RSS

MAKALAH SIYASAH MALIYAH

KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الر حيم
الحمد لله حمدا يوافي نعمه بمنه وإفضاله , ويدافع نقمه بعزه وجلاله , ويكافئ مزيده بحسن فعاله , والصلاة والسلام على سيدنا محمد وآله وصحبه وتابعيه في أقواله وأفعاله , ما دام المولى يتفضل على عبيده بنواله.(أما بعد ) :
Alhamdulillahi robbil ‘alamin segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rohmat,hidayah dan inayahNya pada kita semua sehingga sampai saat ini kita semua masih dalam keadaan sehat kuat.
Sholawat dan salam semoga tetap terhaturkan pada junjungan kita nabi agung, penebar rohmat dan penyebar benih kesucian cinta Yaitu Nabi Muhammad SAW. Pun kepada keluarga, para sahabat, tabi,in dan semua kaum muslimin muslimat.
Alhamdulillahirobbil ‘alamin penulis bisa menyelesikan penulisan makalah yang berjudul “ SIYASAH MALIYAH “ yaitu Pendapatan dan Keuangan Negara Islam ini tentunya berbekal pada keyakinan dan kemantapan dan yang terpenting taufiq , hidayah dan ma’unah dari Allah SWT.
Penulis menyad`ri bahwa masih banyak kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan makalah ini. Baik dari segi bahasa, terjemah atau uslub-uslub yang ada. Maka dari itu penulis sangat berharap saran,masukan serta bimbingan dari para pembaca untuk menyumbangkan idenya, partisipasinya dan pikiran-pikirannya
Akhirnya kami hanya mohon pada Allah SWT semoga makalah ini memberi manfa’at pada kita semua dan khususnya pada semua Mahasiswa STAI BU tambakberas Jombang. Sehingga dapat mengantar dan mengkader jiwa-jiwa pemuda yang bermanfa’at,berguna bagi masyarakat bangsa dan Negara. Aamiin ya Robbal “alamin.

Jombang, 12 Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul I
Kata Pengantar II
Daftar Isi III
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang IV
1.2 Rumusan Masalah V
1.3 Tujuan Penulisan V
1.4 Metode Penulisan VI

BAB II PEMBAHASAN
1. Siyasah Maliyah 7
2. Zakat 9
3. Jizyah ( pajak ) 12
4. Harta Ghonimah 13
5. Harta Fai’ 15
6. Pengeluaran / Peruntukan Baitul Maal 17

Daftar Pustaka




BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memang kalau kita menilik ke dalam catatan sejarah Islam, tidak dikenal istilah kata APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dalam Islam, akan tetapi dalam Islam terdapat suatu konsep yang mewujud dalam bentuk lembaga yang tak terpisahkan dalam Struktur Khilafah untuk mengatur penerimaan dan pegeluaran negara yang dikenal dengan Baitul mal (Zallum, 1983). Baitul Mal dalam pengertian ini, telah dipraktekkan dalam sejarah Islam sejak masa Rasulullah, diteruskan oleh para khalifah sesudahnya, yaitu masa Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, dan khalifah-khalifah berikutnya, hingga kehancuran Khilafah di Turki tahun 1924. Gagasan konsep Baitul Mal yang ideal perlu disusun dengan merujuk kepada ketentuan-ketentuan syariah, baik dalam hal sumber-sumber pendapatan maupun dalam hal pengelolaannya.
Berbeda dengan APBN dalam sistem sekuler, Baitul Mal di dalam sistem Khilafah justru lebih dahulu mengandalkan pengelolaan sumber daya alam yang tidak membebani masyarakat yang ternyata menghasilkan potensi pendapatan negara yang sangat besar dan mencukupi pembiayaan negara, sehingga menghutang ke luar negeri tampaknya tidak akan dilakukan oleh Khilafah karena banyaknya bahaya yang akan didapat dari hutang luar negeri.
Bila kita menela’ah potensi pendapatan dari kekayaan alam Indonesia ternyata teramat mencukupi untuk membiayai belanja negara, tetapi ternyata diserahkan kepada asing. Di sektor tambang seperti emas, misalnya, penerimaan Pemerintah dari pembayaran pajak PT Freeport yang menguasai tambang emas di Bumi Papua pada tahun 2009 hanya Rp 13 triliun, plus royalti hanya US$ 128 juta dan dividen sebesar US$ 213 juta. Padahal PT Freeport Indonesia (PTFI) sendiri meraup laba bersih pada 2009 sebesar US$ 2,33 miliar atau setara dengan Rp 22,1 triliun (Inilah.com, 2/12/2009). Itu pun yang dilaporkan secara resmi. Sebab, pada dasarnya kita tidak tahu berapa persis hasil dari emas Papua itu.
Di sektor migas, penerimaan negara juga kecil. Tahun 2010 ini penerimaan migas hanya ditargetkan sekitar Rp 120,5 triliun. Itu tentu hanya sebagian kecilnya. Yang mendapatkan porsi terbesar adalah pihak asing. Pasalnya, menurut Hendri Saparani, PhD, 90% kekayaan migas negeri ini memang sudah berada dalam cengkeraman pihak asing. Tentu, itu belum termasuk hasil-hasil dari kekayaan barang tambang yang lain (batubara, perak, tembaga, nikel, besi, dll) yang juga melimpah-ruah. Sayang, dalam tahun 2010 ini, misalnya, Pemerintah hanya menargetkan penerimaan sebesar Rp 8,2 triliun dari pertambangan umum. Lagi-lagi, porsi terbesar pastinya dinikmati oleh perusahaan-perusahaan asing yang juga banyak menguasai pertambangan di negeri ini. Belum lagi jika negara memperhitungkan hasil laut, hasil hutan dan sebagainya yang selama ini belum tergarap secara optimal.
Karena itu, negeri ini sesungguhnya tidak memerlukan pajak untuk membiayai dirinya. Sebab, dari hasil-hasil SDA saja (jika sepenuhnya dimiliki/dikuasai negara), kas negara akan lebih dari cukup untuk mensejahterakan rakyatnya

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul, latar belakang dan tujuan di atas, maka beberapa konsep yang akan diulas dalam makalah ini adalah pembahasan-pembahasan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pola sekaligus system keuangan, pendapatan dan pengeluaran Negara Islam ?

1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai tujuan yang tergolong dalam tujuan umum dan tujun khusus.
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pola sekaligus system keuangan, pendapatan dan pengeluaran Negara Islam
2. Tujuan khusus
Penulisan makalah ini mempunyai tujuan khusus sebagai berikut :
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqih pada perguruan tinggi STAI BU Tambakberas Jombang.
b. Untuk menambah wawasan serta memenuhi kewajiban sebagai seorang mahasiswa dan remaja yang cinta ilmu baik ilmu agaman atau pun ilmu pengetahuan.
c. Untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim yang wajib mencari ilmu yang berhubungan dengan agama, al–kitab dan al–hadits seta furu’-furu’nya.

1.4 Metode Penulisan dan pembelajaran
Data yang sangat akurat sangatlah dibutuhkan dalam penelitian sebuah makalah, untuk itu dalam proses pengumpulan data, penulis menggunakan metode diantaranya:
1. Observasi
Suatu teknik yang mengamati objek yang dibahas baik secara langsung yaitu dengan membaca contoh-contoh , pola-pola dan system-sistem yang berubungan dengan keuangan Negara atau tidak langsung yaitu dengan mempelajari teori-teorinya.
2. Discussion
Suatu teknik penyampaian yang dilakukan dengan cara “ lecturing brainstorming classroom “ yang dilakukan dalam ruangan serta dipandu oleh dosen ternama mata kuliah ini.
3. Studi pustaka
Pengumpulan data dengan cara memberi informasi dari kitab-kitab islam salafiyah atau internet Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bahasan tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN
SIYASAH MALIYAH
SUMBER PENDAPATAN DAN KEUANGAN NEGARA ISLAM
Islam tidak hanya mengatur sebab-sebab perolehan harta bagi individu, akan tetapi Islam juga mengatur sumber pemasukan dana / harta bagi Baitul Mal. Dalam hal sumber dana Baitul Mal ada dua hal yang harus dibedakan yaitu antara sumber-sumber pendapatan negara dengan sumber-sumber keuangan negara. Dua perkara ini berbeda, kalau sumber-sumber pendapatan negara adalah pos-pos yang memang menjadi hak milik negara (Khilafah) dalam hal perolehan, pengelolaan, dan pendistribusiannya. Sumber pendapatan negara itu adalah pos fa’i & kharaj (meliputi : ghanimah, kharaj, tanah, jizyah, fa’i dan pajak). Sedangkan sumber keuangan negara adalah sumber-sumber pemasukan yang dikelola oleh negara tetapi bukan milik negara, terhadap pos pemasukan ini negara hanya mengelola saja, penggunaan / pendistribusian mutlak untuk kemashlahatan umum. Yang termasuk sumber keuangan negara adalah pos bagian kepemilikan umum. Sedangkan pos zakat diletakkan pada kas khusus Baitul Mal karena hanya diperuntukkan untuk delapan ashnaf yang telah disebutkan dalam Al Qur’an (An Nabhani,1990).
Dalam pos fa’i & kharaj memang meliputi juga pajak. Namun pajak dalam sistem Islam berbeda dengan sistem sekuler. Pajak (dharibah) dalam Islam adalah harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum Muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka pada kondisi Baitul Mal tidak ada uang. Pada dasarnya terdapat pemasukan rutin bagi Baitul Mal. Namun dalam kondisi dimana harta di Baitul Mal tidak mencukupi berbagai pembiayaan yang harus ditanggung oleh negara dan bila tidak dibiayai dapat menimbulkan kemudharatan seperti pembiayaan jihad, pembiayaan industri militer, pembiayaan para fuqara’, orang - orang miskin dan ibnu sabil, pembiayaam gaji, para pegawai yang bekerja untuk kemaslahatan kaum Muslim, pembiayaan untuk kemashlahatan umat, serta untuk keadaan darurat seperti bencana, maka kewajiban pembiayaan itu akan beralih kepada kaum Muslim. Karena Allah mewajibkan negara dan umat untuk menghilangkan kemudharatan yang menimpa kaum Muslim. Rasulullah bersabda ” Tidak boleh ada bahaya (dharar) dan (saling membahayakan).” (Zallum, 2002)
Pajak hanya diwajibkan berdasarkan pada besarnya kebutuhan dan kemampuan memenuhi pembelanjaan negara. Dalam keadaan normal, pajak (dharîbah) sesungguhnya tidak diperlukan. Pajak tidak boleh dipaksakan pengambilannya melebihi kesanggupan, atau melebihi kadar harta orang-orang kaya atau berusaha menambah pemasukan Baitul Mal. Negara tidak boleh mewajibkan pajak tanpa adanya kebutuhan yang mendesak. Demikian pula negara tidak boleh mewajibkan pajak dalam bentuk keputusan pengadlan, atau untuk pungutan biaya di muka (dalam urusan administrasi) negara. Negara juga tidak boleh mewajibkan pajak atas transaksi jual beli tanah, pengurusan surat – suratnya, gedung – gedung, atau timbangan atas barang dagangan. Dengan mewajibkan berarti telah berlaku zhalim dan ini dilarang. Bahkan termasuk dalam tindakan memungut cukai (al-Maksu), seperti sabda Rasulullah saw:
لاَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسِ
Tidak akan masuk surga orang – orang yang memungut cukai.(HR. Hakim)

Secara singkat keuangan Negara Islam dijelaskan dengan table di bawah ini :

1. ZAKAT
Zakat adalah bentuk pensucian diri juga harta yang juga menjadi acuan sifat kepedulian dan kasih sayang satu sama lain. Zakat diwajibkan sejalan dengan diperintahnya puasa. Selain itu, zakat merupakan pokok ajaran Islam sebagaimana syahadat, shalat, puasa, dan haji. Zakat juga merupakan ibadah berdimensi vertikal (hablum minallah) dan sekaligus horizontal (hablum minnas).
Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Alquran. Pada awalnya, Alquran hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
Zakat terbagi atas dua jenis yakni:
• Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
• Zakat maal (harta)
Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.

a. Syarat wajib zakat secara umum
1. Merdeka ( meski kemerdekaannya hanya ½ )
2. Islam
3. Jelasnya Kepemilikan
4. Haul ( 1 tahun ) kecuali dalam 6 hal :
• Tumbuhan
• Barang Tambang
• Rikaz
• Zakat fitrah
• Keuntungan
5. Mencapai 1 nishob

b. Waktu wajibnya Zakat
1. وقت إخراج المقصود
( yaitu waktu mengeluarkan zakat dalam Rikaz dan barang tambang )
Waktunya : setelah memperoleh capaian satu nishob
2. وقت بدوالصلا ح واشتداد الحب
yaitu waktu mengeluarkan zakat Untuk tanaman / buah
Waktunya : jika sudah bersih dan kering
3. Setelah satu haul, seperti zakatnya ;
• Emas perak
• Binatang ternak
• Perdagangan
4. Awal malam hari raya

c. Barang yang wajib di zakati ( Zakat mal )
1. Binatang ternak
a. Unta
b. Sapi
c. Kambing
2. Hasil tanaman
3. Buah buahan
4. Emas perak
5. Barang dagang

2. JIZYAH (PAJAK)
 Pengertian pertama :
Pajak adalah harta cukai atau harta wajib yang harus dikeluarkan oleh orang kafir yang tinggal di daerah orang islam dan mendapat perlindungan dari kaum muslimin.
 Pengertian kedua :
Pajak adalah harta cukai atau harta wajib yang harus dikeluarkan oleh ahli kitab / majusi / yang lain yang ada ikatan perdamain dengan orang islam.
Dari uraian di atas maka bisa disimpulkan bahwa kaum kafir itu terbagi menjadi empat macam :
 Kafir Muaman
 Kafir Mu’ahad
 Kafir Dzimmi
 Kafir Harby

Jizyah merupakan harta umum yang dibagikan untuk kemaslahatan rakyat, dan wajib diambil setiap satu tahun. Hukum jizyah adalah wajib berdasarkan nash Al-Quran. Allah S.W.T. Berfirman :
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ (29)
" Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.." (Surah At- Taubah : 29)
Dari penjelasan ayat di atas menurut sebagian ahli tafsir mendefinisikan Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka.
Abu Ubaid meriwayatkan di dalam kitab “ Al-Amwaal “ dari Hassan bin Muhammad yang mengatakan: Nabi pernah menulis surat kepada Majusi Hajar untuk mengajak mereka memeluk Islam :
"Siapa saja yang memeluk Islam sebelum ini, serta siapa saja yang tidak diambil jizyah atas dirinya: Hendaklah sembelihannya tidak dimakan, dan kaum wanitanya tidak dinikahi."
Orang-orang kafir wajib dikenakan jizyah selagi mereka masih kufur, namun apabila mereka memeluk agama Islam maka jizyah tersebut gugur dari mereka. Jizyah dikenakan atas orang . Maka setiap orang kafir wajib membayar jizyah.
Perkataan jizyah diambil dari perkataan jaza', yang mana jizyah itu diambil karena kekufuran mereka. Oleh kerana itu jizyah tersebut tidak akan gugur hingga mereka memeluk agama Islam. Jizyah juga tidak akan gugur walapun mereka ikut berperang. Ini kerana jizyah itu bukan bayaran untuk melindungi mereka. Jizyah juga tidak akan diambil melainkan dari orang yang mampu saja. Oleh kerana itu jizyah tidak diambil dari orang yang tidak mampu. Disamping itu jizyah diambil dari kaum lelaki saja dan tidak wajib bagi kaum wanita, anak-anak dan juga orang gila. Walaupun wanita tersebut datang ke negara Islam dan sanggup membayar jizyah sebagai bayaran karena ingin menetap di sana, namun jizyahnya tidak wajib diambil , dia akan diterima tinggal di negara Islam dan dia bebas untuk tinggal dimana saja di negara Islam.
Jumlah jizyah ditetapkan mengikut kebijaksanaan dan ijtihad Khalifah. Harus diingat bahawa jizyah itu hendaklah tidak melebihi kemampuan orang yang berhak membayar jizyah. Dari Ibnu Abi Najih yang mengatakan: "Aku bertanya kepada Mujahid: 'Apa alasannya penduduk Syam dikenakan 4 dinar sedangkan penduduk Yaman hanya 1 dinar?' Mujahid menjawab: 'Hal itu haya untuk mempermudah'." (Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari).
Apabila Jizyah dikenakan terhadap orang yang mampu, dan apabila dia keberatan untuk membayarnya, maka dia dianggap mempunyai hutang jizyah. Dia akan diperlakukan sebagaimana orang yang berhutang dalam keadaan yang dia keberatan. Kemudian akan dilihat bagaimana mudahnya.
• Syarat Orang kafir yang membayar Jizyah
1. Baligh
2. Berakal
3. Laki-laki
4. Merdeka
5. Termasuk golongan ahli kitab
• Jumlah Nominal pajak
Walaupun dalam keterangan di atas disebutkan bahwa jumlah nominal pajak atau jizyah yang dikeluarkan itu tergantung pada kebijaksanaan kholifah akan tetapi sebagian ulama’ memberikan batasan-batasan tertentu yang berkaitan dengan pembayaran Jizyah, diantara klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat rendahan : 1 dinar
2. Masyarakat tingkat tengah : 2 dinar
3. Masyarakat kaya / elit : 4 dinar

3. HARTA GHONIMAH
Biasanya, istilah Ghonimah dilekatkan pada kata perang. Bagi pihak yang menang perang, ghonimah (harta rampasan) seringkali menjadi ajang perebutan, terutama bagi mereka yang memiliki kedudukan atau posisi menentukan keputusan. Karena persoalan ghonimah itu pula, tidak jarang menimbulkan perselisihan di antara mereka. Oleh sebab itu, ketika para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw tentang ghonimah yang mereka dapat pada saat Perang Badar, Allah lantas menerangkannya dalam QS Al-Anfal ayat 1 ,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأنْفَالِ قُلِ الأنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
"Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman."
Dalam konteks saat ini
, bagi mereka yang memegang kekuasaan, posisi, dan kedudukan boleh jadi, ghonimah dapat berupa kedudukan, harta, dan fasilitas yang mereka peroleh. Dikarenakan mereka sibuk merebut kedudukan, kekuasaan, harta, dan fasilitas, tak sadar telah membuat mereka tertawan karenanya. Mereka lupa diri bahwa mereka telah menjadi tawanan dari ghonimah yang mereka kejar. Dengan sendirinya, ketika menjadi tawanan, mereka telah menempatkan diri sebagai pengkhianat sebagaimana Allah tegaskan dalam Surat Al-Anfal di atas, yaitu berkhianat kepada rakyat yang memilihnya, karena lebih condong memperkaya diri mereka. Tambahan pula, karena lebih memilih dan mengamankan kekuasaan, posisi, dan kedudukan, mereka tidak berani menyatakan kebenaran. Mereka tidak berani menyalurkan suara hati nurani rakyat. Jika demikian, keadaan tertawan tadi akan dapat merusak aqidah dan keimanan mereka (QS 33:39 dan 2:146)
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا
Artinya : (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.
Di pihak lain, Allah memberikan deskripsi sebaliknya tentang sifat orang-orang beriman sebagaimana diterangkan Allah dalam QS Al-Anfal ayat 74, yaitu,
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia”.
Harta yang diperoleh dari orang kafir dalam peperanganitu diperuntukkan pada :
a. 4/5 (bagi pejuang dalam peperangan)
- 3 : bagi penaik kuda / yang membawa kendaraan
- 1 : bagi orang yang jalan kaki
b. 1/5 (ditasorufkan)
• Pejuang dalam perang (4/5) dengan syarat
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Laki-laki
5. Merdeka
• Ditasorufkan (1/5)
1. Rosul
2. Bani hasyim / bani muthollib
3. Anak yatim
4. Orang miskin
5. Ibnu sabil

4. HARTA FAI’
Harta fai’ adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum Muslim dari harta orang kafir dengan tanpa pengerahan pasukan berkuda maupun unta, juga tanpa kesulitan serta tanpa melakukan peperangan (lihat Kitab Al Ahkam As Sulthaniyah, karya Imam Al Mawardi, Bab Fai dan Ghanimah). Kondisi ini seperti yang terjadi pada Bani Nadhir, atau seperti kejadian lainnya yaitu takutnya orang-orang kafir kepada umat Islam sehingga mereka meninggalkan kampung halaman dan harta benda mereka.
Kaum muslim menguasai segala sesuatu yang mereka tinggalkan, atau bisa juga akibat ketakutan orang-orang kafir sehingga mendorong mereka mengerahkan diri kepada kaum muslim dengan harapan kaum muslim berbuat baik kepada mereka dan tidak memerangi mereka. Hal ini dilakukan mereka disertai dengan penyerahan sebagian dari tanah dan harta benda mereka – contohnya adalah peristiwa yang terjadi pada penduduk Fadak yang beragama Yahudi. Inilah makna fai’ yang dimaksud oleh firman Allah Swt dalam surat al Hasyr, yaitu:
وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلا رِكَابٍ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Hasyr [59]: 6)
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk suatu negeri, maka (harta benda itu) untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil, dan agar supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian (QS al-Hasyr [59]: 7).
Hal ini telah terjadi pada harta Bani Nadlir dan Fadak, yang diperoleh tidak dengan pengerahan pasukan berkuda maupun unta kaum Muslim. Oleh karena itu harta ini benar-benar menjadi milik Rasulullah SAW. Harta ini sebagian dibelanjakan oleh beliau saat masih hidup untuk keperluan keluarganya selama setahun, dan sisanya dijadikan oleh beliau untuk keperluan amunisi dan penyediaan senjata yang akan digunakan dalam perang di jalan Allah. Setelah beliau wafat, Abu Bakar dan Umar melanjutkan apa yang telah beliau lakukan.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Bab Khumus, bahwa Utsman, Abdurrahman bin ‘Auf, Zubair dan Sa’ad bin Abi Waqash meminta izin kepada Umar untuk memasuki rumah kediaman Umar, dan Umar mengizinkannya. Kemudian mereka duduk dengan tenang. Lalu datang Ali dan Abbas yang juga meminta izin masuk, dan Umar mengizinkan mereka berdua. Ali dan Abbas pun masuk, memberi salam lalu duduk. Abbas berkata: “Wahai amirul Mukminin berikanlah keputusan antara aku dan pihak ini - kedua orang ini tengah berselisih dalam hal fai yang diberikan Allah kepada Rasulullah SAW dari harta bani Nadlir. Mendengar hal itu, Utsman dan sahabatnya berkata: “Wahai Amirul Mukminin, buatlah keputusan diantara mereka berdua, agar satu sama lain bisa merasa puas”. Berkatalah Umar: “Kusampaikan kepada kalian dan bersumpahlah kalian dengan nama Allah yang dengan izin-Nya berdiri langit dan bumi. Apakah kalian mengetahui bahwa Rasulullah SAW telah berkata: “Segala sesuatu yang kami tinggalkan tidak diwariskan tetapi menjadi shadaqah”, dan yang dimaksudkannya itu adalah beliau sendiri”.
Berkatalah mereka semua: “Memang benar beliau telah bersabda seperti itu.” Maka Umar berpaling kepada Ali dan Abbas seraya berkata: “Bersumpahlah kalian berdua dengan nama Allah, tahukah kalian berdua bahwa Rasulullah SAW telah bersabda seperti itu?” Mereka berdua menjawab: “Memang benar beliau telah bersabda seperti itu.” Berkatalah Umar: “Maka akan kukabarkan kepada kalian berdua tentang hal ini, yaitu bahwa Allah SWT telah mengkhususkan fai ini kepada Rasul-Nya dan tidak diberikan kepada seorang pun selain beliau.” Kemudian Umar membacakan ayat: “dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka” – sampai firman Allah – “Sesungguhnya Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu”. Hal ini menunjukkan bahwa fai ini benar-benar menjadi milik Rasulullah SAW. Dan demi Allah, harta tersebut dihindarkan dari kalian, tidak diwariskan kepada kalian. Akan tetapi beliau telah memberikan sebagian dari harta tersebut kepada kalian dan membagijannya diantara kalian, sedangkan sisanya oleh Rasulullah SAW dibelanjakan sebagian untuk keperluan keluarganya selama setahun dan sisanya dijadikan oleh beliau tetap menjadi harta milik Allah. Rasulullah telah melakukan hal tersebut selama hidupnya. Bersumpahlah dengan nama Allah, apakah kalian mengetahui hal itu?” Mereka semua menjawab: “Ya.” Selanjutnya Umar berkata: “Kemudian Allah mewafatkan Nabi-Nya SAW, dan saat itu Abu Bakar berkata: “Aku adalah pengganti Rasulullah SAW.” Maka Abu Bakar menahan harta tersebut dan kemudian melakukan tindakan seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dan Allah mengetahui bahwa dia (Abu Bakar) dalam mengelola harta tersebut sungguh berada dalam sifat yang benar, baik, mengikuti petunjuk serta mengikuti yang hak. Kemudian Allah mewafatkan Abu Bakar dan akulah yang menjadi pengganti Abu Bakar. Aku pun menahan harta tersebut selama dua tahun dari masa pemerintahanku. Aku bertindak terhadap harta tersebut sesuai dengan yang telah dilakukan Rasulullah SAW dan Abu Bakar. Selain itu Allah mengetahui bahwa aku dalam mengelola harta tersebut berada dalam kebenaran, kebaikan, mengikuti petunjuk dan mengikuti yang hak.” Demikian seterusnya sampai akhir Hadits ini, dan Hadits ini sangat panjang.
Berdasarkan hal ini maka hukum seluruh fai’ yang diperoleh kaum Muslim dari musuh-musuh mereka tanpa pengerahan pasukan dan peperangan adalah merupakan harta milik Allah yang diambil dari orang kafir, seperti halnya kharaj dan jizyah. Kemudian disimpan di baitul mal kaum Muslim, dibelanjakan untuk mewujudkan kemaslahatan kaum Muslim serta memelihara urusan-urusan mereka. Ini dilakukan menurut pertimbangan khalifah dan diyakini bahwa di dalamnya sunguh-sungguh terdapat kemaslahatan kaum Muslim.
Harta fai’ adalah salah satu pos pendapatan Baitul Mal dalam Daulah Khilafah. Tidak ada hubungannya dengan aktivitas terorisme. Harta fai’ sendiri bisa diperoleh ketika Daulah Khilafah telah ditegakkan. Sebelum Khilafah ada, maka konsep fai’ belum bisa diterapkan. Karena itu termasuk kebijakan negara. Jadi menghubung-hubungkan konsep harta fai’ dengan terorisme dan aktivitas mendirikan negara (apalagi harta fai diartikan sebagai harta hasil perampokan/diperoleh dengan cara tidak halal) itu adalah tindakan memfitnah dan menyerang Islam.
Diantara pembagian dan prosedur pembagian harta Fai’ antara lain :
a. 1/5 (ditashorufkan)
b. 4/5 diperuntukkan bagi :
- Para pejuang perang
- Para pejuang yang sudah gugur
- Hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan orang mu`min

5. PENGELUARAN / PERUNTUKAN BAITUL MAL
APBN dalam sistem sekular, pemasukan dari berbagai sumber dilebur menjadi satu tanpa melihat dari mana asalnya apakah dari kepemilikan umum atau negara, dan memang demikian adanya aturannya setelah semua pemasukan dilebur menjadi satu, baru digunakan untuk berbagai pembiayaan negara. Jadi misalnya, tidak ada peraturan bahwa kalau pemasukan A hanya diperuntukkan untuk pembiayaan A saja contohnya.
Sedangkan dalam konsep Baitul Mal, pendapatan Baitul Mal diperoleh sesuai dengan hukum-hukum syara’, maka peruntukkan / pengeluarannya pun harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh hukum syara’ yang bersifat qathi’ / pasti, diantara pembagan itu sebagai berikut :
a) Bagian fa’i dan kharaj untuk membiayai : seksi dar al-khilafah, seksi mashalih daulah, seksi santunan, seksi jihad, seksi urusan darurat, dan seksi anggaran belanja negara-pengendalian umum-badan pengawas keuangan (BPK). (Zallum, 2000).
b) Bagian pemilikan umum untuk membiayai : seksi jihad, Biro mashalih daulah / pelayanan publik, seksi penyimpanan harta milik umum dan untuk seksi urusan darurat/bencana alam. (Zallum, 2000).
c) Bagian shodaqoh / zakat untuk : seksi jihad fi sabilillahi, seksi penyimpanan harta zakat, 8 golongan ashnaf (Q.S. At-Taubah: 60).
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ ال�$B3َّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, t.t., VIII/ 1
Sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2010/10/28/hukum-seputar-fai/
www.millahmuhammad.blogspot.com)
Syekh Abu Syuja’” Al-Ghoyah wa al-Taqrib”
Syekh Imam Abu Abdul Mu’thy Muhammad Nawawi.”Kasyifatu as-Saja ‘ala Safinati an-Naja”
Syekh Imam Abu Abdul Mu’thy Muhammad Nawawi “ Nihayatu al-Zain “
Ar-Rahbawi, Abdul Qodir. Salat Empat Madzhab “ .2008. Pustaka Litera Antar Nusa : Jakarta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar