SEJARAH PENDIDIKAN
SETELAH KEMERDEKAAN INDONESIA
Kemerdekaan tidak sepenuhnya menyelesaikan berbagai persoalan negara. Kemerdekaan politik sesudah masa penjajahan oleh pemerintah Jepang dan Belanda itu lebih mudah dicapai dibandingkan dengan rekonstruksi kultural masyarakat dan renovasi sistem pendidikan kita, khususnya pendidikan Islam.
Mengamati perjalanan sejarah pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda dan Jepang sungguh menarik dan memiliki proses yang amat panjang. Belanda yang menduduki Indonesia selama 3 ½ abad dan Jepang selama 3 ½ tahun meninggalkan kesengsaraan, mental dan kondisi psikologis yang lemah.
Dengan misi gold, glory dan gospelnya mereka mempengaruhi pemikiran dan ideologi dengan doktrin-doktrin Barat. Akan tetapi kita sepatutnya bangga dengan perjuangan para tokoh Muslim pada masa itu yang berupaya sekuat tenaga untuk mengajarkan Islam dengan cara mendirikan lembaga–lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren, majlis ta’lim dan sebagainya. Dari lembaga inilah kemudian lahir tokoh- tokoh muslim yang berperan besar dalam mewujudkan kemerdekaan dan membela risalah Islam. Materi yang dipelajari menggunakan referensi dan kitab-kitab kuning berbahasa Arab seperti Safinah, Bulughul Marom, dan sebagainya selain itu ilmu jiwa, ilmu hitung pun dipelajari. Pada saat itu disamping menuntut ilmu mereka harus berjuang melawan penjajah.
Itulah sekilas tentang pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Setelah merdeka, bangsa Indonesia merasa mampu menghirup angin segar di negerinya sendiri karena telah terlepas dari penjajahan. Akan tetapi, sikap, watak dan mental bangsa yang terjajah akan menjadi kendala tersendiri bagi perkembangan negara, khususnya pendidikan Islam di Indonesia.
Pendidikan Islam pada masa kemerdekaan ini dapat kita bagi menjadi beberapa periode:
1. Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama (1945-1965)
Revolusi nasional meletus pada tanggal 17 Agustus 1945 dalam bentuk proklamasi kemerdekaan. Dengan inh tercapailah kemerdekaan yang diidam-idamkan oleh rakyat Indonesia. Proklamasi mematahkan belenggu penjajahan dan menciptakan hidup baru di berbagai bidang, terutama di bidang pendidikan dirasakan perlu mengubah sistem pendidikan yang sesuai dengan suasana baru. Pada bulan Oktober 1945 para ulama di Jawa memproklamasikan perang jihad fi sabilillah terhadap Belanda/sekutu. Hal ini berarti memberikan fatwa kepastian hukum terhadap perjuangan umat Islam. Isi fatwa tersebut adalah sebagi berikut:
a. Kemerdekaan Indonesia wajib dipertahankan.
b. Pemerintah RI adalah satu-satunya pemerintah sah yang wajib dibela dan diselamatkan.
c. Musuh- musuh RI (belanda / sekutu), pasti kan menjajah kembali bangsa Indonesia. Karena itu, kita wajib mengangkat senjata terhadap mereka.
d. Kewajiban-kewajiban tersebut diatas adalah jihad fi sabilillah.
Ditinjau dari segi pendidikan rakyat maka fatwa ulama tersebut besar sekali artinya. Fatwa tersebut memberikan faidah sebagai berikut.
1. Para ulama dan santri-santri dapat mempraktekkan ajaran jihad fi sabilillah yang sudah dikaji bertahun-tahun dalam pengajian kitab fikih di pondok atau di madrasah.
2. Pertanggungjawaban mempertahankan kemerdekaan tanah air itu menjadi sempurna terhadap sesama manusia dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Di tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan pendidikan agama itu secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departeman P&K (Depdikbud), Oleh karena itu dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta). Adapun pendidikan-pendidikan agama di sekolah agama ditangani oleh Departemen Agama. Pendidikan agama Islam untuk sekolah umum mulai diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember 1946. Sebelum itu, pendidikan agama sebagai pengganti pendidikan budi pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang, berjalan sendiri-sendiri di masing-masing daerah.
Pada tahun 1950 ketika kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh wilayah Indonesia, maka rencana pendidikan makin*disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh professor Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari departemen P&K hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951 isinya ialah:
a. Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar) di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat misalnya di Sumatera, Kalimantan maka pendidikan Agama diberikan mulai kelas 1 SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah yang lain yang pendidikan agamanya diberikan muali kelas IV.
b. Di sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
c. Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sebanyak 10 orang dalam 1 kelas dan mendapat izin dari orang tua dan walinya.
d. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan menteri pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Pada periode orde lama ini, berbagai peristiwa dialami oleh bangsa Indonesia dalam dunia pendidikan yaitu:
1. Dari tahun 1945-1950 landasai idiil pendidikan ialah UUD 1945 dan falsafah pancasila.
2. Pada permulaan tahun 1949 dengan terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat (RIS), di negara bagian Timur dianut suatu sistem pendidikan yang diwarisi dari zaman pemerintahan Belanda.
3. Pada tanggal 17 agustus 1950 dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan RI landasan idiil pendidikan UUDS RI.
4. Pada tahun 1959 Presiden mendekritkan RI kembali ke UUD 1945 dan menetapkan manifesto politik RI menjadi haluan negara.
5. Pada tahun 1945, sesudah G 30 S/PKI kita kembali lagi melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Di dalam pancasila terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa, di dalam pelaksanaan pendidikan tentu ia akan diberikan kepada siswa ataupun mahasiswa sebagai pelajaran pokok. Sila pertama ini terdapat butir-butir pancasila yang mesti diamalkan. Di sekolah-sekolah didirikan pendidikan moral Pancasila dan salah satu butir sila pertama ini adalah percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran masing-masing. Akan tetapi jika kita cermati sejarah tercetusnya Pancasila khususnya sila pertama ini memiliki sejarah yang merugikan umat Islam dengan dihilangkannya 7 kata pada sila pertama yaitu dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya. Akibatnya pengajaran Islam dan penerapan ajaran dan syariat tidak begitu berkembang secara pesat.
2. Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru (1966-1998)
Sejak ditumpasnya G 30 S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965 bangsa Indonesia telah memasuki fase baru yang diberi nama Orde Baru. Perubahan Orde Lama menjadi Orde Baru berlangsung melalui kerjasama erat antara pihak ABRI atau tentara dan gerakan-gerakan pemuda yang disebut angkatan 1966. Sejak tahun 1966 para pemuda dan mahasiswa melakukan demonstrasi di jalan-jalan sebagian secara spontan sebagian lagi atas perencanaan pihak lain. Mula-mula memprotes segala macam penyalahgunaan kekuasaan sampai protes terhadap Soekarno.
Sebagaimana dikemukakan diatas MPRS pada tahun 1966 telah bersidang. Pada waktu itu sedang dilakukan upaya untuk membersihkan sisa-sisa mental G 30 S/ PKI. Dalam keputusannya bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan. Dengan demikian sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Umum Negeri di seluruh Indonesia.
Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik. Periode ini disebut zaman Orde Baru dan zaman munculnya angkatan baru yang disebut angkatan 66. pemerintah Orde Baru bertekad sepenuhnya untuk kembali kepada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Pemerintah dan rakyat membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan tekad dan semangat tersebut, kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya, makin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya. Dalam sidang-sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga sekarang, selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan pendidikan agama sudah dikembangkan sejak Taman Kanak-Kanak (Bab V pasal 9 ayat 1 PP Nomor 2 Tahun 1989).
Pembangunan nasional memang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian keseimbangan dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara bidang material dan spiritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan seperti ini menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama.
Sasaran pembangunan jangka panjang dalam bidang agama adalah terbinanya keimanan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupan yang selaras, seimbang dan serasi antara lahiriah dan rohaniah, mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong-royong, sehingga bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional.
Ringkasnya bahwa ditinjau dari segi falsafah negara Pancasila dari konstitusi UUD 1945, dan dari keputusan-keputusan MPR tentang GBHN, maka kehidupan beragama dalam pendidikan agama di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945 sampai berakhirnya Pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang Tahap 1 dan memasuki PJP II semakin mantap.
Begitu juga teknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sistem proses belajar mengajar, misalnya tentang materi pendidikan agama diadakan pengintegrasian dan pengelompokan, yang tampaknya lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu.
3. Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Program peningkatan mutu pendidikan yang ditargetkan oleh pemerintah Nrde Baru akan mulai berlangsung pada Pelita VII terpaksa gagal, krisis ekonomi yang berlangsung sejak medio Juli 1997 telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
Dalam bidang pendidikan kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang sudah dimulai sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih demokratis. Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok adalah bagaimana menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi dan tidak banyak yang mengalami putus sekolah.
Dalam bidang ekonomi, terjadi krisis yang berkepanjangan, beban pemerintah menjadi sangat berat. Sehingga terpaksa harus memangkas program termasuk didalamnya program penyetaraan guru-guru dan mentolerir terjadinya kemunduran penyelesaian program wajib belajar 9 tahun. Sekolah sendiri mengalami masalah berat sehubungan dengan naiknya biaya operasional di suatu pihak dan makin menurunnya jumlah masukan dari siswa. Pembangunan di bidang pendidikan pun mengalami kemunduran. Beberapa hal yang menyebabkan program pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan terpenuhi secara maksimal :
1. Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2. Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
3. Munculnya sektor industri yang membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius bagi pendidikan Islam di Indonesia pada masa pembangunan ini.
4. Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak berurutan secara tertib, bahkan terkadang eksklusif dalam dialektik pembangunan sebagaimana tersebut di atas.
Semua hal diatas adalah faktor penyebab dari tidak terpenuhinya beberapa maksud pemerintah dalam menjalankan pembangunan dalam sektor pendidikan agama khususnya bagi Islam. Semua itu sangat memprihatinkan apalagi jika dibiarkan begitu saja tanpa upaya retrospeksi atas kegagalan tersebut.
Yang harus disadari adalah lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan Islam memiliki potensi yang sangat besar bagi jalannya pembagunan di negeri ini terlepas dari berbagai anggapan tentang pendidikan yang ada sekarang, harus diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah banyak melahirkan putra-putri bangsa yang berkualitas. HM. Yusuf Hasyim mengungkapkan betapa besarnya pendidikan Islam di Indonesia hanya dengan menunjukkan salah satu sampelnya yaitu pesantren. Sebagai lembaga pendidikan Islam pesantren dan madrasah-madrasah bertanggungjawab terhadap proses pencerdasan bangsa secara keseluruhan, sedangkan secara khusus pendidikan Islam bertanggungjawab terhadap kelangsungan tradisi keislaman dalam arti yang seluas-luasnya. Dari titik pandang ini pendidikan Islam baik secara kelembagaan maupun inspiratif, memilih model yang dirasakan mendukung secara penuh tujuan dan hakikat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia mukmin yang sejati, mempunyai kualitas moral dan intelektual.
Selama ini banyak dijumpai pesantren-pesantren yang tersebar dipelosok tanah air, terlalu kuat mempertahankan model tradisi yang dirasakan klasik sebagai awal dari sistem pendidikan itu sendiri. Tetapi, pada saat ini sudah banyak pesantren dan madrasah yang modern dengan mengacu kepada tujuan muslim dan memperhatikan tujuan makro dan mikro pendidikan nasional Indonesia, maka penndidikan pesantren akan memadukan produk santri untuk memiliki outputnya (lulusan) agar memiliki 3 tipe lulusan yang terdiri dari:
a. Religius skillfull people yaitu insan muslim yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas, mandiri, iman yang tangguh sehingga religius dalam tingkah dan prilaku, yang akan mengisi kehidupan tenaga kerja di dalam berbagai sektor pembangunan.
b.Religius Community leader, yaitu insane Indonesia yang ikhlas, cerdas dan mandiri akan menjadi penggerak yang dinamis dalam transformasi sosial dan budaya dan mampu melakukan pengendalian sosial (sosial control)
c.Religius intelektual, yaitu mempunyai integritas kukuh serta cakap melakukan analisa ilmiah dan concern terhadap masalah-masalah ilmiah.
4. Pendidikan Islam Masa Depan
Prospek pendidikan Islam pada masa mendatang harus pula dikaji dan diteropong melalui lensa realitas pendidikan Islam di Indonesia yang ada pada hari ini. Melihat kendala yang dihadapi oleh pendidikan nasional, minimal telah terpantul sinar yang juga menggambarkan tentang kondisi pendidikan Islam di Indonesia pada masa kini. Adapun kendala tersebut berupa:
a. Kurikulum yang belum mantap, terlihat dari beragamnya jumlah presentasi untuk pelajaran umum dan agama pada berbagai sekolah yang berlogo Islam.
b. Kurang berkualitasnya guru, yang dimaksud disini adalah kurang kesadaran professional, kurang inofatif, kurang berperan dalam pengembangan pendidikan dan kurang terpantau.
c. Belum adanya sentralisasi dan disentralisasi.
d. Dualisme pengelolaan pendidikan yaitu antara Depag dan Depdikbud.
e. Sisa-sisa pendidikan penjajahan yang masih ditiru seperti penjurusan dan pemberian gelar.
f. Kendali yang terlalu ketat pada pendidikan tinggi.
g. Minimnya persamaan hak dengan pendidikan umum.
h. Minimnya peminat sekolah agama karena dipandang prospeknya tidak jelas.
Beberapa strategi yang perlu dicanangkan untuk memprediksi pendidikan Islam masa depan adalah sebagai berikut.
1. Strategi sosial politik
Menekankan diperlukannya merinci butir-butir pokok formalisasi ajaran Islam di lembaga-lembaga negara melalui upaya legal formalitas yang terus menerus oleh gerakan Islam terutama melalui sebuah partai secara eklusif khusus bagi umat Islam termasuk kontrol terhadap aparatur pemerintah. Umat Islam sendiri harus mendidik dengan moralitas Islam yang benar dan menjalankan kehidupan islami baik secara individu maupun masyarakat.
2. Strategi Kultural
Dirancang untuk kematangan kepribadian kaum muslimin dengan memperluas cakrawala pemikiran, cakupan komitmen dan kesadaran mereka tentang kompleksnya lingkungan manusia.
3. Strategi Sosio cultural
Diperlukan upaya untuk mengembangkan kerangka kemasyarakatan yang menggunakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam.
5. Tujuan Pendidikan Agama Islam berdasarkan jenjang pendidikan
Tujuan untuk jenjang pendidikan MI /SD dan MTS / SLTP meliputi;
1). Tumbuhnya keimanan dan ketaqwaan dengan mulai belajar Al-Qur’an dan praktek-praktek ibadah secara verbalistik dalam rangka pembiasaan dan upaya penerapannya.
2). Tumbuhnya sikap beretika melalui keteladanan dan penanaman motifasi.
3). Tumbuhnya penalaran (mau belajar, ingin tahu senang membaca, memiliki inofasi, dan berinisiatif dan bertanggung jawab).
4). Tumbuhnya kemampun berkomunikasi sosial.
5). Tumbuh kesadaran untuk menjaga kesehatan.
Sedangkan tujuan pendidikan pada jenjang MA/SLTA meliputi:
1). Tumbuhnya keimanaan dan ketaqwaan dengan memiliki kemampuan baca tulis Al-qur’an dan praktek-praktek ibadah dengan kesadaran dan keikhlasan sendiri.
2). Memiliki etika.
3). Memiliki penalaran yang baik.
4). Memiliki kemampuan berkomunikasi sosial.
5). Dapat mengurus dirinya sendiri.
Dan tujuan Pendidikan Tingkat Tinggi di dalam penguasaan ilmu pendidikan dan kehidupan praktek ibadahnya bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi telah memiliki kemampuan untuk menyebarkan kepada masyarakat dan menjadi teladan bagi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/2911005/pendidikan-pasca-kemerdekaan.
MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN
21.53 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar