SUDAHKAH KITA QONA’AH
ATAS SEMUA PEMBERIAN ALLAH
Qona’ah artinya rela menerima dan merasa cukup terhadap apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang. Qona’ah tidak jauh beda dengan ridho. Segala apapun yang dimiliki oleh orang yang mempunyai sifat qona’ah akan dirasa cukup. Mereka tidak akan merasa kurang, mereka selalu merasa cukup.
Orang kaya yang punya sifat qona’ah akan menerima harta yang ia miliki dengan senang hati, juga tidak membanggakan diri dan tamak. Kalaupun semua hartanya nanti hilang atau lenyap, ia akan menerima dengan hati yang lapang dan senang hati. Kalapun rizki yang ia miliki semaikin hari semakin bertambah, ia pun tidak akan merasa bangga. Semua dari Allah dan akan kembali kepada Allah.
Orang miskin yang mempunyai sifat qona’ah akan selalu puas dengan apa yang ia miliki, walaupun ia sudah berhari-hari tidak makan, ia pun akan merasa cukup, selagi ia kuat menahan rasa lapar dan dahaganya. Secuil rizki yang ia dapat dari tetesan keringat atau dari pemberian orang lain sebanyak mungkin, orang itu akan semakin bersyukur pada Allah SWT.
Dalam realita kehidupan kita, mungkin sifat qona’ah akan terasa dikala kita dalam keadaan miskin dan tidak punya apa-apa sekaligus dibarengi rasa menerima dan tidak rakus. Atau mungkin kita punya argument bahwa qona’ah itu identik dengan fakir atau miskin. Dengan tidak punya apa-apa seseorang merasa lebih mudah merealisasikan qona’ah. Akan tetapi semua itu terlalu sempit. Semua orang bisa melatih dirinya untuk qona’ah, baik itu orang kaya atau miskin, baik itu pejabat tinggi atau buruh rendahan. Qona’ah adalah pemberian Allah.
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya beruntung orang yang masuk islam dengan rizki yang cukup dan ia merasa cukup dengan apa-apa yang yang Allah berikan kepadanya”. (HR. Muslim). Asal kita merasa cukup, merasa puas dan tidak rakus dengan semua kondisi kita niscaya kita akan tergolong orang-orang yang beruntung sesuai dengan yang dijelaskan Rasulullah SAW di atas.
Jika kita seorang pejabat, gaji kita tunggi, hidup kita berkecukupan, kendaraan kita mewah, tempat tinggal kita megah maka cukuplah semua itu kita rasakan. Kita syukuri segala nikmat itu tanpa merasa kurang atau bahkan rakus. Seperti sab da Rasulullah SAW : “
Artinya : “Jadilah engkau orang yang qona’ah niscaya engkau akan menjadi orang paling bersyukur”.
Begitu juga ketika kita dikaruniai harta yang melimpah atau sebaliknya kita diuji dengan kehidupan yang memprihatinkan, mau makan saja kita harus mencari dengan tetesan keringat, tidur pun di kolong-kolong jembatan, tidak ada orang yang peduli, tidak ada orang yang membantu. Maka syukurilah semua itu. Sayyidina sulthonul auliya’ Syekh Abdul Qodir Al-jilani ketika melakukan pengembaraan ke tanah Irak, beliau merasa sangat lapar, tidak ada seorang pun yang ia temui, namun beliau merasa cukup dengan apa-apa yang ada disekitarnya. Pepohonan yang menjulurkan daun hijaunya, aliran airsungai yang begitu deras, bahkan tong-tong sampah tempat pembuangan sisa-sisa makanan menjadi area beliau bersyukur dan menerima pemberian Allah SWT .
Syekh Abu Yazid Al-busthomi ketika mencuci pakaian di tengah padang pasir bersama sahabatnya, beliau kebingungan mencari tempat penjemuran. Sang sahabat berkata : “Gantungkan saja pakaian kita di tembok itu”. Syekh Abu Yazid Al-busthomi menjawab : “Jangan! Jangan kau pakai atau kau pasang kayu di tembok orang lain”. Sang sahabat berkata : “Kita gantung saja pakaian kita di pohon ini”. Syekh Abu Yazid Al-busthomi menjawab : “Jangan! Nanti kita mematahkan ranting-rantingnya”. Sang sahabat berkata kembali : “Kita beber saja di atas rumput ini”. Syekh Abu Yazid Al-busthomi menjawab : “Jangan! Rerumputan ini adalah tempat binatang mencari makan”. Kemudian Syekh Abu Yazid Al-busthomi memajang pakaian itu di punggungnya sendiri agar terkena sinar matahari dan bisa kering kembali.
Sang syekh sangat mensyukuri keberadaan dirinya di dunia ini. Cukuplah sosok dirinya menjadi tumpuan nikmat dari sang kholiq. Beliau tidak pernah merasa kurang sdikitpun, bahkan menjemur pakaian beliau tidak membutukhan banyak sesuatu. Andai beliau memakai tembok atau menggantung pakainnya di pohon atau juga membeber pakainnya di rerumputan niscaya beliau tergolong orang-orang yang tidak menerima pemberian agung dari Allah, karena sekujur tubuhnya masih bisa dipakai untuk menjemur pakainnya. Maka tidaklah beliau butuh atau merasa kurang terhadap orang lain.
Orang yang sudah menanamkan sifat qona’ah dalam dirinya niscaya orang tersebut akan merasa bahwa dialah orang yang paling kaya di dunia ini. Semiskin apa pun dia, sesusah apa pun dia, yang ada dia selalu merasa cukup dan puas atas apa yang ia miliki. Rasulullah SAW bersabda :
Qona’ah adalah sebuah kekayaan yang tidak pernah habis.
Dalam kitab Zabur dikatakan : “Orang qona’ah adalah orang yang paling kaya meskipun dia dalam keadaan lapar”.
Segala sesuatu di dunia kesemuanya deperuntukkan untuk manusia. Bumip pohon, gunung, lautan, hutan, dan semua kekayaan alam yang ada semua untuk makhluk Allah yang paling mulia disisinya yaitu manusia. Lalu tidakkah cukup semua itu? Kita bisa makan satu hari, kita bisa tidur satu jam. Bukankah itu termasuk nikmat agung dari Allah SWT. Tidakkah kita measa cukup? Tidakkah kita merasa puas?
Siapa pun yang menginginkan sesuatu maka Allah pun sudah memberikan semua itu. Sipa yang berharap ketenangan hidupnya maka Allah pun sudah mencukupinya, tapi mengapa kita tidak pernah merasa puas dengan pemberian-pemberian Allah itu? Qona’ah adalah merasa cukup dengan apa yang ada di tangan kita dan tidak menginginkan apa-apa yang tidak ada di tangan. Menurut Muhammad bin Ali At-tirmidzi : “Qona’ah adalah kepuasan jiwa atas rizki yang dijatahkan kepadanya”.
Dalam sebuah cerita menyebutkan, ada seorang laki-laki melihat seorang bijaksana dan bermartabat sedang memakan potongan-potongan sayur yang dibuang di tempat cucian, lalu laki-laki tadi berkata : “andai saja kamu mengabdi pasa shulton niscaya engkau tidak akan pernah makan seperti ini”. Orang bijak tadi menjawab : “dan seandainya kamu mau berqona’ah (apa adanya) memakan sayur-sayur seperti ini niscaya kamu tidak akan mengabdi, disuruh-disuruh dan tunduk pada shulton. Seandainya burung elang itu terbang, ia terlihat sangat gagah dan bebas dari penglihatan pemburu, tapi jika burung elang itu menginginkan bangkai di dasar tanah yang terjerat oleh ikatan tali maka dia akan turun dan mengincar daging itu sehingga dia pun tertangkap dalam jeratan tali tadi.
Begitulah qona’ah, andai kita jalani kita secara lapang dan menerima segala sesuatu yang ada niscaya kita akan menjadi orang yang paling bahagia dan paling kaya di dunia ini. Kita tidak butuh apa pun dan kita tidak butuh siapa pun, cukuplah Allah SWT, yang memberi dan kita menerima dengan hati yang jernih.
Syekh Dzun-nun Al-mishri berkata : “Orang yang qona’ah adalah orang yang selamat dari orang-orang semasanya dan juga orang yang paling jaya di atas semua orang”. Namun perlu diingat, qona’ah tidak membatasi atau bahkan menyumbat orang untuk diam dan tidak mau berusaha, bukan terus menunggu datangnya rizqi atau turinnya emas dari langit, kemudian jika tidak ada kita rela dan menerima apa adanya.
Kita masih tetap wajib mencari nafkah, mencari makan untuk menguatkan diir dalam beribadah. Jika kita seorang penjaga toko maka kita buka took kita itu sendiri, andai kita seorang sopirangkut maka kita nyalakan mobil itu dan memcari penumpang, jika semua itu hasilnya nihil maka kita harus bisa menerima dan mensyukurinya. Begitulah realisasi qona’ah.
Dengan begitu kita akan menemua]kan hikmah yang begitu besar. Kita menyadari betapa maha besarnya Allah yang telah menempatkan di buminya dengan penuh kenikmatan ini. Dan semoga kita semua tergolong menjadi orang-orang yang bersyukur dan rela menerima apa adanya atas pemberian Allah SWT.
DAFTAR RUJUKAN
1. Kitab “Raudhotut Tholibin” Imam Ghozali
2. Terjemah Risalah Qusyairiyah
3. Risalah Sufi Al-qushairi
4. Kifayatul Atqiya’
QONA'AH
18.56 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar