PEMBAHASAN
Pemgertian Masyarakat, Proses Terbentuknya
Dan Tingkatannya
1. Pengertian Masyarakat
Alvin L. Bertrand (1980) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok yang sama identifikasinya, teratur sedemikian rupa di dalam menjalankan segala sesuatu yang diperlukan bagi hidup bersama secara harmonis. Lebih lanjut Bertrand menyebutkan tiga ciri masyarakat;
· Pertama pada masyarakat mesti terdapat sekumpulan individu yang jumlahnya cukup besar.
· Kedua individu-individu tersebut harus mempunyai hubungan yang melahirkan kerjasama diantara mereka, minimal pada suatu tingkatan interahsi.
· Ketiga hubungan individu-individu sedikit banyak harus permanen sifatnya.
Sejalan dengan hal ini Soleman B. Taneko (1984) mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama.
Mengikuti pendapat Soerjono Soekanto (1982) bahwa masyarakat bukan sekedar kumpulan manusia semata tanpa ikatan, akan tetapi terdapat hubungan fungsional antara satu sama lainnya. Setiap individu mempunyai kesadaran akan keberadaannya ditengah-tengah individu yang lainnya. Sistem pergaulan didasarkan kebiasaan atau lembaga kemasyarakatan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. Sejalan dengan hal ini oleh Mac Iver sesuai kutipan Harsodjo (1972) di dalam masyarakat terdapat suatu sistem cara kerja dan prosedur dari pada otoritas dan saling bantu membantu yang meliputi kelompok-kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan.
2. Terbentuknya Masyarakat
Sejalan dengan pemahaman masyarakat diatas maka menurut teori sibernetik tentang General System Of Action (Ankie M.M.. Hoogvelt : 1985) menjelaskan bahwa suatu masyarakat akan dapat dianalisis dari sudut syarat-syarat fungsionalnya yaitu .
1) Fungsi mempertahankan pola (Pettern Maintenance)
Fungsi ini berkaitan dengan hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem kebudayaan. Hal itu berarti mempertahankan prinsip-prinsip tertinggi dari masyarakat, oleh kerena diorientasikan realitas yang terakhir.
2) Fungsi integrasi
Yang mana mencakup jaminan terhadap koordinasi yang diperlukan antara unit-unit dari suatu sistem sosial, khususnya yang berkaitan dengan kontribusinya pada organisasi dan peranannya dalam keseluruhan sistem.
3) Fungsi pencapaian tujuan (Goal Attaindment),
Hal ini menyangkut hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem aksi kepribadian. Fungsi ini menyangkut penentuan tujuan-tujuan yang sangat penting bagi masyarakat, mobilisasi warga masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
4) Fungsi adaptasi
Yang menyangkut hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem organisme perilaku dan dengan dunia fisik organik. Hal ini secara umum menyangkut penyesuaian masyarakat terhadap kondisi-kondisi dari lingkungan hidupnya.
Seperti diketahui bahwa salah satu kekuatan yang dapat mendorong keterbukaan seseorang untuk melakukan perubahan dan perbaikan kehidupannya adalah karena lemahnya ikatan sosial budaya lingkungan sekitar. Dalam hal ini menurut Abdul Syani (1995) nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat tidak mampu memenuhi berbagai kepentingan masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman yang relatif tergantung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kecenderungan berpengaruh pada anggota masyarakat untuk segera dapat melakukan mobilitas baik secara vertikal maupun horisontal.
Menurut Soekanto (1982), selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang berharga, maka hal ini akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem pelapisan dalam masyarakat. Sesuatu yang dihargai didalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesolehan dalam beragama atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat.
Menurut JW.Schoorl (1980) bahwa kelompok-kelompok yang berbeda-beda masing-masing mempunyai kekuatan, kekayaan dan wibawa yang berlainan. Beliau mengartikan stratifikasi sebagai proses atau struktur yang timbul dan tersusun menjadi lapisan-lapisan yang berbeda menurut besarnya prestise atau kekayaan dan kekuatan.
Sesuai uraian diatas oleh Abu Ahmadi (1991) mengatakan bahwa stratifikasi terjadi disegala lapisan masyarakat hanya saja jarak tingkatan yang satu dengan yang lain tidak begitu nampak. Misalnya dalam masyarakat primitif dikenal adanya dukun, kepala suku dan lain-lain sedang di masyarakat Amerika stratifikasi nampak dalam tiga golongan masyarakat seperti; upper class, middle class, dan lower class atau di India Brahmana, Ksatria, Waisa dan Sudra. Masing-masing golongan dilihat oleh Ahmadi mempunyai sifat-sifat dan cara-cara berhubungan yang berbeda-beda.
Menyangkut pokok-pokok pedoman tentang proses terjadinya stratifikasi dalam masyarakat menurut J.R.Robin Williams dalam Abdul Syani (1995) mengatakan :
a) Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi objek penyelidikan.
b) Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur sebagai berikut:
1. Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang dan sebagainya.
2. Sistem pertentangan yang diciptakan warga masyarakat (prestige dan penghargaan).
3. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapatkan berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan;
4. Lambang-lambang status, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi dan sebagainya;
5. Mudah atau sukarnya bertukar status;
6. Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki status yang sama dalam sistem sosial masyarakat :
Faktor utama yang mendorong terjadinya pelapisan dalam masyarakat adalah karena tidak ada keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara anggota-anggota masyarakat. Sistem pelapisan sosial dalam masyarakat ada yang bersifat terbuka dan ada yang bersifat tertutup. Pelapisan sosial yang terbuka kemungkinan anggota masyarakat dapat untuk berpindah dari status satu ke status lainnya berdasarkan usaha-usaha tertentu. Sistem pelapisan terbuka lebih dinamis, dan anggota-anggotanya selalu mengalami kehidupan yang tegang dan was-was, lantaran didalam memperjuangkan cita-citanya itu selalu bersaing dan berebut kesempatan untuk naik status yang jumlahnya relatif terbatas, sebagai akibatnya banyak anggota masyarakat yang mangalami goncangan dan konflik antar sesama.
Pada sistem pelapiasan sosial yag tertutup terdapat pembatasan kemungkinan untuk pindah dari status satu ke status yang lainnya dalam masyarakat. Dalam sistem ini, satu-satunya kemungkian untuk dapat masuk pada status tinggi dan terhormat dalam masyarakat adalah karena kelahiran dan keturunan. Hal ini jelas dapat diketahui dari kehidupan masyarakat yang mengagungkan kasta seperti India misalnya; atau dalam kehidupan masyarakat yang masih mengagungkan paham feodalisme, atau dapat pula terjadi pada suatu masyarakat dimana statusnya ditentukan atas dasar ukuran perbedaan ras dan suku bangsa.
3. Tingkatan dalam Masyarakat
Stratifikasi sosial (Sosial Stratification) atau klasifikasi masyarakat merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkhis).
Sorokin dalam Abdul Syani (1994) memperinci ciri umum adanya pelapisan dalam masyarakat kedalam beberapa bagian, yaitu :
1. Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam berbagai bentuk dan ukuran; artinya strata dalam kehidupan masyarakat dapat dilihat dari nilai kekayaan seseorang dalam masyarakat.
2. Status atas dasar fungsi dalam pekerjaan, misalnya sebagai dokter, dosen, buruh atau pekerja teknis dan sebagainya semua ini sangat menentukan status seseorang dalam masyarakat.
3. Kesolehan seseorang dalam beragama, jika seseorang sungguh-sungguh penuh dengan ketulusan dalam menjalankan agamanya, maka status seseorang tadi akan dipandang lebih tinggi oleh masyarakat.
4. Status atas dasar keturunan, artinya keturunan dari orang yang dianggap terhormat (ningrat) merupakan ciri seseorang yang memiliki status tinggi dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Nor H.M. 1997, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta, Pustaka Setia
Cohen Bruce J. 1983, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Bina Aksara
Craib Ian. 1986, Teori-Teori Sosial Modern; Dari Parson sampai Habermas, Jakarta, Rajawali Pers.
Giddens Anthony dan David Held, 1981, Pendekatan Klasik dan Kontemporer mengenai Kelompok, Kekuasaan, dan Konflik; Teori Sosial Kontemporer, Jakarta, Rajawali Pers.
Kasryno Faisal dan Yoseph F. Stepanek, 1985, Dinamika Pembangunan Pedesaan, Jakarta, PT. Gramedia.
Koentjaraningrat, 1982, Masalah-Masalah Pembangunan; Bunga Rampai Antropologi Terapan, Jakarta, LP3ES.
Laeyendecker L. 1991, Tata, Perubahan, dan Ketimpangan; Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Long, Norman, 1987, Sosiologi Pembangunan Pedesaan, Jakarta, Bina Aksara.
Mubyarto dan Sartono Kartodirdjo, 1988, Pembangunan Pedesaan Di Indonesia, Yogyakarta, Liberty.
0 komentar:
Posting Komentar