك ورسوله؟)) فقلت: يا رسول الله, ظننت أنك أتيت بعض نسائك. فقال: ((إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى سماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب)) [رواه أحمد والترمذى وابن ماجه وضعفه الألبانى فى ضعيف الترمذى].
Artinya: “Siti Aisyah berkata: “Suatu malam saya kehilangan Rasulullah saw, lalu aku mencarinya. Ternyata beliau sedang berada di Baqi’ sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau bersabda: “Apakah kamu (wahai Aisyah) khawatir Allah akan menyia-nyiakan kamu dan Rasul-Nya?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, saya pikir anda pergi mendatangi di antara isteri-isterimu”. Rasulullah saw bersabda kembali: “Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni ummatku lebih dari jumlah bulu domba yang digembalakan” (HR. Ahmad, Ibn Majah dan Turmidzi. Syaikh al-Albany menilai hadits riwayat Imam Turmudzi tersebut sebagai hadits Dhaif sebagaimana ditulisnya pada ‘Dhaifut Turmudzi’).
Kedua hadits tersebut adalah hadits yang dinilai Dhaif oleh jumhur Muhaditsin di antaranya oleh Syaikh Albany, seorang ulama yang tekenal sangat ketat dengan hadits.
Namun demikian, di bawah ini juga penulis hendak mengetengahkan Hadits Hasan dan Shahih Lighairihi yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya’ban ini. Hadits-hadits dimaksud adalah:
Hadis 3
عن أبي موسى عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه, إلا لمشرك أو مشاحن) [رواه ابن ماجه وحسنه الشيخ الألبانى فى صحيح ابن ماجه
Artinya: "Dari Abu Musa, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah muncul (ke dunia) pada malam Nishfu Sya'ban dan mengampuni seluruh makhlukNya, kecuali orang musyrik dan orang yang dengki dan iri kepada sesama muslim" (HR. Ibn Majah, dan Syaikh Albani menilainya sebagai hadits Hasan sebagaimana disebutkan dalam bukunya Shahih Ibn Majah no hadits 1140).
Hadis 4
عن عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن الله ليطلع إلى خلقه ليلة النصف من شعبان فيغفر لعباده إلا اثنين: مشاحن, أو قاتل نفس)) رواه أحمد وابن حبان فى صحيحه
Artinya: "Dari Abdullah bin Amer, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya akan menemui makhlukNya pada malam Nishfu Sya'ban, dan Dia mengampuni dosa hamba-hambanya kecuali dua kelompok yaitu orang yang menyimpan dengki atau iri dalam hatinya kepada sesama muslim dan orang yang melakukan bunuh diri" (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban sebagaimana ditulisnya dalam buku Shahihnya).
Namun, Syaikh Syu'aib al-Arnauth menilai hadits tersebut hadits yang lemah, karena dalam sanadnya ada dua rawi yang bernama Ibn Luhai'ah dan Huyay bin Abdullah yang dinilainya sebagai rawi yang lemah. Namun demikian, ia kemudian mengatakan bahwa meskipun dalam sanadnya lemah, akan tetapi hadits tersebut dapat dikategorikan sebagai hadits Shahih karena banyak dikuatkan oleh hadits-hadits lainnya (Shahih bi Syawahidih).
Hadis 5
عن عثمان بن أبي العاص مرفوعا قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إذا كان ليلة النصف من شعبان نادى مناد: هل من مستغفر فأغفر له؟ هل من سائل فأعطيه؟ فلا يسأل أحد شيئا إلا أعطيه, إلا زانية بفرجها أو مشركا)) [رواه البيهقى]
Artinya: “Dari Utsman bin Abil Ash, Rasulullah saw bersabda: “Apabila datang malam Nishfu Sya’ban, Allah berfirman: “Apakah ada orang yang memohon ampun dan Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta dan Aku akan memberinya? Tidak ada seseorang pun yang meminta sesuatu kecuali Aku akan memberinya, kecuali wanita pezina atau orang musyrik” (HR. Baihaki).
Dengan memperhatikan, di antaranya, hadits-hadits di atas, maka tidak berlebihan apabila banyak ulama berpegang teguh bahwa malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang istimewa, karena bukan hanya dosa-dosa akan diampuni, akan tetapi juga doa akan dikabulkan. Hadits-hadits yang dipandang Dhaif yang berbicara seputar keistimewaan malam Nishfu Sya’ban ini, paling tidak kedudukan haditsnya menjadi terangkat oleh hadits-hadits lain yang berstatus Hasan atau Shahih Lighairihi.
Atau boleh juga dikatakan, karena hadits-hadits dhaif yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya’ban ini dhaifnya tidak parah dan tidak berat, maka satu sama lain menjadi saling menguatkan sehingga kedudukannya naik menjadi Hadits Hasan Lighairihi. Wallahu’alam.
Istimewanya malam Nishfu Sya’ban ini juga dikuatkan oleh atsar para sahabat. Imam Ali bin Abi Thalib misalnya, sebagaimana dikutip Ibnu Rajab, apabila datang malam Nishfu Sya’ban, ia banyak keluar rumah untuk melihat dan berdoa ke arah langit, sambil berkata: “Sesungguhnya Nabi Daud as, apabila datang malam Nishfu Sya’ban, beliau keluar rumah dan menengadah ke langit sambil berkata: “Pada waktu ini tidak ada seorang pun yang berdoa pada malam ini kecuali akan dikabulkan, tidak ada yang memohon ampun, kecuali akan diampuni selama bukan tukang sihir atau dukun”. Imam Ali lalu berkata: “Ya Allah, Tuhannya Nabi Daud as, ampunilah dosa orang-orang yang meminta ampun pada malam ini, serta kabulkanlah doa orang-orang yang berdoa pada malam ini”.
Sebagian besar ulama Tabi’in seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul, Luqman bin Amir dan yang lainnya, juga mengistimewakan malam ini dengan jalan lebih mempergiat ibadah, membaca al-Qur’an dan berdoa. Demikian juga hal ini dilakukan oleh jumhur ulama Syam dan Bashrah.
Bahkan, Imam Syafi’i pun beliau mengistimewakan malam Nishfu Sya’ban ini dengan jalan lebih mempergiat ibadah, doa dan membaca al-Qur’an. Hal ini sebagaimana nampak dalam perkataannya di bawah ini:
بلغنا أن الدعاء يستجاب فى خمس ليال: ليلة الجمعة, والعيدين, وأول رجب, ونصف شعبان. قال: واستحب كل ما حكيت فى هذه الليالي
Artinya: “Telah sampai kepada kami riwayat bahwa dua itu akan (lebih besar kemungkinan untuk) dikabulkan pada lima malam: Pada malam Jum’at, malam Idul Fithri, malam Idul Adha, malam awal bulan Rajab, dan pada malam Nishfu Sya’ban. Imam Syafi’i berkata kembali: “Dan aku sangat menekankan (untuk memperbanyak doa) pada seluruh malam yang telah aku ceritakan tadi”.
Dari pemaparan di atas nampak bahwa sebagian besar para ulama salaf memandang istimewa malam ini, karenanya mereka mengisinya dengan mempergiat dan memperbanyak ibadah termasuk berdoa, shalat dan membaca al-Qur’an.
Pertanyaan Kedua:
Shalat Nisfu Sya’ban Bid’ah karena tidak pernah dilakukan Rasul. Sehingga ibadah mereka tidak sesuai sunnah Rasul.

Nama panjang dari shalat Nisfu Sya’ban adalah “SHALAT MUTHLAQ yang dilakukan pada malam Nisfu Sya’ban”. Untuk memudahkan pengucapan, ulama menyebutnya shalat nisfu Sya’ban.
Karena termasuk jenis shalat Muthlaq, maka boleh dikerjakan kapan saja termasuk malam pertengahan Sya’ban selama dikerjakan tidak pada waktu yang dilarang. Kalau pada malam yang lain boleh melakukan shalat Muthlaq, maka pada malam nisfu Sya’ban juga boleh.
Membid’ahkan shalat nisfu Sya’ban sama dengan membid’ahkan shalat Muthlaq yang sunnah.
Apalagi ada hadis yang menyatakan bahwa Rasul menggiatkan qiyamul layl pada malam nisfu Sya’ban. Semakin kuat lah dasar shalat nisfu Sya’ban.
ومنها حديث عائشة ـ رضي الله عنها ـ قام رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ من الليل فصلى فأطال السجود حتى ظننت أنه قد قُبِضَ، فَلَمَّا رفع رأسه من السجود وفرغ من صلاته قال: “يا عائشة ـ أو يا حُميراء ـ ظننت أن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قد خَاسَ بك”؟ أي لم يعطك حقك . قلت: لا والله يا رسول الله ولكن ظننت أنك قد قبضتَ لطول سجودك، فقال: “أَتَدْرِينَ أَيُّ ليلة هذه”؟ قلت: الله ورسوله أعلم، قال “هذه ليلة النصف من شعبان، إن الله عز وجل يطلع على عباده ليلة النصف من شعبان، فيغفر للمستغفرين ، ويرحم المسترحِمِينَ، ويُؤخر أهل الحقد كما هم” رواه البيهقي من طريق العلاء بن الحارث عنها، وقال: هذا مرسل جيد.
Dari A’isyah: “Suatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: “Hai A’isyah engkau tidak dapat bagian?”. Lalu aku menjawab: “Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama”. Lalu beliau bertanya: “Tahukah engkau, malam apa sekarang ini”. “Rasulullah yang lebih tahu”, jawabku. “Malam ini adalah malam nisfu Sya’ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki” (H.R. Baihaqi) Menurut perawinya hadis ini mursal (ada rawi yang tidak sambung ke Sahabat), namun cukup kuat.
Bahkan kalau kita menyandarkan pada hadis di atas, justru MEREKA YANG SHALAT PADA MALAM NISFU SYA’BAN IBADAHNYA SESUAI SUNNAH RASUL.
Pertanyaan Ketiga:
Shalat Nisfu Sya’ban saja Bid’ah, apalagi melakukannya secara berjamaah. Semakin jauh dari Islam. Kalaulah memang bagus mengapa Rasul dan sahabat tidak melakukan? Padahal Mereka adalah generasi terbaik.

Saudaraku, selama ada dalil umum yang membolehkan, maka mengenai tekhnisnya berjamaah atau tidak, dapat diatur menurut kondisi dan keadaan.
Pelaksanaan mengisi malam Nishfu Sya’ban diberjamaahkan ini pertama kali dilakukan oleh ulama tabi’in yang bernama Khalid bin Ma’dan, lalu diikuti oleh ulama tabi’in lainnya seperti Makhul, Luqman bin Amir dan yang lainnya. Bahkan terus berlanjut dan menjadi tradisi ulama Syam dan Bashrah sampai saat ini.
Meski tidak dilakukan pada masa Rasulullah saw dan para sahabatnya, kami lebih condong untuk mengatakan tidak mengapa dan tidak dilarang. Tidak semua yang tidak dipraktekkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya menjadi sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Selama ada hadits dan qaidah umum yang membolehkan, maka mengenai tehnis, apakah diberjamaahkan atau sendiri-sendirh, semuanya diserahkan kepada masing-masing dan tentu diperbolehkan. Hal ini sebagaimana tradisi takbir berjamaah pada malam hari raya.
Hal ini tidak dilakukan pada masa Rasulullah saw dan para sahabatnya. Rasulullah saw dan para sahabat hanya melakukannya di rumah masing-masing. Tradisi berjamaah membaca takbir pada malam Hari Raya ini pertama kali dilakukan oleh seorang ulama tabi’in yang bernama Abdurrahman bin Yazid bin Al-Aswad. Dan tradisi ini pun sampai saat ini masih diberlakukan dan diamalkan hampir di seluruh negara-negara muslim.
Demikian juga dengan shalat Tarawih diberjamaahkan. Rasulullah saw hanya melakukannya satu, dua atau tiga malam saja secara berjamaah. Setelah itu, beliau melakukannya sendiri. Dan hal ini berlaku juga sampai masa khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq serta pada permulaan khalifah Umar bin Khatab. Setelah Umar bin Khatab masuk ke sebuah mesjid dan menyaksikan orang shalat tarawih sendiri-sendiri, akhirnya beliau melihat alangkah lebih baiknya apabila diberjamaahkan. Sejak itu, beliau manunjuk sahabat Rasulullah saw yang bernama Ubay bin Ka’ab untuk menjadi imam pertama shalat Tarawih diberjamaahkan. Tradisi ini juga berjalan dan terus dipraktekkan sampai sekarang ini.
Kalaulah shalat qiyamu Ramadhan (Tarawih) yang beliau lakukan selalu tidak berjamaah dengan sahabat, kecuali hanya 1-3 malam saja, boleh dilakukan secara berjamaah, lalu takbir malam ‘Ied juga boleh dilakukan secara berjamaah, mengapa shalat Muthlaq malam nisfu Sya’ban (untuk menyingkat selanjutnya disebut “shalat Nisfu Sya’ban”) tidak boleh dilakukan berjamaah? Tentu ini tidak fair.
Di zaman Rasul, para sahabat dengan melihat rasul qiyamul layl saja mereka sudah melakukannya. Namun di akhir zaman ini jika ada ustad berkata, “wahai umat Islam, shalat tarawih yang dilakukan Rasul tidak berjamaah dan dilakukan di tengah malam (bukan ba’da Isya langsung). Oleh karena itu shalatlah sendiri-sendiri nanti malam.” Yang shalat tarawih pasti sedikit. Kecuali instruksi itu untuk bangun malam dalam rangka menyaksikan final piala dunia antara Belanda Vs Spanyol insya Allah jamaahnya banyak meskipun jam 1.30 malam.
Jadi kondisi zaman mengarahkan untuk shalat tarawih secara berjamaah.
Begitu pula dengan shalat nisfu Sya’ban. Di akhir zaman ini, Kalau shalat Nisfu Sya’ban (apalagi jika 100 raka’at) dilakukan hanya boleh sendiri-sendiri, saya yakin sangat-sangat sedikit orang yang mau menghidupkan malam Nisfu Sya’ban. Namun kalau dilakukan secara berjamaah, satu sama lain dapat saling memotivasi sehingga lebih semangat.
Pertanyaan Keempat:
Terlebih lagi dalam shalat nisfu Sya’ban, mereka menetapkan jumlah 100 rakaat. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasul.

Ada beberapa alasan mengapa saya shalat nisfu Sya’ban 100 rakaat:
1. Karena shalat nisfu Sya’ban termasuk shalat Muthlaq, maka jumlahnya bebas. 10 rakaat boleh, 20, 30, bahkan 100 rakaat juga boleh. Kalau kita sanggup 1.000 rakaat juga tidak ada yang melarang, karena shalat Muthlaq. Mengapa kita berani melarang jumlah tertentu dalam shalat Muthlaq? Apakah kalau 99 rakaat boleh, 101 juga boleh lalu khusus 100 rakaat tidak boleh?
Nabi SAW pernah berkata kepada Bilal, sesudah mengerjakan shalat Shubuh sebagaimana berikut: “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku amalan yang engkau kerjakan dalam Islam yang penuh dengan pengharapan karena aku mendengar suara sandalmu di depanku di syurga”. Bilal menjawab tidak pernah aku melakukan suatu perbuatan yang saya harapkan kebaikannya, melainkan pasti aku bersuci dahulu, baik saatnya malam hari atau siang hari. Sesudah aku bersuci aku melakukan shalat sebanyak yang dapat kulakukan”. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Jabir bin Hayyan, penemu ilmu Kimia sekaligus orang pertama memperoleh julukan Sufi, melakukan shalat Muthlaq 400 rakaat sebelum memulai penelitian.
Kalau ada seseorang menganjurkan untuk shalat nisfu Sya’ban 77 rakaat karena dia senang dengan angka 7, boleh saja. Namun daripada saya mengikuti dia, lebih baik saya mengikuti para ulama yang shalih.
2. Banyak ulama-ulama shalih yang ahli ma’rifat seperti syekh Abdul Qadir Jailani melakukan shalat nisfu Sya’ban 100 rakaat, begitu pula dengan imam Ghazali dan ulama lainnya. Maka tidak ada salahnya jika kita mengikuti beliau. (baca juga dasar hukum shalat Rajab, Nisfu Sya’ban dll di tqn-jakarta.org)
Dan ikutilah jalannya orang yang kembali kepadaKu (Luqman 31:15)
3. Jumlah 100 rakaat ada hadisnya. Meskipun banyak orang yang menolak hadis tersebut. Namun Imam Ahmad berkata, “hadis dhaif lebih aku sukai daripada pendapat pribadi seseorang”.

Pertanyaan Kelima:
Bacaan dalam shalat Nisfu Sya’ban (al-Ikhlas 10 kali setelah al-Fatihah, sehingga dikallikan 100 rakaat menjadi 1.000 kali membaca al-Ikhlas) adalah bacaan yang mengada-ada. Tidak pernah dilakukan juga oleh Rasul.

Bacaan yang dibaca dalam shalat nisfu Sya’ban setelah al-Fatihah terserah. Ayat manapun termasuk al-Ikhlas boleh dibaca dalam shalat asalkan ayat al-Qur’an. Tidak ada juga ketentuan bahwa surat al-Ikhlas tidak boleh dibaca beberapa kali dalam satu rakaat.
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْءَانِ
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an. (QS. Al-Muzammil:20)
Imam masjid Quba selalu membaca surat Al Ikhlas disetiap habis fatihah, ia selalu menyertakan surat Al Ikhlas lalu baru surat lainnya, lalu makmumnya protes, seraya meminta agar ia menghentikan kebiasaanya, namun Imam itu menolak, silahkan pilih imam lain kalau kalian mau, aku akan tetap seperti ini!, maka ketika diadukan pada Rasul saw, maka Rasul saw bertanya mengapa kau berkeras dan menolak permintaan teman temanmu (yg meminta ia tak membaca surat al ikhlas setiap rakaat), dan apa pula yg membuatmu berkeras mendawamkannya setiap rakaat?” ia menjawab : “Aku mencintai surat Al Ikhlas”, maka Rasul saw menjawab : “Cintamu pada surat Al Ikhlas akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari hadits no. 741).
Kesimpulannya, shalat Muthlaq pada malam nisfu Sya’ban secara berjamaah sebanyak 100 rakaat dengan membaca surat al-Ikhlas 10 kali setiap bada Fatihah DIBOLEHKAN. Jangan sampai kita mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Kalau nabi saja tidak boleh apalagi kita.
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ
HAI NABI, MENGAPA KAMU MENGHARAMKAN APA YANG ALLAH HALALKAN BAGIMU (QS. At-Tahrim:1)
Wallahu a’lam
sumber: http://ahlulkisa.com


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BACA AL-QURRAN







1.      Ibadat yang paling utama dari segi bacaan, berbanding sembahyang


2.      sebesar-besar ibadat dari segi gerak laku atau perbuatan.


3.      Pahala membaca A-Quran : 1 huruf 10 kebajikan, dan menurut Ibnu


4.      Majah diganda sampai 400 dan menurut Ibnu Al Jauzi diganda sampai 700 kali.


5.      Balasan satu huruf yang dibaca ialah bidadari di syurga.


6.      Juga dikatakan balasan sebatang pokok di syurga.


7.      Pahala membaca satu huruf dari Al-Quran -


8.      Dalam sembahyang - 100 kebajikan


9.      Di luar sembahyang berwudhu' - 50 kebajikan


10.  Tanpa wudhu' - 10 kebajikan


11.  Pembaca Al-Quran adalah hartawan. Pahala membacanya tidak akan


12.  putus, mengikut Ibnu Abbas.


13.  Keselamatan daripada api neraka.


14.  Mendapat kedudukan yang tinggi dan mulia bersama para Malaikat.


15.  Di hari kiamat, Al-Quran menjadi pembela.


16.  Pembaca akan memperolehi keamanan.


17.  Membaca sebelum tidur akan mendapat kawalan malaikat.


18.  Pembaca dimasukan ke dalam golongan Siddiqin' Syuhada' dan Solihin.


19.  Membaca Al-Quran secara berkumpulan akan diampunkan dosa mereka.


20.  Pembaca akan mendapat kemuliaan di syurga.


21.  Mendapat cahaya di bumi dan menjadi sebutan oleh malaikat di langit.


22.  Jika dibaca dirumah, akan memberi cahaya kepada rumah itu.


23.  Membaca secara tadarus (bergilir-gilir) mendapat ketenangan, rahmat


24.  dan dikelilingi oleh malaikat.


25.  Pembaca yang mahir dan baik diutamakan menjadi Imam sembahyang.


26.  Seutama-utama manusia ialah yang mempelajari dan mengajar Al-Quran.


27.  Mempelajari satu ayat Al-Quran lebih baik dari sembahyang sunat 1000


28.  raka'at.


29.  Mempelajari dan membaca Al-Quran mendapat keberkatan dan keharmonian


30.  hidup.


31.  Mendapat perlindungan di padang Mahsyar.


32.  Pembaca akan dilindungi dari godaan syaitan.


Masa-masa yang diutamakan membaca Al-Quran


1. Di waktu tengah malam sehingga fajar, adalah paling utama.


2. Di antara Maghrib dan Isya'.


3. Sesudah sembahyang Subuh.





Bacaan Al-Quran pada masa tertentu mengikut sunnah


A. Tiap-tiap pagi dan petang


1. Al-Ikhlas - menyamai satu pertiga Al-Quran; dibaca 10 kali akan


dibina sebuah istana di syurga;


2. Al-Falaq - dibaca 3 kali untuk perlindungan dari bencana dan segala


perkara yang tidak diingini;


3. An-Naas - sama seperti A-Falaq;


4. Ayatul Kursi (Al-Baqarah - 255) - pahalanya menyamai satu perempat


Al-Quran, dibaca setiap lepas sembahyang akan dimasukkan ke syurga, setiap huruf 1000 keberkatan dan mendapat 1000 rahmat;


5. Al-Mukmin ayat 1-3 (Juz 24 Surah 40) - untuk keselamatan;


6. Al-Hasyr ayat 21-24 (Juz 28 surah 59) - apabila dibaca selepas Subuh


dan Asar akan mendapat rahmat dan dijaga oleh 70,000 malaikat dan jika meninggal dunia pada malam atau siang hari itu, akan perolehi syurga.


B. Tiap-tiap malam


1. Yaasin (Juz 22 & 23 surah 36) - Hati Al-Quran, pembacanya akan


mendapat keredhaan Allah, keampunan dosa; jika dibaca atas seseorang yang hampir mati akan memudahkan pertemuannya dengan Allah; jika dibaca atas kubur akan diringankan siksa kubur, diberi 80 rahmat kepada pembaca dan diberi Allah akannya perkara-perkara yang menyukakannya.


2. Ad-Dhukhan (Juz 25 surah 44) - pembaca akan mendapati 7000 malaikat


memohon ampun ke atasnya; jika dibaca pada malam atau hari Jumaat akan diberi sebuah rumah di syurga.


3. Al-Qiyamah (Juz 29 surah 75)


4. Al-Zalzalah (juz 30 surah 99) - pahala membaca seumpama separuh


Al-Quran.


5. Al-Ikhlas


6. Al-Imran ayat 190-200 (juz 4 surah 3) - dibaca pada malam hari akan


diberi pahala beribadat separuh malam.


7. Al-Baqarah ayat 284-286 (Juz 2 surah 1) - diberi pahala beribadat


separuh malam dan dijauhi gangguan syaitan dan segala bencana.





C. Sebelum tidur


1. Al-Fatihah - pahala membacanya memenuhi timbangan amal, menutup


segala pintu neraka, dikatakan sama dengan dua pertiga Al-Quran dan 70 kali ganda ayat lain;


2. Bismillah - dibaca 21 kali sebelum tidur akan memberi keselamatan


kepadanya; setiap huruf diberi 4000 kebajikan dan dihapuskan 4000 kejahatan dan diangkat 4000 darjat;


3. Al-Mulk (Juz 29 surah 67) - diberi syufaat dan diampunkan dosa,


pahala sama 60 kebajikan dan dijauhi seksa kubur;


4. As Sajdah (juz 21 surah 32) - diberi naungan di hari Kiamat; 60


darjat daripada surah lain;


5. Al Kaafirun - menyamai satu perempat Al-Quran, akan dilepaskan dari


azab neraka.


D. Bacaan pada setiap malam dan siang


1. Yassin;


2. Al Mulk;


3. Al Waaqiah - (Juz 27 surah 56) - dijauhi kepapaan;


4. Ad Dukhan


E. Tingkatan pembaca Al-Quran


1. Jutawan - membaca 300 hingga 1000 ayat setiap malam;


2. Jayawan - membaca 200 hingga 299 ayat;


3. Setiawan - membaca 100 hingga 199 ayat;


4. Pemelihara - membaca 50 hingga 99 ayat;


5. Yang ingat - membaca 10 hingga 49 ayat;


6. Yang lalai - membaca 0 hingga 9 ayat.


E. Keutamaan surah-surah lain


1. Ali-Imran - jika dibaca bersama Al Baqarah akan mendapat pembelaan


di hari kiamat dan dikira sebaik-baik perbendaharaan; jika dibaca pada hari Jumaat akan didoakan oleh malaikat sehingga malamnya;


2. Al-Hasyr - jika dibaca sebelum tidur dan mati pada malam itu,


mendapat pahala mati syahid.


3. A'la (juz 30 surah 100) - menyamai separuh Al-Quran;


4. An Nasr (juz 30 surah 110) - menyamai seperempat Al-Quran;


(Dipetik dari buku "Amalan harian sepanjang zaman" oleh Al Ustaz Dato' Hj.


Ismail Kamus)




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS