RSS

MAKALAH ILMU HADITS

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Puji syukur dengan tulus kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT . karena berkat rahmat, taufik serta hidayah-Nya tugas makalah dapat terselesaikan dan bisa hadir ditengah-tengah pembaca yang budiman.
Sholawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kepada baginda Muhammad SAW. Beserta sahabatnya hingga akhir zaman, dengan diiringi upaya meneladani yang mulia.
Berbekal dengan keyakinan dan kemantapan, akhirnya makalah yang berjudul ”hadist mustadrok al-hakim” ini dapat kami selesaikan walaupun dengan keterbatasan yang kami miliki. Hal ini menunjukkan bahwa penulis bukankah orang yang sempurna.
Seberkas harapan penulis, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua yang terlibat ataupun yang membacanya,Amin.
Adapun saran dan kritik yang bermanfaat membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan karya-karya kami selanjutnya.




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seluruh umat islam telah menerima paham. Bahwa hadist rosulullah saw. Sebagai pedoman hidup yang utama, setelah Al-quran. Tingkah laku manusia yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak diterangkan cara mengamalkannya, tidak diperincikan menurut petunjuk ayat yang masih mutlak dalam Al-qur’an, hendaklah dicarikan penyelesainnya dalam hadist . Andaikata usaha ini mengalami kegagalan, disebabkan oleh tingkah laku yang akan dicarikan ketentuan hukum dan cara mengamalkannya itu benar-benar belum pernah terjadi di masa Rasulullah saw, hingga memerlukan ijtihad baru untuk menghindari kevakuman hukum dan kebekuan beramal, baru dialihkan untuk mencari pedoman yang lain yang dibenarkan oleh syari’at. Sejarah telah mencatat, bahwa Rasulullah saw. Menyatakan kegembiraannya dan syukur kepada Allah, atas bai’at mu’adz bin jabal, seorang sahabat yang diangkat menjadi duta penuh untuk negeri Yaman, bahwa ia akan berpedoman kepada Al-qur’an, kemudian Al-Hadist dan akhirnya ijtihadnya sendiri.
Lebih tegas lagi, Allah sebagai dzat yang mengutus Rasulullah saw. Untuk menyampaikan amanat-Nya kepada umat manusia, memerintahkan kepada apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya, sebagaiamana yang termaktub dalam surat Al-Hasyr: 7
Ayat Al-qur’an yang semakna dengan ayat tersebut, tidak sedikit jumlahnya.
Rasulullah saw. Memberitahukan kepada umatnya, bahwa dismapinh al-qur’an, juga masih terdapat sejenis dengan al-qur’an, untuk tempat berpijak dan pandangan. Tidak ragu lagi bahwa yang menyamai( semisal) al-quran disini ialah Al-hadist merupakan pedoman untuk diamalkan dan ditaati sejajar dengan Al-qur’an.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan ulumul hadist?
C. Tujuan Peneletian
Untuk mengetahui tentang ulumul hadist.














BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Hadits
هوالعلم بأقوال رسول الله صلعم وأفعاله وتقريراته وهيئته وشكله مع أسا نيدها, وتمييزصحاحها وحسانهاوضعافهاعن خلافهامتنا واسنادا.
“Ilmu pengetahuan tentang sabda, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmainiah Rasulullah SAW. Beserta sanad-sanad (dasar penyadaranya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya, dan kedla’if-annya dari pada lainnya, baik matan maupun anadnya,”.
Ilmu hadits mencakup dua objek kajian pokok, yaitu Ilmu Hadits Riwayat dan Ilmu Hadits Dirayah.
1. Ilmu Hadits Riwayat
هو العلم الذي يقوم علىنقل ماأضيف الى النبي صلى الله عليه وسلم من قول أوفعل اوصفية جلقية اوجلقية نقلا دقيقامحررا.
Yaitu ilmu yang mengkaji pengutipan secara cermat dan akurat segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. Baik berupa sabda, perbuatan, taaqrir, sifat-sifat fisik dan non-fisik.
Dengan demikian, objek kajiannya adalah sabda, perbuatan, taqrir dan akurat. Jelasnya, ia mengkaji penguasaan dan pengutipan setiap hadits. Berusaha keras mengetahui ilmu hadits riwayah ini mengandung pengertian menjaga dan memantabkan sunnah serta menghindari kesalahan mengutip segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. Dengan melakukan usaha seperti ini, sempurnalah usaha mengikuti jejak Nabi SAW. Dan menyelamatkan hokum-hukum yang terkandung didalamnya.
Faedah mempelajari ilmu hadits riwayah, ialah menghindari adanya kemungkinan salah kutib terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Perintis pertama ilmu riwayah, ialah Muhammad bin Syihab Az-Zuhri yang wafat pada tahun 124 H.

2. Ilmu Hadits-dirayah
علم الحديث الخاص بالدراية: علم يعرف منه حقيقة الرواية وشروطها وأنواعها واحكامها وحال الرواة وشروطهم وأصناف المرويات ومايتعلق بهاز.
Ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang darinya dapat diketahui hakikat riwayat, syarat-syaratnya, hukum-hukumnya, keadaan para periwayat, syarat-syarat mereka, kelompok-kelompok riwayat dan hal-hal lain yang berkaitan.
Ilmu hadits-dirayah disebut juga dengan ilmu mushthalahu’l-hadits, ialah: “Undang-undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadits, ssifat-sifat rawi dan lain sebagainya.” Objek ilmu hadits-dirayah, ialah meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matannya). Menurut sebagian ulama, yang menjadi objeknya ialah Rasulullah sendiri dalam kedudukanya sebagai Rasul Allah.
Faedah atau tujuan ilmu ini, ialah untuk menetapkan makbul (dapat diterima) atau mardudnya (tertolaknya) suatu hadits dan selanjutnya untuk diamalkannya yang makbul dan di tinggalkannya yang mardud. Dan menurut sebagian muhadditsin, tujuan mempelajari ilmu ini ialah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat se sukses-suksesnya.
Ulama’ hadits memberikan beberapa sebutan untuk ilmu hadits dirayah, yaitu Ulumul Hadits, Musthalah Hadits, dan Ushulul Hadits. Semuanya bermakna sama, yakni dipergunakan untuk menyebut objek yang sama, yaitu kumpulan kaidah dan masalah yang dipergunakan untuk mengetahui keadaan periwayat dan yang diriwatkan dari segi diterima atau ditolaknya. Dibawah nama-nama itulah para pakar hadits membahas hadits shahih, hasan, dha’if, metode-metode menerima dan menyampaikan hadits (Tahammul Wa ada’ Al-Hadits), Al-Jarh Wa At-Ta’dil dan lain-lain.
Sebenarnya ilmu hadits dirayah lebih luas dari sekedar mengetahui kaidah dan aturan yang memperkenalkan keadaan periwayat dan yang diriwayatkan dari segi diterima atau ditolaknya. Mayoritas pakar hadits, yang mutaqaddimin maupun muta’akhkhirin, diamping memahaminya seperti yang telah disebutkan, juga diperkenan dengan pemahaman kandungan yang diriwayatkan, menggali makna hukumnya, oleh karena itu, ada pakar hadits yang perihatin dengan para penuntut hadits, karena mereka hanya membatasi diri untuk menghafal, menulis dan mengumpulkan jalur-jalur hadits tanpa menghawatirkan, seperti yang dilakukan oleh Ulama’ salaf, keadaan periwayat dan yang diriwayatkan serta hukum-hukum yang dapat digali dari sunnah tersebut.
Bila ada sementara Ulama’ yang mengatakan bahwa penggalian kandungan hukum (hadits) merupakan tugas khusus dari pakar fiqh, dan bahwa tugas pakar hadits adalah sekedar meriwayatkan seperti yang di dengarnya, maka mereka berpendapat bahwa dalam memahami dan mengerti apa yang diriwayatkan ada unsure kelebihan dan kesempurnaan dalam kajian hadits.


B. Rejarah Pertumbuhan Ilmu Hadits
Ilmu dirayah-hadits sejak sejak pertengehan abad III Hijriah sudah mulai dirintis oleh sebagian muhadditsin dalam garis-garis besarnya saja, dan masih tersebar dalam beberapa mushhaf. Baru pada awal abad ke IV, ilmu ini dibukukan dan dijadikan fann (vak) yang berdiri sendiri sendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu yang lain.

C. Perintis-perintis Ilmu Hadits
Sebagai perintis pertama ilmu ini, ialah Al-Qadli Abu Muhammad Ar-Ramahhurmuzy (wafat 360H.), dengan kitabnya yang bernama “Al-muhadditsu’l-fashil.” Tapi kitab tersebut sukar diperolehnya. Kemudian Al-hakim Abu ‘Abdillah An-Nisabury (321-405H.) dengan susunan karyanya yang kurang baik dan tidak tertib. Sesudah itu, Abu Nu’aim Al-thib Abu Bakar Al-baghdady (wafat 463H.) menyusun kitab kaidah tentang tata cara meriwayatkan hadits dengan diberi nama “Al-jami’u Liadabi’sy-syaikhi wa’s sami’.”
Selanjutnya para Muhadditsin setelah Al-Khathib pada menyusun ilmu itu dengan bentuk tersendiri, semisal Al-Qadli ‘Iyadi dengan kitabnya yang bernama “Al-Ilma’ ”dan Abu Hafshin dengan satu juz karyanya yang bernama “maa yasa’u’l-Muhadditsu jahlahu.
Demikian selanjutnya bermunculan kitab-kitab Mushthalahu’l-Hadits dengan bentuk dan system yang berbeda-beda. Ada yang berbentuk nadham (puisi) seperti kitab “Alfiyatu’s-suyuthy” ada yang berbentuk nasar (prosa) ; dan ada pula yang system penguraiannya luas, baik sebagai syarah dari kitab musthalah yang berbentuk nadham, seperti kitab Manhaj Dzawi’n-Nadzar, karya M. Mahfudh At-Tarmusy, maupun sebagai syarah dari kitab mushthalah yang berbentuk natsar seperti kitab At-Taqrid, oleh Imam Suyuthi. Di samping itu ada pula yang system penguraiannya ringkas dan mudah dipahami, semisal kitab Nuhbatu’l-Firya Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalanny.

















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian data diatas maka kami menyimpulkan bahwa Ilmu Hadits ada 2 (dua) macam yaitu Hadits Riwayah dan Hadits Dirayah. Baik hadits riwayah maupun dirayah merupakan ilmu hadits pokok yang saling berkaitan dengan kajian hadits. Kedua ilmu ini tidak dapat dipisahkan, karena tidak mungkin ilmu dadits dirayah ada tanpa adanya limu hadits riwayah begitupun sebaliknya.
Ilmu hadits dirayah mempunyai beberapa sebutan yaitu:
• Ulum al-hadits
• Musthalah al-hadits
• Ushul al-hadits

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar