RSS

MAKALAH ILMU PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Perbandingan Pendidikan
a. Hakikat Ilmu Perbandingan Pendidikan
Sebagai suatu Ilmu Perbandingan Pendidikan tidaklah hanya membahas masalah-masalah sistem pendidikan dan pengajaran yang ada pada suatu negara, Ilmu Perbandingan Pendidikan juga tidak hanya sekedar mengamati sejarah pendidikan di suatu negara atau beberapa negara dengan tujuan mengetahui pokok-pokok permasalahannya. Semua yang tersebut itu hanya merupakan aspek dari Ilmu Perbandingan Pendidikan saja, sedangkan hakikatnya masih belum terungkap. Hakikat Ilmu Perbandingan Pendidikan terletak pada latar belakang yang menimbulkan aspek-aspek yang saling berkaitan.
Oleh karena itu pembatasan pengertian Ilmu Perbandingan Pendidikan harus bersifat komprehensif, sebagai berikut:
1) Ilmu Perbandingan Pendidikan adalah studi tentang sistem pendidikan dan pengajaran beserta problematika-problematikanya dalam negara-negara yang berbeda. Kemudian di usut sampai kepada sebab-sebab sebenarnya yang berada dibalik sistem dan problematika tersebut.
2) Ilmu Perbandingan Pendidikan dapat juga diartikan sebagai studi tentang pendidikan dan pengajaran, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3) Ilmu Perbandingan Pendidikan juga diartikan sebagai studi tentang teori-teori kependidikan dan pengajaran, pengawalan atau penerapan, sehingga diketahui persamaan dan perbedaannya serta mengembalikan kepada latar belakang sumber yang mempengaruhinya.

Jadi yang menjadi inti pokok dalam Ilmu Perbandingan Pendidikan adalah studi tentang sebab-sebab yang menimbulkan problematika kependidikan dan pengajaran, serta sebab-sebab yang dapat menimbulkan persamaan dan perbedaan di antara sistem-sistem yang ada dinegara-negara yang berbeda itu.

B. Persyaratan Pelaku Studi Perbandingan Pendidikan
Para pelaku studi dalam Perbandingan Pendidikan perlu menguasai pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Mengetahui sistem-sistem kependidikan dan pengajaran yang dipelajari, problematika-problematika dalam sistem, dapat dimanfaatkan secara tepat sehingga ia mampu mengaitkan antar sebab dan akibat atau antara komponen sistem itu dengan faktor-faktor yang melatar belakanginya.
2) Mengetahui tentang pemikiran (konsep) dan teori kependidikan yang diamalkannya serta diterapkan dalam masyarakat, akan tetapi hanya dipergunakan sebagai pembantu dalam penganalisa’annya saja.
3) Mengetahui tentang sejarah dari negara yang di studi, namun tidak perlu terpaku pada soal ini, melainkan menjadikan sejarah sekedar untuk mendapatkan penjelasan tentang problema-problema kependidikan yang di studikan.
4) Memiliki pengetahuan yang cukup banyak dan menyeluruh tentang segala hal yang ada hubungannya dengan kehidupan masyarakat yang di studi.
5) Mempunyai kemampuan menghubungkan antara sebab dan akibat serta faktor-faktor kebudaya’an yang ada di balik problema-problema yang nampak dalam sistem kependidikan dan pengajaran yang ada.

C. Ruang Lingkup Studi Ilmu Perbandingan Pendidikan
Untuk lebih memantapkan studi tersebut para ahli telah memberikan pendapatnya tentang ruang lingkupnya, sebagai berikut:
1) J.P. Sarumpet MA.
Meninjau beberapa bagian terpenting dari sistem pendidikan.
a) Ditinjau dari sejarah pendidikannya secara singkat untuk mengetahui sistem apa yang berlaku saat itu.
b) Ditinjau dari administrasi pendidikan terutama dilihat dari segi praktik administrasi dan organisasinya.
2) William W. Brickman
a) Mempelajari sistem pendidikan di negara lain dan penjelasan mengenai permasalahan pendidikan.
b) Menganalisis mengenai latar belakang yang mempengaruhinya.
c) Membandingkan tentang persamaan dan perbedaan antara point a dan b tersebut diatas.
d) Memperbandingkan dan menilai sebab-sebab pokok sebelum dan sesudah dilakukan pemecahan problema-problema yang kontroversial dan yang bersifat biasa.
3) DR. Nazily Shalih dan DR. Abdul Ghani Abud.
a) Segala pengetahuan yang berkaitan dengan sistem pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat yang berbeda.
b) Berbagai teori atau pengetahuan pendidikan seperti filsafat pendidikan, kurikulum, manajemen, budget, metodologi, dan sebagainya.
c) Sejarah pendidikan dari suatu negara, karena sejarah dapat menjelaskan problematika kependidikan untuk masa kini.
d) Kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa yang merupakan latar belakang yang mempengaruhi timbulnya sistem kependidikan yang berbeda antara satu dari yang lainnya.

Bentuk dan segi kemanfa’atan Ilmu Perbandingan Pendidikan adalah sebagai berikut:
1) Akademis Ilmiah: karena studi perbandingan pendidikan telah memiliki kelengkapan studi.
2) Kulturan (kebudaya’an): karena manusia dalam hidup bermasyarakat pada hakikatnya adalah objek dan subjek pembudaya’an adalah pendidikan.
3) Humanistis: karena lebih menitik beratkan tugasnya kepada masalah Interelasi (hubungan) antara faktor-faktor lingkungan hidup dan pengalaman-pengalaman manusia.
4) Kepuasan Intelektuan (akal pikiran): karena tidak semata-mata “membaca” fakta kependidikan yang sedang berlangsung, tetapi memikirkan atau menganalisis dengan cara-cara logis.
5) Keuntungan Operasional: berusaha mempelajari problem-problem kependidikan yang ada di dalam masyarakat.

D. Langkah-Langkah Pembahasan Dalam Studi Perbandingan Pendidikan
Dalam studi perbandingan pendidikan, para pembahas menggunakan berbagai metode diantaranya yang paling mendasar adalah metode kultural, suatu metode yang membandingkan berdasarkan faktor-faktor kebudayaan yang mempengaruhi sistem pendidikan dari negara yang di studi.
Dari metode yang berdasarkan pendekatan kultural ini, berkembang pula berbagai metode yang meliputi:
a) Metode Komprehensif, yaitu suatu metode dengan membandingkan antara dua sistem atau lebih secara menyeluruh dengan meninjau dari semua aspeknya.
b) Metode Ilmiah, yaitu metode yang berkembang setelah Perang Dunia ke II.
c) Metode Isti’arah (pinjaman), yaitu dengan membandingkan perkembangan historis pada periode kedua dari perkembangannya.
d) Metode Filosofis, yaitu suatu cara memperbandingkan sistem pendidikan dengan mengidentifikasikan prinsip-prinsip atau konsep-konsep tentang pendidikan.
e) Metode Deskriptif, yaitu cara memperbandingkan pendidikan berdasarkan fenomena yang ada.

E. Sistem Berfikir Induktif, Deduktif, dan Reflektif
Untuk memperoleh pemecahan atas problema yang di studi itu, diperlukan cara penganalisa’an berdasarkan sistem berpikir logis dan sistematis menurut kaidah-kaidah (ilmu berpikir).
1) Cara Berpikir Induktif
Yaitu cara berpikir berdasarkan fakta-fakta khusus, kemudian makin diarahkan kepada penarikan kesimpulan yang umum.
Sistem berpikir ini mula-mula dikemukakan oleh seorang filosof Inggris bernama Francis Bacon yang hidup pada tahun 1561.
Sistem ini dianggap paling baik dari antara sistem berpikir yang berlaku pada abad pertengahan yaitu cara deduktif atau dogmatis (bersifat mempercayai begitu saja tanpa di teliti secara rational).
2) Cara Berpikir Deduktif
Berpikir secara deduktif dengan mempergunakan sillogisme ini terdiri dari 3 proposisi atau statment. Dua statement yang disebut pertama adalah disebut premise. Premise adalah suatu dasar dari kesimpulan yang hendak diambil. Kesimpulan adalah suatu pernyataan terakhir. Oleh karena itu, statement maupun premise yang dikemukakan haruslah mengandung suatu kebenaran.
3) Cara Berpikir Reflektif
Proses berpikir reflektif berlangsung seperti proses berpikirnya seorang dokter yang melakukan diagnosis terhadap pasien yang menderita suatu penyakit. Proses tersebut berlangsung berturut-turut sebagai berikut:
a) Menetapkan permasalahan (problema) apa yang dianggap paling sulit.
b) Menimbang-nimbang segi-segi yang relevan (berkaitan).
c) Merumuskan hipotesis.
d) Melakukan verifikasi.


F. Sistem Pendidikan dan Latar Belakang Yang Mempengaruhi
Dilihat dari segi perbeda’an dan persama’an faktor dalam sistem kependidikan, maka ada beberapa faktor utama yang menimbulkan perubahan sosial yang berpengaruh kepada perubahan sistem kependidikan yang ada. Faktor-faktor itu meliputi:
a) Urbanisasi dan perkembangan atau pembangunan kota-kota metropolitan.
b) Ledakan pertumbuhan penduduk besar.
c) Kemajuan pesat teknologi.
d) Kemungkinan harapan berusia panjang.
e) Saling ketergantungan hidup antar bangsa.
f) Timbulnya organisasi-organisasi tingkat Internasional.

1) Faktor Historis
Yaitu faktor sejarah pertumbuhan masyarakat ditentukan oleh tiga hal yang saling berkaitan yaitu pendidikan, kemampuan manusia dan pertumbuhan ekonomi.
2) Faktor Geografis
Manusia atau bangsa hidup di suatu lingkungan alam tertentu yang berbeda-beda situasi dan kondisi alamiahnya, maka berbeda pula tuntutan hidupnya.
3) Faktor Kehidupan Ekonomi
Faktor ekonomi lebih mencolok pengaruhnya terhadap sistem kependidikan.
4) Politik Negara
Sistem kependidikan disuatu negara sangat ditentukan oleh sistem politik yang dianut oleh pemerintahan demokratis sekalipun tetap menghendaki sistem kependidikannya menjadi sarana dan wadah pembina’an generasi mudanya sejalan dengan politik demokrasinya.
5) Faktor Kehidupan Agama
Agama yang dipeluk oleh rakyat suatu negara menduduki tempat penting dalam sistem kehidupan masyarakat. Tidak ada satu masyarakat pun dimuka bumi ini yang sama sekali terlepas dari pengaruh agama.
6) Faktor Kesukuan
Pengaruh rasialisme (kesukuan) dibeberapa negara terhadap sistem kependidikan menyebabkan timbulnya pemisah dan perpecahan kehidupan masyarakat atau bangsa kedalam golongan-golongan yang saling berkonfrontasi antara satu sama lain.
7) Tingkat Kemajuan Peradaban
Ada tiga faktor utama yang menjadi modal dasar kemajuan, yaitu:
a) Kemampuan manusia sendiri.
b) Tingkat kependidikan.
c) Pertumbuhan sistem kelembagaan masyarakat.

G. Pendidikan Islam dan Pengembangan Potensi Manusia
Kemunculan modernisme ditandai antara lain oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Dukungan kemajuan iptek juga menjadikan kehidupan manusia bertambah mudah dan praktis.
Manusia berhasil mengembangkan sumber daya alam sebagai modal utama kehidupan. Manusia pun merasa bangga dengan modernisme. Disamping itu manusia juga membanggakan dirinya karena telah mampu melahirkan suatu pencerahan (aufklarung) bagi kehidupan mereka.
Anggapan seperti itu kemudian tidak bisa diterima begitu saja manakala disadari bahwa modernisme justru gagal mengkondisikan kehidupan agar lebih bermakna. Sains dan teknologi misalnya, tidak mampu memberi jawaban atas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan makna (meaning). Sains dan teknologi tidak juga dapat menjawab dari mana dan*hendak kemana manusia hidup.
Sesungguhnya Islam sebagai suatu sistem kehidupan telah menawarkan solusi. Dalam pandangan Islam, problem solving yang paling mendasar bagi persoalan manusia adalah masalah pendidikan. Persoalan manusia, baik berkaitan dengan masalah materi, spiritual, sosial, politik ataupun peradaban akan teratasi sepanjang masalah pendidikan diselesaikan dengan baik. Islam menyebut solusi tersebut dengan istilah al-Tarbiyah al-Islamiyah.
A) Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah suatu usaha untuk melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, baik dari segi jasmani maupun rohani, baik dari kehidupan fisik maupun mentalnya, dalam melaksanakan kegiatannya dibumi ini.
B) Hakikat Manusia
Al-Syaibany menyebut delapan prinsip filosofis tentang manusia, yaitu:
1. Manusia adalah makhluk paling mulia di alam ini.
2. Kemulia’an manusia atas makhluk lain adalah karena manusia diangkat sebagai kholifah Allah.
3. Manusia adalah makhluk berpikir yang menggunakan bahasa sebagai media.
4. Manusia adalah makhluk tiga dimensi yang terdiri dari tubuh, akal dan ruh.
5. Pertumbuhan dan perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan dan lingkungan.
C) Potensi Manusia
Untuk dapat melaksanakan fungsi kekholifahan, manusia dibekali Tuhan dengan berbagai potensi, yang sekaligus sebagai anugerah yang tidak diberikan oleh Tuhan kepada makhluk lain. Potensi-potensi itu dalam bahasa agama disebut Fitrah.
Oleh karena Islam memandang bahwa setiap manusia yang lahir di dunia sudah dibekali dengan potensi (fitrah) yang baik dan suci, maka dapat dikatakan bahwa pandangan Islam ini bersifat optimistik.
D) Pendidikan Islam: Solusi Bagi Pengembangan Potensi Manusia
Pandangan Islam diatas membawa implikasi bahwa andaikan manusia tidak menerima pendidikan, maka dengan sendirinya ia akan menjadi baik, sebab oleh Tuhan, manusia telah dibekali potensi kebaikan. Namun, bila manusia menerima pendidikan, maka aspek pendidikan menjadi faktor penentu apakah orang itu menjadi manusia baik atau buruk, sebagaimana diterangkan di dalam hadits Fitrah yang dikemukakan diatas.
Pendidikan Islam sesungguhnya adalah solusi bagi penyakit yang menimpa manusia modern. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dibangun atas dasar Fitrah manusia, yang senantiasa bertujuan menumbuhkan kepribadian total manusia secara seimbang melalui latihan spiritual, intelektual, rasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh manusia. Pendidikan Islam bahkan memotivasi semua aspek tersebut untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan hidup manusia.

H. Globalisasi dan Tantangan Pendidikan Islam
Globalisasi pada dasarnya merupakan produk dari modernisasi. Era globalisasi merupakan produk pembangunan yang dimotori oleh Barat selaku pemegang konstelasi dunia dalam bidang Iptek dan Ekonomi.
A) Kecenderungan-Kecenderungan Global
Seiring dengan berkembangnya aktivitas manusia era globalisasi pun mengandung banyak kecenderungan. Pengklasifikasian atas kecenderungan yang muncul sangat tergantung pada cara kita memahami dinamika dunia, dan sejauh mana kita merasa terlibat di dalam kondisi global. Sedangkan aspek-aspek sosial politik, yaitu:
1) Informasi yang cepat.
2) Perkembangan Industri.
3) Perubahan Demografi.
4) Perkembangan Ekonomi.
5) Perubahan sistem nilai.

B) Krisis Nilai Masyarakat Global
Kemajuan Barat atau modernisasi Barat tidak terlepas dari kritik. Berbagai kritik justru datang dari bangsa Barat sendiri, pihak-pihak yang justru telah memahami dan menikmati alam kehidupan modern. Sasaran utama kritik tersebut adalah pendewaan aspek rasio yang berlebihan.
Sebagai klimaks dari kritik atas modernitas yang sangat mendewakan rasio, maka pada masa pasca modernisme muncul penghargaan terhadap pandangan hidup perennial yang kian mewarnai pemikiran kaum akademis.
Demikianlah krisis nilai yang terjadi di masyarakat modern. Krisis itu menghendaki reintrospeksi dari penguasa dunia, dalam hal ini adalah negara, yang berperan besar dalam konstelasi dunia. Visi perennial Islam, atau yang disebut visi “kekhalifahan”, perlu dikenalkan dan dikembangkan kembali, pasalnya konsep khalifah dalam Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
C) Pendidikan Islam Sebagai Solusi Alternatif
Harus diakui bahwa negara-negara Islam sekarang ini sebagian besar menganut sistem pendidikan ala Barat, suatu sistem pendidikan yang sesungguhnya “alergi” terhadap nilai-nilai spiritual dan lebih menonjolkan pendekatan kebendaan (material) semata. Dengan kata lain, dalam sistem pendidikan seperti itu, konsep kholifah atau visi perennialisme telah terabaikan.
Sebagaimana modernisasi, globalisasi merupakan keharusan sejarah globalisasi merupakan bagian dari dinamika peradaban manusia. Sementara itu, Islam memandang bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi umat Islam, sehingga Allah menyejajarkan orang menuntut ilmu dengan orang yang berjuang di jalan Allah.
Sebagai keharusan sejarah, globalisasi dan modernisasi sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Globalisasi memang menghendaki keterlibatan semua pihak di dunia. Masalahnya adalah, sebagian besar umat Islam hingga kini masih tergolong sebagai pihak yang kurang diperhitungkan. Dalam hal ini, perlu kiranya dilakukan langkah terobosan. Salah satunya, dan yang paling penting adalah meningkatkan sumber daya umat Islam melalui pendidikan. Model pendidikan yang dianjurkan adalah pendidikan yang mampu mengembangkan konsep khalifah sebagai refleksi dari tujuan keberadaan manusia di muka bumi.

I. Pendidikan Islam, Pluralisme Dan Integrasi Bangsa
A) Islam dan Pluralisme
Sebagai wahyu yang diturunkan bagi manusia, Islam telah menjadi doktrin menyejarah dalam pluralisme keagamaan. Pluralisme tersebut mewujud pada hadirnya berbagai aliran internal keagamaan dalam Islam serta berbagai agama lainnya.
Jadi dalam Islam, pluralisme aliran diterima sebagai kenyataan sejarah. Pluralitas seperti ini adalah gejala yang umum terjadi dalam kehidupan manusia, seperti pluralitas dalam berfikir, berperasaan, bertempat tinggal dan dalam berperilaku.
Dalam hubungannya dengan pluralitas agama, Islam menetapkan prinsip saling menghormati dan saling mengakui eksistensi masing-masing. Islam pada dasarnya adalah agama yang toleran terhadap penganut agama lain.
B) Pendidikan Islam dan Integrasi Bangsa
Upaya untuk memperkokoh integrasi bangsa melalui sumbangan pendidikan Islam perlu dimulai dari pemahaman konteks normatif-teoritis maupun aplikatif-realistis.
Pada prinsipnya, Islam secara normatif-teoritik sangat menjunjung tinggi pluralisme. Hal itu merupakan suatu modal penting bagi kehidupan bernegara dalam bangsa pluralistik, seperti Indonesia dimana Islam merupakan agama mayoritas. Meski demikian, dalam konteks memperkokoh integrasi bangsa, konsep normatif-teoritik yang dimiliki Islam tersebut harus pula dilihat secara realistis dari sisi aplikatifnya di tengah masyarakat.


J. Kebutuhan Pendidikan Bermutu Di Era Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah suatu kesempatan dan juga tantangan umat Islam untuk menyongsong masa depan. Untuk dapat memanfaatkan sebaik-baiknya peluang itu, maka SDM umat Islam harus pula menjadi prioritas.
A) Realitas Umat Islam
Menjadi umat beragama yang mayoritas, sepak terjang umat muslim di Indonesia tentunya mempunyai implikasi yang luas bagi kelangsungan hidup bangsa ini.
Kenyataan menunjukkan bahwa meskipun bangsa ini telah merdeka selama 50 tahun lebih, tetapi realitas sosial kehidupan umat Islam masih memprihatinkan. Atas dasar ini, maka bagi bangsa ini, umat Islam lebih tepat jika dikatakan sebagai umat yang marginal.
Meskipun zaman sudah beralih dari Orde Baru ke Orde Reformasi, tetapi keadaan paramedia (sosial dan ekonomi) rakyat (umat Islam) belum menunjukkan pergeseran ke arah yang positif.
Belum adanya perubahan ke arah yang positif antara lain disebabkan oleh tidak adanya aksi pembelaan oleh pemerintahan sebelumnya terhadap pribumi.
Namun baru sejak awal tahun 1990-an rakyat Indonesia dan utamanya bagi umat Islam merasakan keadaan sosial, ekonomi, dan politik yang lebih demokratis. Itupun belum mengarah keperubahan yang lebih mendasar.
B) Otonomi Daerah: Peluang dan Tantangan
Pada kepemimpinan presiden B.J. Habibie, beliau membuat 3 perundang-undangan. Undang-undang tersebut diharapkan dapat memberi landasan pemerintahan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia umumnya dan bagi umat Islam khususnya. Umat Islam amat berkepentingan atas keberhasilan pelaksanaan ketiga undang-undang tersebut: Keberhasilan berarti pula membawa kemaslahatan bagi umat Islam; sebaliknya, jika pelaksanaannya mengalami kegagalan, maka umat Islam menjadi pihak yang paling banyak menanggung kerugian.
Jelas bahwa kebijakan otonomi daerah merupakan peluang pula bagi umat Islam Indonesia. Dengan otonomi daerah, umat Islam diharapkan dapat memperoleh peluang di berbagai bidang kehidupan untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi. Namun perlu disadari pula bahwa otonomi daerah sekaligus menjadi tantangan umat Islam Indonesia dalam menentukan masa depan “anak cucu”. Apabila tantangan tersebut tidak dihadapi dan disikapi dengan baik, maka akibat-akibat buruknya akan mengancam masa depan “anak cucu”.
Sebagai penutup, dikutipkan pernyataan Futurolog Prancis, Piere Louis Manpertius, yakni sebagai berikut: “Cara utama untuk meramalkan masa depan adalah dengan mengambil manfaat dari keadaan sekarang untuk mengetahui konsekuensi yang paling mungkin dimasa depan”.


REVIEW
BUKU ILMU PERBANDINGAN PENDIDIKAN DENGAN REVITALISASI PENDIDIKAN ISLAM

Dajukan untuk memenuhi tugas akhir UAS mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam II














Dosen Pengampu :
Machnunah Ani Zulfah, MPd.I


Oleh :
Ita Umi Lathifah
2010.02.0641




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “BAHRUL ‘ULUM”
(STAI-BU) TAMBAKBERAS JOMBANG
2011

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar