BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dana BOS yang merupakan Dana Bantuan Operasional Sekolah ini diluncurkan pada tahun 2005. Dana BOS merupakan sumber dana utama untuk segala macam kegiatan operasional di sekolah. Dana BOS diadakan dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, terutama dalam mewujudkan Wajib Belajar Sembilan Tahun. Dana BOS merupakan konsekuensi kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berkomitmen terhadap dunia pendidikan sebagaimana diamanatkan UUD 1945, dengan mengalokasikan anggaran pendidikan 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sampai saat ini besarnya jumlah anggaran Dana BOS terus mengalami kenaikan secara signifikan. Tahun 2008 alokasi Dana BOS mencapai Rp. 10,5 trilyun. Untuk tahun 2009 terdapat kenaikan hampir 50% lebih besar dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 16 trilyun. Hanya saja Dirjen Mandikdasmen Depdiknas Suyanto saat jumpa pers di gedung Depdiknas Senayan Selasa (5/1/2010) lalu menuturkan, pemerintah tidak akan menaikkan Dana BOS untuk tahun anggaran pendidikan 2010. (Warta Kota 5/1/2010)
Mengingat Dana BOS diadakan untuk tujuan penyediaan dana operasional bagi satuan pendidikan, alokasinya bukan untuk gaji guru, melainkan untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, peralatan penunjang pendidikan, dan biaya tak langsung lainnya. Dengan penyaluran Dana BOS, semua pendidikan dasar wajib menggratiskan para siswa dari pungutan operasional. Selain untuk meningkatkan mutu pendidikan menjadi lebih baik, Dana BOS juga untuk meringankan beban orang tua siswa. Sekolah yang terbukti memungut bayaran dari siswanya akan ditindak tegas. Aturan ini berlaku untuk semua pendidikan dasar, kecuali sekolah berstandar internasional atau rintisannya. Untuk itu Depdiknas sudah menyiapkan mekanisme audit anggaran dan kinerja, untuk mengawasi transparansi penyaluran Dana BOS ini
B. RUMUSAN MASALAH
Dari Latar belakang di atas muncullah suatu permasalahan yakni;
1.Bagaimana pengalokasian dana BOS di beberapa kabupaten atau kota?
2.Bagaimana pendapat pemerintah untuk mengatasi penyelewengan dana BOS ?
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Suatu pekerjaan yang kita lakukan pasti memiliki tujuan yang harus di capai ataupun di mengerti ,juga halnya dengan makalah ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
1.Mengetahui fakta pengalokasian dana BOS.
2.Mengatahui pendapat pemerintah untuk mengatasi penyelewengan dana BOS.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Fakta-Fakta penyelewengan Dana BOS
. Berdasarkan UU 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, telah mengatur bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan masyarakat sebesar minimal 20% dari belanja negara/daerah. Namun, perjuangan 3 tahun para guru dalam wadah PGRI menuntut pemerintah SBY-JK untuk mematuhi UU 20/2003 agar APBN memberi porsi 20% bagi pendidikan tidak dipatuhi pemerintah. Hingga pada Mei 2008, para guru berhasil mengugat APBN pemerintah SBY-JK periode 2009 melalui keputusan MK agar pemerintah SBY-JK mematuhi UU 20/2003 sekaligus menandakan kemenangan para guru (maaf, bukan inisiasi partai/politkus yang gemar mempolitisasi APBN 20% adalah hasil usahanya).
Sebelum Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan para guru pada Mei 2008, akhirnya pemerintah SBY-JK “terpaksa” mematuhi 20% anggaran pendidikan dari APBN. Angka ini meningkat bak disampar petir, karena kita tahu bahwa sektor pendidikan pada tahun 2007 hanya menerima sebesar 11.8% dari APBN (Rp 50.02 triliun). Dan pada tahun 2008 hanya 12% dari APBN (Rp 61.4 triliun). Dan pada tahun 2009, pemerintah baru menganggarkan pendidikan 20% APBN setelah digugat oleh para guru melalui PGRI. Sekali lagi saya tekankan, agar rakyat tidak dibodohi oleh iklan tidak bertanggungjawab karena secara tidak langsung pembuat iklan menghina perjuangan para guru melalui PGRI yang setia selama 3 tahun menggugat APBN yang tidak menganggarkan 20% pendidikan. Inilah politik busuk!
Berikut ini saya sampaikan Buku Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Pendidikan Dasar Lainnya (DPL) TA 2007 dan 2008. Dalam mengaudit hasil laporan dana BOS dan dana pendidikan lainnya, BPK RI mengambil uji sampling pada 4.127 sekolah di 62 kabupaten/kota, serta hasil pengolahan kuesioner yang telah diisi kepala sekolah. Catatan penting : Data penyalahgunaan anggaran ini hanya disampling 4127 sekolah SD/SMP dari sekitar 200.000 SD/SMP. Atau angka tertera hanya mencatat 2% dari total penyalahan anggaran dana BOS.
Dari hasil audit dan pengolahan data di lapangan, maka diperoleh statisik penyelewangan dana BOS dan dan pendidikan dasar lainnya sebagai berikut :
1. Sebanyak 62.85% sekolah tidak mencantumkan penerimaan BOS dan DPL (indikasi korupsi)
• Sebanyak 62,84% sekolah yang disampling tidak mencantumkan seluruh penerimaan dana BOS dan DPL dalam RAPBS dengan nilai Rp 479,96 miliar [TA 2007] dan Rp 144, 23 miliar [TA 2008 semester I]. Padahal salah satu media perencanaan yang dipakai sekolah dalam pengelolaan keuangannya adalah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
• Penyalahan ini disebabkan oleh : 1) petunjuk teknis BOS dalam penyusunan RAPBS tidak mengatur
secara jelas cara penyusunan dan mekanisme pengesahan dari RAPBS menjadi APBS dan 2) Kepala sekolah tidak transparan dalam mengelola dana sekolah.
2. Sebanyak 4.12% sekolah tidak mengratiskan biaya operasional sekolah pada siswa didiknya
• Dari 4.127 sekolah di 62 kabupaten/kota, diperoleh 47 SD (27 SD Negeri dan 20 SD Swasta) dan 123 SMP (95 SMP Negeri dan 28 SMP Swasta) di 15 kabupaten/kota belum membebaskan biaya/iuran bagi siswa tidak mampu di sekolah dan tetap memungut iuran/biaya pendidikan seperti iuran ekstra kurikuler, sumbangan pengembangan sekolah, dan iuran komputer kepada siswa.
3. Dana BOS sebesar Rp28.14 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya (indikasi korupsi)..
• Sesuai dengan peraturan dan perundangan, dana BOS diperuntukkan untuk :
1. pembiayaan seluruh kegiatan Penerimaan Siswa Baru (PSB);
2. pembelian buku tekspelajaran dan buku penunjang untuk koleksi perpustakaan;
3. pembelian bahan-bahan habis pakai, misalnya buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula, kopi dan teh untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah;
4. pembiayaan kegiatan kesiswaan, program remedial, program pengayaan siswa, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya;
5. pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa;
6. pengembangan profesi guru antara lain pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS;
7. pembiayaan perawatan sekolah seperti pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan meubelair dan perawatan lainnya;
8. pembiayaan langganan daya dan jasa;
9. pembayaran honorarium guru dan tenaga kependidikan honorer sekolah;
10. pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin;
11. pembiayaan pengelolaan BOS dan bila seluruh komponen diatas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan jika masih terdapat sisa dana maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran sekolah.
• Penggunaan dana BOS yang dilarang:
1. untuk disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan; dipinjamkan kepada pihak lain; membiayai kegiatan yang bukan merupakan prioritas sekolah;
2. membayar bonus,transportasi, atau pakaian yang tidak berkaitan dengan kepentingan murid;
3. melakukan rehabilitasi sedang dan berat;
4. membangun gedung/ruanganbaru;
5. membeli bahan atau peralatan yang tidak mendukung prosespembelajaran;
6. menanam saham; dan
7. membiayai kegiatan yang telah dibiayai sumber dana pemerintah pusat atau daerah.
• Fakta dilapangan: dari hasil sampling 4127 sekolah terdapat 2054 sekolah (sebesar 49,79%) penerima dana BOS menyalahi penggunaan dana BOS sebesar Rp 28.14 miliar dengan sebagai berikut:
1. Biaya transportasi kegiatan rekreasi kepala sekolah dan guru.
2. Uang lelah kepala sekolah.
3. Biaya pertemuan hari ulang tahun yayasan (biasa terjadi di sekolah swasta yang dikelola yayasan).
4. Dana BOS digunakan untuk membeli laptop, PC desktop, flash disk, dan peripheral komputer lainnya yang tidak terkait langsung dengan murid.
5. Membeli peralatan yang tidak berkaitan langsung dengan murid seperti dispenser, TV, antena parabola, kursi tamu di ruang kepala sekolah, lemari, dan lain-lain.
6. Pembelian voucher hand phone, pemberian uang duka dan karangan bunga acara pisah sambut kepala dinas, pembelian note book dan PC desktop.
7. Melakukan rehab gedung sekolah yang termasuk dalam rehab sedang atau berat.
8. Biaya honor dan transportasi guru untuk kegiatan-kegiatan pengembangan profesi yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau pemerintah daerah lainnya seperti LPMP, SKB, dan Pemda.
9. Dana BOS dipinjamkan sementara untuk membiayai honor guru bantu atau honor guru tidak tetap yang belum dibayarkan oleh pemerintah daerah.
10. Biaya partisipasi HUT Kota/Kabupaten (mengikuti parade HUT kota atau kabupaten).
11. Biaya konsumsi guru dari pagi s.d. siang hari (selain biaya teh, gula, dan kopi seperti diperbolehkan dalam juklak)
• Dengan mengunakan uji sampling (uji petik) 4127 dari sekitar 200 ribu sekolah, maka dana BOS yang tidak digunakan sesuai peruntukan dalam operasional sekolah mencapai Rp 1.4 triliun.
• Dari laporan BPK RI tersebut, mestinya Departemen Pendidikan Nasional (Menteri Bambang Subadyo) berbenah diri mengurusi penyalahan penggunaan anggaran sekolah dan mensosialisasi melalui kepada dinas kabupaten/kota untuk mengimplementasikan dengan tepat anggaran BOS dari uang pajak rakyat+sumber daya alam+ utang negara. Bukan pula dengan melancarkan iklan “sekolah gratis” yang menghabiskan ratusan miliar rupiah.
4. Buku dana BOS buku sebesar Rp562.4 juta tidak sesuai dengan buku panduan BOS (indikasi korupsi) dan senilai Rp656.7 juta belum/tidak dapat dimanfaatkan.
• Dari sampling 4127 SD/SMP di 62 kabupaten/kota, terdapa 134 sekolah di 14 kabupaten/kota senilai Rp 562.4 juta yang menggunakan dana BOS buku untuk membeli buku-buku pelajaran yang tidak sesuai dengan juknis BOS buku. Secara statistik, angka penyalahaan BOS buku ini setara dengan Rp 25 miliar untuk sekitar seluruh SD/SMP di Indonesia.
5. Terjadinya indikasi korupsi sebesar Rp 2.41 miliar dana safeguarding
• Dalam pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan dana safeguarding menunjukkan bahwa pengelolaan dana safeguarding pada Tim Manajemen BOS Provinsi Maluku Utara, Jawa Timur dan Maluku terjadi penyimpangan senilai Rp 2.14 miliar.
• Dalam dokumen pemeriksaan BPK RI, secara jelas menyatakan adanya indikasi korupsi dengan rincian sebagai berikut :
1. Pemasangan iklan safeguarding Maluku Utara diragukan kewajarannya dan diindikasikan merugikan keuangan negara sebesar Rp250,37 juta dan ditambah perjalanan dinas tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar Rp1,32 miliar.
2. Kerugian negara atas kelebihan pembayaran atas pekerjaan penyuluhan dan penyebaran informasi melalui media cetak di Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 749,63 juta.
3. Kemahalan harga atas penayangan iklan di Provinsi Maluku sebesar Rp 88,57 juta.
Sebenarnya ada 12 temuan penyalahan penggunaan anggaran BOS dan DPL dari hasil pemeriksaan BPK RI. Namun dalam kesempatan ini, saya hanya mengambil 5 dari 12 laporan temuan penyalahgunaan anggaran BOS dan DPL yang merugikan negara hingga puluhan bahkan triliun rupiah.
Dalam laporan setebal 93 halaman tersebut juga secara jelas merilis kabupaten/kota yang bermasalah dalam menggurus dana BOS dan DPL. Penyaluran dana BOS ke sekolah-sekolah pada 32 provinsi mengalami keterlambatan 1 sd 66 hari untuk TA 2007 dan 1 sd 60 hari untuk TA 2008, sehingga bank/diknas setempat mendapat keuntungan dari dana ‘tabungan’/bunga setoran yang ditanamkan di bank-bank tersebut..
Begitu juga, penitipan uang pajak senilai Rp1.212,00juta atas DAK Bidang Pendidikan yang diterima sekolah di Kota Jayapura dipergunakan untuk kepentingan lain dan sisa dana penitipan uang pajak sebesar Rp423,18juta belum disetor ke kas negara
Salah satu penyebabnya adalah lemahnya pengorganisasian dan implementasi dari dinas pendidikan kabupaten/kota. Birokrasi masih menjadi biang kebocoran dana negara. Mestinya Depdiknas melalui Mendiknas Bambang S sudah melihat hal ini jauh ke depan dan tidak dengan begitu ambisius melancarkan iklan “sekolah gratis”. Jika Anda memang piawai dalam pendidikan, jangan khawatir Anda akan diangkat sebagai Mendiknas lagi oleh Capres yang menang, tanpa harus memenangkan salah satu capres, karena jelas sekali dana iklan sekolah gratis “bisa” menggunakan dana rakyat.
B.Rekomendasi Pemerintah dalam Mengatasi Penyelewengan Dana BOS
Pada 1 Desember 2010 DPRD DKI menindaklanjutinya dengan membuat Pansus ini. Selain itu, masalah ini sedang dalam penanganan pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan telah menetapkan seorang tersangka. Ke-12 rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta memberikan peringatan tertulis kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta atas terjadinya penyimpangan penggunaan dana BOS dan BOP. Penyimpangan ini terjadi akibat tidak optimalnya pengawasan, pengendalian, dan kurang transparannya penggunaan dana BOS dan BOP.
2. Gubernur DKI menginstruksikan kepada Kepala Dinas Pendidikan DKI agar dalam membuat petunjuk teknis pengelolaan dana bantuan sekolah harus lebih memerhatikan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
3. Gubernur DKI membantu penegak hukum dalam proses hukum projustisia yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan atas penyimpangan penggunaan dana BOS, BOP, RSBI, dan bantuan masyarakat. Dalam proses hukum yang dilakukan tersebut Gubernur DKI dapat menyediakan tenaga bantuan hukum kepada guru dan pegawai DKI yang terkait masalah ini.
Jika ternyata tidak ditemukan unsur melawan hukum, pihak yang berwenang harus memberikan surat perintah penghentian penyidikan/penuntutan (SP3). Dengan demikian, masalah ini mendapat kepastian hukum dan tidak terjadi pengulangaan pemeriksaan masalah yang sama, yang dapat mengganggu tugas guru dan pegawai terkait.
4. Gubernur harus memberikan sanksi adminsitratif yang tegas secara berjenjang kepada Kabid Pendidikan Dasar, Kasudin Pendidikan Dasar, Kasi Pendidikan Dasar, dan pengawas sekolah sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kelalaiannya dalam membimbing dan mengawasi penggunaan dana BOS dan BOP.
5. Kepala Dinas Pendidikan DKI harus dapat memberikan perhatian secara serius atas perkembangan kualitas dan mengajar pada tempat kegiatan belajar mandiri (TKBM) yang ada. TKBM yang melakukan pungutan siswa secara ilegal segera diberi peringatan dan TKBM yang dapat membuktikan peningakatan peserta didik harus diberi penghargaan.
6. Kepala Bidang TK, SD, SMP, PLB memerintahkan kepada kepala sekolah agar lebih memahami peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan dana yang bersumber dari masyarakat dan lebih transparan dalam membuat pertanggungjawabam atas penggunaan dana masyarakat. Kepala sekolah dapat menunjuk salah satu guru untuk pengarsipan dana BOS dan BOP.
7. Kerugian daerah dan negara akibat penyimpangan dana BOS, BOP, RSBI, dan bantuan masyarakat yang disalahgunakan penggunaan dan penyalurannya harus segera disetor ke kas daerah/negara. Kepala Dinas Pendidikan tidak diperkenankan mengeluarkan kebijakan yang memberi toleransi pengembalian dana BOS, BOP, RSBI, dan bantuan masyarakat sampai empat tahun karena hal ini termasuk hukum pidana.
8. Kepala Dinas Pendidikan DKI segera membuat peraturan penggunaan dan penyaluran dana BOS dan BOP secara rinci agar mekanisme pengawasan dapat dilakukan secara efektif dan sistem pertanggungjawaban lebih transparan.
9. Gubernur dan Muspida DKI harus dapat menjamin terlaksananya proses belajar dan mengajar di SDN 12 Rawamangun secara baik dan aman serta menindak tegas pelaku penutupan jalan masuk ke gedung SDN 12 Rawamangun.
10. Kepala Dinas Pendidikan DKI segera membuat syarat dan ketentuan mengenai pola rekrutmen anggota komite sekolah secara transparan agar dapat menghasilkan anggota komite sekolah yang kredibel dan akuntabel. Ketentuan mengenai pola rekrutmen ini juga harus mengatur mekanisme penyelesaian dan perselisihan dapat diselesaikan berdasarkan ketentuan yang ada. Jadi, perselisihan pada komite sekolah di SDN 12 Rawamangun tidak mengganggu belajar-mengajar.
11. Kepala Dinas Pendidikan jangan hanya terfokus pada upaya mengembangkan sekolah RSBI saja, yang membutuhkan pembiayaan sangat besar. Hal ini mengingat masih banyak sekolah di Jakarta yang belum memiliki sarana-prasarana yang baik dan memadai.
12. Kepala Dinas Pendidikan dalam menentukan sekolah penerima dana BOS dan BOP harus berdasarkan data dan evaluasi terhadap kebutuhan riil sekolah tersebut. Jangan sampai terjadi penolakan ketika dana BOS dan BOP akan disalurkan ke sekolah yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
1. Bahwasannya masih ada penyelewengan Dana BOS yang di lakukan oleh oknum-oknum tertentu yang mestiya di berikan kepada sekolah – sekolah lain di suatu daerah atau di beberapa kabupaten.
2. Di dalam situasi yang pelik ini memang pemerintah belum merealisasikan tentang cara mengatasi dari dana BOS tersebut akan tetapi pemerintah telah merekomendasi dari dana BOS tersebut.
B. Saran-saran
1. Bagi pihak sekolah,janganlah menyelewengkan dana BOS yang di berikan pemerintah.
2. Pemerintah seharusnya menindak lanjuti secara tegas tentang masalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http//:www.google.com
MAKALAH PENYELEWENGAN DANA BOS
23.20 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar