Bulan Sya’ban
dan KeutamaannyA
·
Bulan Sya’ban adalah bulan mulia yang
disunnahkan bagi kaum muslimin untuk banyak berpuasa. Hal ini ditegaskan dalam
hadits shahih berikut:
·
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
كان رسول الله
صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر، ويفطر حتى نقول لا يصوم، فما رأيت رسول
الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر إلا رمضان، وما رأيته أكثر صياما منه في
شعبان.
“Dahulu
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa sehingga kami mengatakan dia
tidak pernah berbuka, dan dia berbuka sampai kami mengatakan dia tidak pernah
puasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
menyempurnakan puasanya selama satu bulan kecuali Ramadhan, dan saya tidak
pernah melihat dia berpuasa melebihi banyaknya puasa di bulan Sya’ban.” (HR.
Bukhari No. 1868)
·
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha juga, katanya:
لَمْ يَكُنْ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ
شَعْبَانَ
“Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum pernah berpuasa dalam satu bulan melebihi
puasa pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1869)
·
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
شعبان بين رجب
ورمضان يغفل الناس عنه ترفع فيه أعمال العباد فأحب أن لا يرفع عملي إلا وأنا صائم
“Bulan Sya’ban, ada di antara bulan Rajab dan
Ramadhan, banyak manusia yang melalaikannya. Saat itu amal manusia diangkat,
maka aku suka jika amalku diangkat ketika aku sedang puasa.” (HR. An Nasai,
1/322 dalam kitab Al Amali. Status hadits: Hasan (baik). Lihat As Silsilah Ash
Shahihah No. 1898. Lihat juga Tamamul Minnah Hal. 412. DarAr Rayyah)
Adakah Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban?
ü Diriwayatkan
oleh banyak sahabat nabi, bahwa Beliau bersabda:
يطلع الله تبارك
و تعالى إلى خلقه ليلة النصف من شعبان ، فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Allah Ta’ala
menampakkan diriNya kepada hambaNya pada malam nishfu sya’ban, maka Dia
mengampuni bagi seluruh hambaNya, kecuali orang yang musyrik atau pendengki.” (Hadits ini
Shahih menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Diriwayatkan oleh
banyak sahabat nabi, satu sama lain saling menguatkan, yakni oleh Muadz bin
Jabal, Abu Tsa’labah Al Khusyani, Abdullah bin Amr, ‘Auf bin Malik, dan
‘Aisyah. Lihat kitab As Silsilah Ash Shahihah, 3/135, No. 1144. Darul Ma’arif.
Juga kitab Shahih Al Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 2/785. Al Maktab Al
Islami. Namun, dalam kitab Misykah Al Mashabih, justru Syaikh Al Albani
mendhaifkan hadits ini, Lihat No. 1306, tetapi yang benar adalah shahih karena
banyaknya jalur periwayatan yang saling menguatkan)
ü Allah
mengampuni semua makhluk kecuali yang menyekutukanNya dan para pendengki. Maka
wajar banyak kaum muslimin mengadakan ritual khusus pada malam tersebut baik
shalat atau membaca Al Quran, dan ini pernah dilakukan oleh sebagian tabi’in
Berikut adalah Fatwa Para ulama tentang acara
ritual Nishfu Sya’ban:
1)
Imam An Nawawi (bermadzhab syafi’i)
Beliau
Rahimahullah memberikan komentar tentang mengkhususkan shalat pada malam nishfu
sya’ban, sebagai berikut:
الصلاة المعروفة
بصلاة الرغائب وهي ثنتى عشرة ركعة تصلي بين المغرب والعشاء ليلة أول جمعة في رجب
وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة وهاتان الصلاتان بدعتان ومنكران قبيحتان ولا يغتر
بذكرهما في كتاب قوت القلوب واحياء علوم الدين ولا بالحديث المذكور فيهما فان كل
ذلك باطل
“Shalat yang
sudah dikenal dengan sebutan shalat Ragha’ib yaitu shalat 12 rakaat yang dilakukan
antara Maghrib dan Isya’, yakni malam awal hari Jumat pada bulan Rajab, dan
shalat malam pada nishfu sya’ban seratus rakaat, maka dua shalat ini adalah
bid’ah munkar yang buruk, janganlah terkecoh karena keduanya disebutkan dalam
kitab Qutul Qulub[3] dan Ihya Ulumuddin[4], dan tidak ada satu pun hadits yang
menyebutkan dua shalat ini, maka semuanya adalah batil.” Demikian
komentar Imam An Nawawi. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 2/379. Dar ‘Alim Al
Kitab)
2)
Syaikh ‘Athiyah Saqr (Mufti Mesir)
Beliau
Rahimahullah ditanya apakah ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengadakan acara khusus pada malam nishfu sya’ban?
Beliau menjawab
(saya kutip secara ringkas):
ثبت أن الرسول
عليه الصلاة والسلام احتفل بشهر شعبان ، وكان احتفاله بالصوم ، أما قيام الليل
فالرسول عليه الصلاة والسلام كان كثير القيام بالليل فى كل الشهر، وقيامه ليلة
النصف كقيامه قى أية ليلة .
“Telah pasti dari Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau melakukan kegiatan pada bulan Sya’ban
yakni berpuasa. Sedangkan qiyamul lail-nya banyak beliau lakukan pada setiap
bulan, dan qiyamul lailnya pada malam nisfhu sya’ban sama halnya dengan qiyamul
lail pada malam lain. Hal ini didukung oleh hadits-hadits yang telah saya
sampaikan sebelumnya, jika hadits tersebut dhaif maka berdalil dengannya boleh
untuk tema fadhailul ‘amal (keutamaan amal shalih), dan qiyamul lailnya beliau
sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah yang telah saya sebutkan.
Aktifitas yang dilakukannya adalah aktifitas perorangan, bukan berjamaah.
Sedangkan aktifitas yang dilakukan manusia saat ini, tidak pernah ada pada masa
Rasulullah, tidak pernah ada pada masa sahabat, tetapi terjadi pada masa
tabi’in.
3)
Al Qasthalani menceritakan dalam kitabnya Al
Mawahib Al Laduniyah (Juz.2, Hal. 259), bahwa tabi’in dari negeri Syam seperti
Khalid bin Mi’dan, dan Mak-hul, mereka berijtihad untuk beribadah pada malam
nishfu sya’ban. Dari merekalah manusia beralasan untuk memuliakan malam
nishfu sya’ban. Diceritakan bahwa telah sampai kepada mereka atsar israiliyat
tentang hal ini. Ketika hal tersebut tersiarkan, maka manusia pun berselisih
pendapat, maka di antara mereka ada yang mengikutinya. Namun perbuatan ini
diingkari oleh mayoritas ulama di Hijaz seperti Atha’, Ibnu Abi Malikah, dan
dikutip dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam bahwa fuqaha Madinah juga
menolaknya, yakni para sahabat Imam Malik dan selain mereka, lalu mereka
mengatakan: “Semua itu bid’ah!”
Kemudian Al
Qasthalani berkata: “Ulama penduduk Syam[6] berbeda pendapat tentang
hukum menghidupkan malam nishfu sya’ban menjadi dua pendapat: Pertama,
dianjurkan menghidupkan malam tersebut dengan berjamaah di masjid.,
Khalid bin Mi’dan dan Luqman bin ‘Amir, dan selainnya, mereka mengenakan
pakain bagus, memakai wewangian, bercelak, dan mereka menghidupkan malamnya
dengan shalat. Hal ini disepakati oleh Ishaq bin Rahawaih, dia berkata tentang
shalat berjamaah pada malam tersebut: “Itu bukan bid’ah!” Hal ini dikutip oleh
Harb Al Karmani ketika dia bertanya kepadanya tentang ini. Kedua, bahwa dibenci
(makruh) berjamaah di masjid untuk shalat, berkisah, dan berdoa pada malam itu,
namun tidak mengapa jika seseorang shalatnya sendiri saja. Inilah pendapat Al
Auza’i, imam penduduk Syam dan faqih (ahli fiqih)-nya mereka dan ulamanya
mereka.” Selesai kutipan dari Syaikh ‘Athiyah Saqr Rahimahullah. (Fatawa
Al Azhar, Juz. 10, Hal. 131. Syamilah)
4)
Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin
Baz Rahimahullah
Beliau
menjelaskan tentang hukum mengkhususkan ibadah pada malam Nishfu Sya’ban:
“Dan di antara
bid’ah yang di ada-adakan manusia pada malam tersebut adalah: bid’ahnya
mengadakan acara pada malam nishfu sya’ban, dan mengkhususkan siang harinya
berpuasa, hal tersebut tidak ada dasarnya yang bisa dijadikan pegangan
untuk membolehkannya. Hadits-hadits yang meriwayatkan tentang keutamaannya
adalah dha’if dan tidak boleh menjadikannya sebagai pegangan, sedangkan
hadits-hadits tentang keutamaan shalat pada malam tersebut, semuanya adalah
maudhu’ (palsu), sebagaimana yang diberitakan oleh kebanyakan ulama tentang
itu, Insya Allah nanti akan saya sampaikan sebagian ucapan mereka, dan juga
atsar (riwayat) dari sebagian salaf dari penduduk Syam dan selain mereka.
Jumhur (mayoritas) ulama berkata: sesungguhnya acara pada malam itu adalah
bid’ah, dan hadits-hadits yang bercerita tentang keutamaannya adalah dha’if
dan sebagiannya adalah palsu. Di antara ulama yang memberitakan hal itu
adalah Al Hafizh Ibnu Rajab dalam kitabnya Latha’if alMa’arif dan lainnya. Ada
pun hadits-hadits dha’if hanyalah bisa diamalkan dalam perkara ibadah,
jika ibadah tersebut telah ditetapkan oleh dalil-dalil yang shahih,
sedangkan acara pada malam nishfu sya’ban tidak ada dasar yang shahih,
melainkan ‘ditundukkan’ dengan hadits-hadits dha’if.” (Fatawa al Lajnah
ad Daimah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 4/281) Sekian kutipan dari
Syaikh Ibnu Baz.
0 komentar:
Posting Komentar