RSS

MAKALAH FILSAFAT IBNU BAJAH



KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Yang senantiasa dan tak henti-hentinya menghujankan Rohmat dan inayahNya pada kita semua, sehingga kita semua senantiasa dalam keadaan iman dan islam.
Sholawat dan salam semoga tetap terhaturkan pada junjungan kita Nabi agung, rajanya para nabi, mutiara rahmat serta penebar benih kesucian cinta yaitu nabi Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga, tabi’in dan semua pngikut-pengikut yang beriman kepadanya.
Syukur Alhamdulillah penulis telah menyelesikan penulisan makalah yang berjudul “ Filsafat Ibnu Bajah “ ini sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Filsafat meskipun  dengan berbagai kekurangan. Penulis mengucapkan banyak terimakasih pada beberapa pihak baik pada dosen pengampuh mata kuliah ini, pada orang tua dan pada semua teman yang telah suka rela membantu penulis menyeleseikan tugas ini baik secara dukungan moral, tuntunan dan terkhusus yang berupa do’a. mudah-mudahan amal baik mereka semua diterima di sisi Allah SWT sebagai amalan dan syafa’at besok di hari akhir.
Tentu dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu Saran, ide, masukan serta teguran dari semua pihak baik yang membaca, mengkaji atau mempelajari makalah ini sangat kami harapkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


                                                                                      Jombang, 11 Maret 2012

                                                                                                   Penyusun


DAFTAR ISI
Sampul dalam …………………………………………………………………        I
Kata Pengantar……………………………………………………………...…        II
Daftar Isi………………………………………………………………………         III
BAB I PEMBAHASAN……………………………………………………..          6
A.  FILSAFAT IBNU BAJAH…………..…………………………………….        6
1.      Sejarah Ibnu…………………………………….……………….      6
2.      Pengertian pendidikan Islam……………………………………….….        6
3.      Pengertian Tujuan Pendidikan Islam………………………………….         7
B. TAHAP-TAHAP TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM……………………          8
1.      Tujuan Tertinggi……………………………………..………………..          8
2.      Tujuan Umum…………………………………………………..…….          10
3.      Tujuan Khusus…………………………………………….…….…….         11
4.      Tujuan Sementara……………………………………………..………          12

C.  ASPEK-ASPEK TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM……………………..         12
1.      Aspek Jasmaniyah…………………………………………..…………         12
2.      Aspek Rohaniyah……………………………………..…….…………         12
3.      Aspek ‘Aqliyah………………………..…………………….………...         12
4.      Aspek Ijtima’iyah……………………………………………..……….        13
KESIMPULAN……………………………………………………..………...         14
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                            16




PEMBAHASAN
FILSAFAT IBNU BAJAH

A.    Sejarah hidup Ibnu Bajah
Nama asli Ibnu Bajah adalah Abu Bakar bin Yahya Ash-Sha’igh, yang dikenal dengan Ibnu Bajah. Menurut bahasa orang-orang eropa Al-Bajah berarti perak.
Ibnu Bajah dilahirkan di Sirqisthah sekitar tahun 475 H/1082 M dan tumbuh di sana. Ia biasa membacakan syair untuk menyanjung raja dinasti Murabithin, Abu Bakar bin Ibrahim. Ketika Abu Bakar berkuasa, ia menghendaki Ibnu Bajah untuk menjadi menteri. Akan tetapi ketika raja Arghun, Alfonso ke-I mendesak Sirqisthah, Ibnu Bajah meninggalkan daerah tersebut (512 H/1117 M). kemudian ia singgah di Valencia, lalu pergi menuju Sevilla. Ia menetap di sana dan membuka praktek sebagai dokter.
Di daerah itu juga, ia menghasilkan beberapa karya di bidang logika.
Ibnu Bajah kemudian pindah ke Maroko dan di sana ia mendapat kehormatan dari kalangan Al-Murabithin. Ia terkenal sebagai seorang dokter yang sangat ahli. Akan tetapi beberapa orang yang merasa tersaingi, menaruh dengki dan meracuni makanannya, hingga ia meninggal pada tahun 553 H/1138 M.
Dalam dunia ilmu, kedudukan Ibnu Bajah sangat istimewa, terutama dalam bidang bahasa. Ia hafal Al-Quran, ahli sastra dan seorang penyair yang pandai membuat syair-syair bertema cinta (Alghozal), ungkapan dukan (Ar-Ratsaa) dan sanjungan (Al-Madiih). Menguasai dunia musik, mahir memukul gendang, selain menguasai bidang filsafat, matematika, falak dan ilmu biologi serta fisika. Ibnu Bajah termasuk pioneer filosof rasionalisme.
Filsafat menurutnya terpisah dari agama dan bukan konsumsi kaum awam. Ia mendasarkan filsafatnya pada matematika dan fisika. Dirinya sejajar dengan Al-Farabi dari kalangan filosof muslim dan sejajar dengan Aristoteles dari kalangan filosof terdahulu.
Di antara kitab-kitab hasil karangannya adalah:
1.      Risalah Al-Wada’. Risalah ini ia tulis untuk salah satu sahabatnya, ketika ia akan pergi meninggalkannya dan khawatir tidak berjumpa lagi dengannya. Risalah tersebut banyak memuat pendapatnya di bidang filsafat
2.      Tadbir al-Mutawahhid. Dalam kitab ini Ibnu Bajah merangkum pendapat-pendapatnya. Akan tetapi, ia belum sempat menyempurnakannya. Susunan bahasanya pun sulit dipahami. Kitabnya ini mirip dengan kitab Al-Madinah Al-Fadhilah karya Al-Farabi. Bedanya, Al-Farabi memisahkan kajian ketuhanan dengan kajian politik, dan lebih terfokus kepada masalah kenegaraan. Sementara Ibnu Bajah lebih mementingkan kajian politik kemasyarakatan, yakni kehidupan individu di tengah-tengah masyarakat. Melalui kitabnya ini, ia memperkenalkan pendapat-pendapatnya di bidang filsafat.
3.      Kitab An-Nafis.
4.      Risalah Al-Ittishal.
5.      Ibnu Bajah memiliki beberapa karya syarah (komentar) dan ringkasan serta catatan atas karya-karya Aristoteles, Galenos, Al-Farabi, Ar-Razi dan yang lainnya. Juga beberapa kitab dalam bidang logika, psikologi, akal, ketuhanan, politik, kemasyarakatan dan ilmu kedokteran. Pendapat Ibnu Bajah dalam bidang filsafat paling banyak dimuat dalam kitabnya Tadbir al-Mutawahhid.

B.   Pemikiran dan Filsafat Ibnu Bajah
Menurut Ibnu Bajah, perbuatan manusia dapat bersumber dari dua motivator.
·         Pertama, dari naluri hewaniah (al-gharîzatul hayawâniyyah) yang antara manusia dan makhluk lainnya paralel belaka.
·         Kedua, kemauan makhluk bernalar (al-irâdatul ’âqilah).
Anjuran Bajah: kalau Anda (sebagai manusia) disuruh memilih, maka paculah diri dengan lebih banyak mengakomodasi motif kedua. Sebab, hanya itulah perbuatan yang khas manusia. Murni sebagai tindakan manusia, tidak paralel dengan naluri makhluk hidup lainnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, negeri ini cukup sibuk menggunjingkan persoalan moral. Beberapa orang yang berkesan “moralis”, merasa terpanggil dan peduli akan “merosotnya” moral bangsa. Yang sering dilupakan, perbincangan tentang moral bangsa, sama artinya berbicara perihal acuan bersama menyangkut apa yang baik dan buruk dalam perilaku berbangsa dan bernegara (Kuntowijoyo, 2002: 166). Maka, persoalan ini bukan perkara gampangan dan merupakan topik besar yang perlu dipikir secara rembukan.
Sebagian pihak yakin bahkan teramat yakin persoalan moral bangsa mudah saja ditentukan dan ditetapkan dengan batasan-batasan tertentu dan terukur. Bagi mereka, patokannya bisa saja, misalnya, budaya bangsa, common sense orang Indonesia. Sementara pihak lain agak pesimistis—mungkin lebih realistis—kalau masalah moral yang berada pada wilayah subjektif ini (menurut mereka), bisa dengan mudah ditentukan.
Di tengah kebuntuan dan keruwetan perbincangan tentang moral tadi, kita disadarkan akan pentingnya peran individu-individu sebagai satuan terkecil dari masyarakat, dari bangsa. Dalam Alquran, anjuran untuk menyelamatkan diri (individu) diurut sebelum unit masyarakat yang lebih besar. Sebuah ayat Quran mengatakan, “Waspadailah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka!” Oleh beberapa sebab, pada titik inilah, kita merasa perlu mengenang gagasan-gagasan Ibn Bajah.
Dia adalah seorang filosof muslim kelahiran Andalusia yang hidup pada penghujung abad XI M. atau V H. Ibnu Bajah punya versi tersendiri tentang negeri utopian. Menurut Bajah, suatu negeri dikatakan baik manakala tiap-tiap individu di dalamnya sehat-bugar, adil-terpercaya, dan selektif-terpilih. Dalam masyarakat demikian, tidak lagi dijumpai juru rawat (dokter) dan juru dakwa (jaksa). Sebuah negeri yang terlalu banyak memerlukan perundang-undangan dan tenaga medis, menurut Bajah, justru negeri yang minimalis. Jalan menuju negeri utopian itu, anehnya dimulai dari tingkat individu. Bajah sekan-akan ingin mengatakan: mulailah dari diri sendiri!
Inti falsafah Ibnu Bajah tertuang dalam bukunya Tadbîrul Mutawahhid (Penggemblengan Integritas Diri). Dalam buku itu, Bajah cenderung menyeru tiap individu untuk menghindar dari pelbagai patologi sosial, seraya menjadikan dirinya sebagai titik sentral yang tidak larut dalam hal bernama “komunitas”. Gagasan Bajah memang terkesan sangat individualistik, dan mengingkari komunitas. Tapi apa yang salah dengan individualitas? Namun begitu, Bajah bukan orang yang ingin individu-individu teralienasi sama sekali dari lingkungan. Yang hendak dia tekankan dan tuju adalah, bagaimana tiap-tiap individu tetap menjadi pangeran bagi dirinya (amîr nafsih) dan juragan atas hasrat-hasrat liarnya (sayyid syahawâtih) seraya tetap berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama (Al-Bayoumi, 97: 29).
Bagi Ibnu Bajah, hanya dengan cara itu individu dapat terhindar dari “kekejian” struktur dan norma sosial yang berlaku. Dengan perkataan lain, Bajah memberi “senjata” pada tiap-tiap individu, seraya percaya mereka mampu dan mahir menggunakannya. Lebih jauh Bajah menginginkan tiap orang menjadikan dirinya sebagai titik sentral dan selalu saja berkehendak dan bergegas menjadi tauladan yang patut diturut; menjadi penentu norma-norma individu sebagai pengganti kelarutan diri dalam lingkungan sosial itu sendiri (Iraqi, 1998: 114-115).




















DAFTAR PUSTAKA

<p>Your browser does not support iframes.</p> <
Sudarsono, Filsafat Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Mustofa, Filsafat Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia. 1997
Sudarsono, Filsafat Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Ibnu Thufail, Hayy Ibn Yaqzhan Roman Filsafat tentang Perjumpaan Nalar dengan Tuhan. Diterjemahkan oleh: Dahyal Afkal, Bekasi: Menara, 2006.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar