BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Men sana in corpore sano adalah ungkapan tepat bagi orang yang peduli terhadap kesehatannya. Ungkapan tersebut tepat pula diartikan sebagai, warganya sehat negara menjadi kuat ekonomi pun meningkat. Dan kini, urusan kesehatan rakyat terutama rakyat miskin menjadi kian penting. Sebab sektor kesehatan merupakan faktor utama keberhasilan pembangunan sebelum sektor pendidikan. Salah satu indikator makmurnya suatu kawasan atau wilayah bisa dilihat dari tingkat kesehatan warganya.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan menguraikan sedikit tentang bentuk-bentuk ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat miskin.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan beberapa masalah :
1. Apa pengertian kesehatan ?
2. Bentuk pelayanan kesehatan apa sajakah yang diterima oleh masyarakat ?
3. Bagaimana pandangan masyarakat tentang pelayanan kesehatan di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
Setiap sesuatu yang ada didunia ini pasti mempunyai tujuan tersendiri tak terkecuali makalah ini, yang pastinya juga mempunyai tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, diantaranya adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari kesehatan,
2. Untuk mengetahui bentuk pelayanan apa sajakah yang diterima oleh masyarakat,
3. Untuk mengetahui komentar masyarakat tentang pelayanan kesehatan di Indonesia,
4. Sebagai pengalaman dalam dunia kepenulisan yang dituntut untuk selalu memberikan asupan terhadap perkembangan kehidupan,
5. Sebagai tugas kelompok untuk memenuhi tugas akhir sebelum UAS mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
KETIDAKADILAN PELAYANAN KESEHATAN DI MATA MASYARAKAT
A. Pengertian Kesehatan
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 memberikan batasan, kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi. Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang paling baru ini memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun social dan bebas dari penyakit dan cacat. Pada batasan yang terdahulu, kesehatan itu hanya mencakup tiga aspek, yakni : fisik, mental dan social, tetapi menurut Undang-Undang No. 23/1992, kesehatan itu mencakup empat aspek yakni fisik (badan), mental (jiwa), social dan ekonomi.
Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan social saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok atau masyarakat. Itulah sebabnya, maka kesehatan itu bersifat holistic atau menyeluruh.
B. Bentuk Pelayanan Kesehatan
Jamkesda adalah suatu program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan berbasis kewilayahan dengan tujuan utama mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
Pemerintah provinsi/kabupaten/kota wajib memberikan kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal. Jadi, dengan adanya program Jamkesda kita patut bangga memiliki pemerintah yang benar-benar memperhatikan urusan kesehatan rakyatnya yang papa.
Dinkes dalam menjalankan kegiatan programnya memiliki kompetensi yang jelas, serta memahami seluk beluk implementasi sektor kesehatan mulai sisi administrasi hingga klaim biaya layanan kesehatan.
Pengelolaan Jamkesda di bawah kendali Dinkes akan menjamin setidaknya negara atau Pemda tidak lari dari tanggung jawab dalam mengurusi kesehatan rakyatnya. Sebab dari Dinkes ini pula semua unsur yang terkait dengan urusan kesehatan rakyat mulai dari penyusunan program kegiatan, usulan penganggaran kepada dewan hingga eksekusi pelayanan kesehatan bisa dijalankan dengan baik.
Namun kini, keseriusan pemerintah mengurusi kesehatan rakyatnya yang papa mesti menghadapi rintangan maha dahsyat berupa ancaman sistematisasi asuransi Jamkesda. Tepatnya adalah pengelolaan Jamkesda nantinya dikelola dengan sistem asuransi akan memunculkan kekhawatiran terjadi pemborosan keuangan besar-besaran, lemahnya kontrol bupati sebagai pimpinan daerah, dan terjadinya penolakan klaim biaya layanan kesehatan hingga penelantaran pasien secara terstruktur. Dengan model asuransi, Pemda bisa cuci tangan bila ada ketidakberesan dalam implementasi pengelolaan klaim biaya layanan kesehatan.
Pemerintah dibuat terlena dengan mantapnya presentasi rekanan dalam memperebutkan peluang mengelola jatah uang rakyat papa. Pada akhirnya mudah ditebak, dalam implementasi Jamkesda sebagai pemenang lelang, rekanan tentu membuat sederet aturan syarat dan ketentuan berlaku. Hal tersebut jelas akan dilakukan pihak rekanan dengan tujuan utama meminimalisasi kerugian. Dan, penerapan model kartu sebagai kendali Jamkesda akan menjadi pilihan paling logis sebab dengan model kartu pengadministrasian dan monitoring-nya relatif mudah, ringkas, efektif, dan uang pun tetap mengalir ke perusahaan.
Kekhawatiran terjadinya pemborosan keuangan pun bisa diketahui, jika dalam satu tahun anggaran terdapat sisa anggaran bisa dipastikan sisa tersebut tidak akan dikembalikan kepada pemerintah. Belum lagi jika muncul persoalan ketidakberesan dalam pengadministrasian pengelolaan Jamkesda seperti penolakan klaim asuransi, maka Pemda tidak bisa langsung jewer, meminta pertanggungjawaban atau memberi peringatan.
Kemudian, kekhawatiran terjadinya penolakan klaim biaya layanan kesehatan hingga penelantaran pasien juga patut memperoleh perhatian. Logikanya sangat sederhana, rekanan adalah pihak swasta di mana dia dalam menjalankan usaha memiliki tujuan memperoleh keuntungan. Semakin sedikit pihak rekanan mengeluarkan klaim biaya layanan kesehatan, maka semakin banyak pula uang yang bisa ditahan. Rekanan akan berusaha mencari celah agar klaim yang dikeluarkan tidak terlalu banyak, seperti alasan penyakit tidak masuk dalam coverage pembiayaan, kongkalikong antara penyelenggara layanan kesehatan dengan rekanan atau bahkan dokter dengan rekanan. Kecurigaan semacam ini cukup wajar sebab sudah nampak bukti nyata betapa perusahaan asuransi kurang dan bahkan tidak berpihak kepada rakyat miskin sedikit pun.
Kini, pemerintah makin dituntut serius menangani kesehatan rakyat dengan tidak menerapkan pola asuransi pada pengelolaan Jamkesda, dan menyerahkan urusan Jamkesda tetap kepada Dinas Kesehatan. Dan ternyata tidak ada manfaatnya menerapkan sistem asuransi dalam pengelolaan Jamkesda. Paparan di atas penting diketahui dan dipahami sebagai bahan masukan oleh seluruh penyelenggara pemerintahan.
C. Pelayanan Kesehatan di Mata Masyarakat
Sudah jatuh tertimpa tangga. Demikian pepatah yang pas ditujukan untuk keluarga miskin yang dibelit kasus kesehatan di Indonesia. Sudah miskin tak punya uang, mendapat pelayanan kesehatan yang buruk lagi. Inilah yang menimpa masyarakat miskin di Indonesia. Kisah tragis dialami Suharni dan Santi berikut dua bayi mereka yang masih tertahan di Rumah Sakit Bersalin Sofa Marwa, Jl. Bina Warga, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Suharni tertahan sejak dua minggu lalu. Mereka tidak sanggung bayar biaya persalinan sebesar Rp 5 juta lebih (Surya, 9/9/2009).
Masyarakat miskin menjadi korban kedua kalinya, sudah miskin dan dimiskinkan oleh kebijakan rumah sakit yang tidak adil, di tambah lagi pelayanan kesehatan yang mengecewakan. Kondisi ini yang memunculkan anekdot sosial “orang miskin di larang sakit”.
Kejadian yang menimpa Bu Suharni dan kawan-kawan yang senasib merupakan potret buruknya pelayanan kesehatan dari rumah sakit terhadap pasien dari keluarga miskin. Perlakuan dan pelayanan kesehatan sungguh sangat mengecewakan dan tidak manusiwi. Para pasien Gakin ”dipaksa” untuk melunasi biaya persalinannya. Tidak tak kalah manusiawi, pihak rumah sakit teganya “menahan” ibu dan bayinya yang tak mampu melunasi biaya persalinannya..
Buruknya pelayanan kesehatan dari rumah sakit juga pernah dialami oleh anak-anak jalanan dari keluarga miskin dampingan Yayasan Arek Lintang (Arek). Menurut Direkturnya, Yuliati Umrah, pihaknya menemukan 37 kasus masyarakat miskin yang bermasalah dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di dua rumah sakit di Surabaya, yakni di RSUD Dr. Soewandi dan Dr. Soetomo. Masyarakat miskin mengalami kesulitan dalam mengakses jaminan kesehatan. Menurutnya, satu Maskin meninggal dunia akibat keterlambatan dan diskriminasi saat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kasus di atas semakin menunjukkan kepada publik, praktik-praktik diskriminasi di institusi kesehatan mulai dari rumah sakit sampai puskesmas masih sering terjadi dan dirasakan Maskin. Akses kesehatan bagi masyarakat miskin kita masih sangat terbatas. Dan persoalan klasik yang dihadapi oleh masyarkat miskin adalah masalah uang. Persoalan uang ini sering kali menjadi “pembeda” dalam pelayanan kesehatan antara orang miskin dengan orang kaya.
Selama ini pemerintah telah membuat program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) untuk Msyarakat Miskin. Program masih ini belum menyentuh secara riil masyarakat misikin. Keluarga miskin masih kesulitan mendapat pelayanan gratis. Saat ini beberapa kab/kota akan mengeluarkan kartu kesehatan untuk keluarga Gakin (green card). Inipun masih menimbulkan masalah dilapangan, karena terjadi diskriminasi. Tidak sedikit Gakin yang belum mendapatkan kartu kesehatan tersebut. Apalagi bagi Gakin yang tidak memiliki KTP sangat kesulitan mendapatkannya. Padahal mereka juga sangat membutuhkan kartu kesehatan untuk mendapatkan layanan kesehatan secara gratis. Prosedur yang telalu rumit dan mbulet inilah yang menyebabkan banyaknya Gakin tidak bisa mendapatkan akses jaminan kesehatan yang baik dan layak.
Satu persoalan lagi, meskipun ada pelayanan gratis bagi Gakin, namun bukan berati persoalan kesehatan bagi Gakin selesai. Gakin masih menghadapi persoalan perlakuan dari petugas rumah sakit atau puskesmas. Secara psikologis, sangat berbeda pelayanan yang diterima oleh Gakin ketika berobat atau periksa misalnya. Pelayanan hanya ala kadarnya. Bahkan ada cemoohan dari sebagian masyarakat yang mengatakan ada uang anda sehat, tak ada uang anda sekarat.
Selain itu, masih juga kita lihat Puskemas sebagai institusi kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat tidak ada dokter jaganya. Ketika masyarakat membutuhkan, dokter puskesmas tidak di tempat. Dan ini akan sangat berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan. Belum lagi kalau misalnya muncul pungutan-pungutan yang tidak jelas alias pungli. Sudah miskin, dimiskinkan lagi oleh pelayanan yang mengecewakan.
Kasus memilukan dan mamalukan tersebut seharusnya menjadi bahan koreksi dan instropeksi dari pemerintah, terutama pihak Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit. Perlakuan diskriminasi dan pelayanan yang buruk akan sangat berdampak sangat serius bagi Gakin. Memperlambat atau bahkan membiarkan pasien maskin dalam keadakan sekarat, tanpa adanya penanganan yang supercepat itu sama saja pihak rumah sakit telah melakukan pelanggaran HAM.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat miskin menjadi korban kedua kalinya, sudah miskin dan dimiskinkan oleh kebijakan rumah sakit yang tidak adil, di tambah lagi pelayanan kesehatan yang mengecewakan. Kondisi ini yang memunculkan anekdot sosial “orang miskin di larang sakit”.
Peristiwa seperti ini juga terjadi di daerah Jombang sendiri yang kebetulan kami sendiri yang merasakan. Kejadian ini pernah terjadi pada bibi dan nenek kami yang sedang sakit. Sebelum kami mendapatkan Jamkesmas dari Dinas Kesehatan, kami masih mendapatkan pelayanan yang cukup memuaskan. Tapi setelah Jamkesmas turun, pelayanan terhadap kami sangat terasa beda dengan sebelumnya. Kami disana bagaikan orang yang cuma numpang tidur saja atau dalam bahasa lain kita seperti dianak tirikan oleh para perawat dan dokter.
B. Saran
1. Bagi para pejabat Dinas Kesehatan harap mengoreksi kinerja para dokter dan perawat yang telah ditugaskan di setiap Puskesmas dan Rumah Sakit yang ada di seluruh pelosok Indonesia.
2. Dan bagi para keluarga miskin yang telah menjadi korban, kami harap kita semua termasuk golongan orang-orang yang ahli sabar dalam menghadapi segala ujian hidup di dunia ini. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
http://ekbis.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=14413
MAKALAH TIDAK ADILNYA KESEHATAN
23.22 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar