BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan remaja dalam era kemajuan teknologi dan informasi semakin mencuat terdengar di telinga membuat kekhawatiran dari pelbagai pihak yang mempunyai misi untuk mencerdaskan anak bangsa sebagai pembuka era baru.
Kecenderung remaja yang sering disoroti oleh para ilmuan tidak lain ialah masalah kedewasaan dalam aspek mental, baik psikologis maupun kognitif. Yang tidak jarang menimbulkan berbagai problem yang tidak hanya berakibat dan berpengaruh terhadap diri mereka sendiri dan lingkungan sekitar dimana mereka berpijak.
Rekayasa sosial yang dominan memberi sangat memberi pengaruh besar terhadap bagaimana mereka menentukan arah hidup sehingga hanya bayangan kehidupan yang tidak menentu yang dijalani, di satu sisi. Di sisi lain memberi dampak yang membebani mental dalam melangkah diri untuk mensosialisasikan bagaimana kiprah yang seharusnya menjadi bagian dari tugas mereka sehingga menjadikan fungsi kedewasaan yang terlambat.
Dari sini memberi inspirasi pada penulis untuk menyelidi faktor yang menjadi penunda terhadap kedewasaan para remaja yang cenderung kuat mendominasi. Maka makalah ini akan sedikit mengulas bagaimana faktor penundaan kedewasaan pada remaja.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep masa Remaja?
2. Bagaimana konsep masa Dewasa?
3. Kenapa faktor keterlambatan kedewasaan terjadi pada Remaja?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Remaja
Tidak ada definisi serta batasan usia yang baku untuk kelompok usia yang biasa disebut remaja. Namun secara umum, remaja biasanya dianggap sebagai kelompok usia peralihan antara anak-anak dan dewasa, kurang lebih antara usia 11 dan 20 tahun. Hilgard menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga aspek penting yang menandai masa remaja: 1) Terjadinya perubahan fisik (berkembangnya hormon dan organ-organ seksual), 2) Adanya pencarian dan pemantapan identitas diri, dan 3) Adanya persiapan menghadapi tugas dan tanggung jawab sebagai manusia yang mandiri.
Fase usia remaja sering dianggap sebagai fase yang sangat tidak stabil dalam tahap perkembangan manusia. G.S. Hall menyebutnya sebagai strum und drang ‘masa topan badai,’ sementara James E. Gardner menyebutnya sebagai masa turbulence (masa penuh gejolak). Penilaian ini tentu berangkat dari realitas psikologis dan sosial remaja.
Remaja dari segi ajaran Islam tidak ditemukan istilah yang berarti
“remaja”. Di dalam Al Qur’an ada kata (al fiyatu, fiyatun) yang artinya orang muda. Hal ini seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam surah Al Kahfi ayat 13, yang berbunyi:
•
13. Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.
B. Konsep Dewasa/Kedewasaan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata dewasa memiliki beberapa varian makna, antara lain: sampai umur; akil balig (bukan kanak-kanak atau remaja lagi) dan matang (pikiran, pandangan, dsb). Adapun makna kedewasaan ialah hal atau keadaan telah dewasa.
Sementara itu, Hurlock memberi keterangan bahwa Masa dewasa adalah periode yang paling penting dalam masa kehidupan, masa ini dibagi dalam 3 periode yaitu: Masa dewasa awal dari umur 21,0 sampai umur 40,0. Masa dewasa pertengahan, dari umur 40,0 sampai umur 60,0. dan masa akhir atau usia lanjut, dari umur 60,0 sampai mati.
Bila disinkronkan antara dua keteranagan di atas, terdapat sangkut paut yang saling memperkuat yang membuat penulis berkesimpulan bahwa masa desawa ini merupakan masa kematangan diri, terutama dalam aspek psikologis, baik berupa cara pandang mapun cara mengambil kebijakan, dan aspek sosial. Dari kematangan ini, masa dewasa menjadi suatu masa yang paling penting dalam perjalanan kehidupan manusia.
Cara pandang di atas, secara esensial tidak jauh berbeda dari arah wawasan islam dalam wacana masa dewasa. Di dalam wacana masa dewasa, di awali dari usia 40 sebagai masa yang paling memiliki nilai tinggi kematangan diri. Hal ini dinyatakan oleh Ali bin Sa’id bin Da'jam sebagai berikut: Usia 40 tahun adalah permulaan tahapan baru. Tahapan kematangan dan kesiapan seseorang dalam segala aspeknya serta sebuah permulaan yang paling sempurna untuk suatu rencana ke depan. Sementara yang menjadi landasan filosofis dari argumen di atas bersumber dari ayat al-Qur’an al-Ahqaf: 15
•
“sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun”
Sudah jelas bahwa masa dewasa merupakan masa puncak kematangan diri manusia dalam pengaktualisasian potensi yang ada di dalam pribadi mereka. Dengan segala kemungkinan untuk menjadikan nilai positif dalam berbagai aspek kehidupan yang membuahkan kepuasan hidup yang bersinergi pada nilai kemanusian.
C. Faktor Keterlambatan Kedewasaan Secara Psikologi pada masa Remaja
Banyak sekali cara untuk mengetahui bagaimana akibat dari suatu keterlambatan dalam aspek Psikologi yang terjadi pada Remaja saat ini. Salah satu contoh yang patut disesalkan ialah persoalan seks. Perilaku seks remaja modern semakin bebas dan permisif. Riset Majalah Gatra beberapa tahun lalu memperlihatkan bahwa 22 % remaja menganggap wajar cium bibir, dan 1,3 % menganggap wajar hubungan senggama. Angka ini memang relatif kecil, tetapi penelitian-penelitian lain menunjukkan angka yang lebih tinggi. Sebagai contoh, 10 % dari 600 pelajar SMU yang disurvey di Jawa Tengah mengaku sudah pernah melakukan hubungan intim.5 Malah penelitian-penelitian sebelumnya juga memperlihatkan angka yang sudah cukup tinggi.
Ketika memasuki usia remaja (puber), setiap anak mengalami perubahan yang sangat signifikan pada fisiknya, terutama yang terkait dengan organ-organ seksualnya. Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan kecanggungan pada diri remaja karena ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tadi. Penyesuaian ini tidak selalu bisa mereka lewati dengan baik, lebih-lebih bila tidak ada bimbingan dan dukungan dari orang tua.
Bersamaan dengan terjadinya perubahan fisik menuju kedewasaan, perubahan yang bersifat psikologis juga dialami oleh remaja. Pada diri mereka mulai muncul perasaan akan identitas diri. Jika pada waktu kanak-kanak mereka tidak pernah berpikir tentang jati diri mereka sendiri, maka pada masa remaja pertanyaan-pertanyaan seperti “siapa diri saya?” dan “apa tujuan hidup saya?” menjadi persoalan yang sangat penting. Ini sebetulnya pertanyaan yang wajar bagi setiap orang yang memasuki usia dewasa, karena pada masa ini mereka sudah harus mulai mandiri, termasuk dalam hal identitas atau jati diri. Persoalannya menjadi serius ketika pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa dijawab dengan baik dan terus berlarut-larut menggelayuti pikiran mereka.
Namun kewajaran yang dialami oleh remaja tersebut hanya semakin berlarut-larut dalam pencarian “Aku” sehingga tak sedikit berimbas pada hilangnya sosok peran orang tua yang sebelumnya mereka idealkan semasa kecil, kini mulai sedikit demi sedkit ingin mereka jauhi, terutama jika orang tua bermasalah. Sehingga Remaja mulai melirik model-model peran dan identitas yang ada di luar keluarganya. Namun, mereka seringkali mengalami kebingungan karena ada begitu banyak pilihan peran dan nilai-nilai yang saling bertentangan satu sama lain, sementara mereka tidak banyak memperoleh bimbingan yang mantap bagaimana seharusnya menentukan pilihan yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Semua itu membawa remaja kepada kondisi yang sangat labil, rentan, dan mudah terpengaruh oleh lingkungannya.
Hal ini semakin dimanfaatkan oleh kaum kapitalis, khususnya para pengusaha bisnis hiburan, berusaha mengambil keuntungan dari kondisi remaja yang labil. Pencarian jati diri remaja dilihat oleh mereka sebagai ”permintaan” (demand) dan peluang bisnis. Mereka pun kemudian memberikan ”penawaran” (supply) berupa artis dan selebritis yang menampilkan identitas semu (pseudo-identity). Remaja tak sekedar mengapresiasi para selebritis karena film atau lagu mereka yang menarik, tapi juga karena para selebritis itu menampilkan model-model identitas yang bisa mereka tiru dan ikuti.
Terlihat bahwa keterhambatan kedewasaan pada remaja merupakan rancangan besar yang dibuat oleh orang-orang yang hanya mementingkan Ego secara struktural sehingga menjadi suatu bagian rekayasa soshal yang tanpa disadari telah di-Iya-kan oleh masyarakat. Dengan kata lain, proses pengkerdilan aspek psikologis pada remaja sangat dipaksakan yang mengakibatkan memudarnya sifat alamiah remaja dalam kematangan psikologis.
Bekenaan dengan ini Tanner mengajukan pertanyaan, ”Apakah ketegangan dan kecemasan pada masa akil baligh itu ditimbulkan oleh alam atau dipaksakan oleh masyarakat?” Ia kemudian menjawab sendiri pertanyaan tadi, ”Bahwa ketegangan dan kecemasan tadi dipaksakan oleh masyarakat dalam negara yang sudah maju, sebab jadwal waktu masyarakat tampaknya tidaklah sinkron dengan jadwal waktu pertumbuhan alamiah manusia.” Jadi, tampak jelas di sini bahwa gejolak masa remaja terjadi karena masyarakat pada negara yang sudah maju telah mengubah jadwal waktu pertumbuhan manusia sesuai dengan kepentingannya, sehingga bertentangan dengan jadwal alamiah yang dimiliki remaja tadi. Dengan kata lain, sifat labil serta gejolak masa remaja merupakan suatu produk kultural, dan tidak bersumber pada sifat-sifat natural manusia.
Tanner melanjutkan penjelasannya, ”Pada masyarakat primitif, tahun-tahun masa kanak-kanak memberikan segala waktu belajar yang diperlukan orang agar dapat menyesuaikan diri dengan kebudayaannya. Akibatnya, kedewasaan seksual dan kedewasaan sosial dicapai hampir bersamaan. Selang waktu antaranya paling lama hanyalah dua atau tiga tahun saja.”
Sarlito Wirawan Sarwono, dalam bukunya Psikologi Remaja, juga menyatakan hal senada. Konsep remaja tidak dikenal pada masa-masa yang lalu. Beliau mengatakan,
“Walaupun konsep tentang anak sudah dikenal sejak abad ke-13, tetapi konsep tentang remaja sendiri baru dikenal secara meluas dan mendalam pada awal abad ke-20 ini saja dan berkembang sesuai dengan kondisi kebudayaan misalnya karena adanya pendidikan formal yang berkepanjangan, karena adanya kehidupan kota besar, terbentuknya ‘keluarga-keluarga’ batih sebagai pengganti keluarga-keluarga besar ….”
Tak cukup hanya memberi penjelasan, James dan Gordon memberikan beberapa bukti dari masyarakat primitif yang diambil dari penelitian antropologis oleh Margaret Mead di kepulauan Samoa dan Papua memperlihatkan bahwa “anak laki-laki menjadi pria dewasa dan anak wanita menjadi wanita dewasa tanpa mengalami kecemasan dan kesukaran emosional yang di Amerika dianggap tak terhindarkan.”
Pada masyarakat primitif yang belum bersentuhan dengan kebudayaan modern, baik sekarang maupun masa lampau, anak-anak memperoleh status kedewasaan mereka tidak lama setelah terjadinya puber. Anak-anak ini, dengan cara yang berbeda-beda, telah dipersiapkan secara psikologis dan sosial untuk memahami dan menerima kedewasaan mereka pada awal atau pertengahan usia belasan tahun mereka. Bahkan, masyarakat-masyarakat primitif pada umumnya memiliki upacara tersendiri untuk ’melantik’ anak-anak mereka sebagai orang dewasa. Dengan demikian, anak-anak itu mengetahui dan mengalami momen kedewasaan sosial mereka secara tegas, setegas momen kedewasaan biologis yang mereka rasakan di masa puber. Yang terpenting dari itu semua, remaja-remaja pada masyarakat primitif tidak mengalami gejolak serta krisis seperti yang dialami remaja-remaja modern.
Jadi dapat dipahami secara jelas bahwa perkembangan kebudayaan telah menunda kedewasaan anak dan menciptakan realitas kelompok usia yang baru, yaitu remaja, yang merupakan peralihan antara kelompok usia anak-anak dan dewasa. Pengamatan atas realitas baru ini kemudian melahirkan konsep tentang remaja sebagaimana yang dipahami masyarakat sekarang ini. Hanya saja, realitas baru yang dibentuk oleh kebudayaan modern ini rupanya juga ikut menyebabkan munculnya berbagai persoalan serta krisis berkepanjangan pada anak usia belasan tahun.
$0ABAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara umum, remaja biasanya dianggap sebagai kelompok usia peralihan antara anak-anak dan dewasa, kurang lebih antara usia 11 dan 20 tahun. Fase usia remaja sering dianggap sebagai fase yang sangat tidak stabil dalam tahap perkembangan manusia. Masa ini dikatakan sebagai strum und drang ‘masa topan badai,’ sebagai masa turbulence.
Remaja dari segi ajaran Islam tidak ditemukan istilah yang berarti “remaja”. Di dalam Al Qur’an surah Al Kahfi ayat 13 ada kata (al fiyatu, fiyatun) yang artinya orang muda.
Masa dewasa adalah periode yang paling penting dalam masa kehidupan, masa ini dibagi dalam 3 periode yaitu: Masa dewasa awal dari umur 21,0 sampai umur 40,0. Masa dewasa pertengahan, dari umur 40,0 sampai umur 60,0. dan masa akhir atau usia lanjut, dari umur 60,0 sampai mati.
Dari arah wawasan islam dalam wacana masa dewasa di awali dari usia 40 sebagai masa yang paling memiliki nilai tinggi kematangan diri yang landasan filosofisnya dari ayat al-Qur’an al-Ahqaf: 15.
Bersamaan dengan terjadinya perubahan fisik menuju kedewasaan, perubahan yang bersifat psikologis juga dialami oleh remaja. Pada diri mereka mulai muncul perasaan akan identitas diri. Pada masa remaja pertanyaan-pertanyaan seperti “siapa diri saya?” dan “apa tujuan hidup saya?” menjadi persoalan yang sangat penting.
Hilangnya sosok peran orang tua yang sebelumnya mereka idealkan semasa kecil, kini mulai sedikit demi sedkit ingin mereka jauhi, terutama jika orang tua bermasalah. Semua itu membawa remaja kepada kondisi yang sangat labil, rentan, dan mudah terpengaruh oleh lingkungannya. Hal ini semakin dimanfaatkan oleh kaum kapitalis, khususnya para pengusaha bisnis hiburan, berusaha mengambil keuntungan dari kondisi remaja yang labil.
Rekayasa sosial yang tanpa disadari telah di-Iya-kan oleh masyarakat mengakibatkan pengkerdilan aspek psikologis pada remaja secara halus sangat dipaksakan terhadap para remaja yang mengakibatkan memudarnya sifat alamiah remaja dalam kematangan psikologis. Dengan ini menunjukkan bahwa ketegangan, kelabilan dan kecemasan para remaja dipaksakan oleh masyarakat, sebab jadwal waktu kedewasaan secara pdikologis para remaja tidaklah sinkron dengan jadwal waktu pertumbuhan alamiah mereka.
Pada masyarakat primitif yang belum bersentuhan dengan kebudayaan modern, baik sekarang maupun masa lampau, anak-anak memperoleh status kedewasaan mereka tidak lama setelah terjadinya puber dengan cara yang berbeda-beda atau bahkan masyarakat-masyarakat primitif pada umumnya memiliki upacara tersendiri untuk ’melantik’ anak-anak mereka sebagai orang dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
Da'jam, Ali bin Sa’id bin. 2203. Misteri Umur 40 Tahun, Solo: Pustaka at-Tibyah.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga.
KBBI Offline Versi 1.1. dengan mengacu atau mengambil dari http//pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/
Kompas. 1 April 2005.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1981. Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja: Sebuah Penelitian Terhadap Remaja Jakarta. Jakarta: CV Rajawali.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2001. Psikologi Remaja. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Syamsuddin, Abin. 2003. Psikologi pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Tanner, James M. dan Gordon Rettray Taylor. 1975. Pustaka Ilmu LIFE: Pertumbuhan. Jakarta: Tira Pustaka.
MAKALAH KESENJANGAN KEDEWASAAN
22.02 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar