RSS

BUKU MUTIARA TAUHID

Ustadz Ali Ridwan


Mutiara Ilmu
Tauhid


PP. Kyai Mojo
Petengan Tambakrejo
Jombang

Muqoddimah Kitab

Mabadi ( Permulaan ) Ilmu Tauhid
Perkataan ' Mabadi ' itu bahasa Arab jama' dari perkataan mabda' yang Berarti : Punca / permulaan terbit . Maksudnya keterangan yang ringkas atau tujuan suatu ilmu sebelum membaca atau belajar ilmu itu. Disebut juga Pembukaan sesuatu ilmu. Mabadi ilmu tauhid itu ada sepuluh perkara :
a) Nama ilmu ini :
Yaitu dinamakan Ilmu Tauhid , Ilmu Kalam , Ilmu Usuluddin, Ilmu 'Aqaid, Ilmu sifat dan Al-Iman.
b) Tempat mengambilannya :
Yaitu diambil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
c) Kandungannya :
Yaitu mengandung pengetahuan tentang hal yang membahas ketetapan, pegangan, kepercayaan kepada Allah dan kepada rasul-rasulnya dari beberapa kesimpulan, dalil-dalil supaya diperolehi I'tikad yang yakin, kepercayaan yang tak terputus .
d) Tempat bahasannya ( Maudhu'nya ) ada empat bahasan :
• Pertama : dzat Allah Ta'ala dari segi sifat-sifat yang wajib bagiNya, Sifat-sifat yang mustahil atasNya dan sifat yang jaiz bagiNya.
• Kedua : Dzat Rasul-rasul dari segi sifat-sifat yang wajib bagiNya, Sifat-sifat yang mustahil atasNya dan sifat yang jaiz baginyanya.
• Ketiga : Segala kejadian dari segi jirim-jirim dan aradh-aradh yang mana menjadi dalil dan bukti atas wujud yang menjadikannya.
• Keempat : Segala pegangan dan kepercayaan dengan kenyataan yang didengar dari perkhabaran Rasulullah seperti hal-hal perkara ghaib contohnya arsy , syurga , mahsyar ,neraka dan lain-lain tentang hari Qiamat.
e) Faedah Ilmu Tauhid
Yaitu dapat mengenal Allah s.w.t. dan percaya pada rasul serta mendapat kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat yang kekal.
f) Nisbah ilmu Tauhid dengan ilmu-ilmu yang lain :
Ilmu yang merangkumi ilmu asas di dalam ajaran Islam dan yang paling utama sekali.
g) Pencetus :
Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi. Dan orang yang pertama menerima ilmu Tauhid dari Allah Ta'ala ialah nabi Adam a.s. dan yang akhir sekali ialah Sayidina Muhammad s.a.w.
h) Hukum mempelajarinya :
Yaitu fardhu A'in atas tiap-tiap orang mukallaf laki-laki atau perempuan mengetahui sifat-sifat Allah s.w.t. dengan cara ijmal ( ringkas ) dan dengan cara tafsil ( uraian atau satu persatu ) berserta dengan dalil ijmal . Adapun mengetahui dalil tafsil itu fardhu kifayah .
i) Kelebihannya :
Yaitu semulia-mulia dan setinggi-tinggi ilmu atas ilmu-ilmu yang lain karena menurut hadith Nabi Muhammad s.a.w. yang artinya : " Sesungguhnya Allah s.w.t. tidak memfardhukan sesuatu yang lebih afdhal dari mengEsakan Allah dan ada sesuatu itu lebih afdhal dari padanya ,niscaya tetaplah telah difardhukan atas MalaikatNya padahal setengah dari Malaikat-malaikat itu ada yang rukuk selama-lamanya dan setengahnya ada yang sujud selama-lamanya." ( Riwayat Hakim )
j) Faidah/fadhilah ilmu ini :
Yaitu dapat membedakan antara 'aqaid dan kepercayaan yang sah dengan yang batil.

BAB I
Pengertian Tauhid
Tauhid (bahasa Arab: توحيد) merupakan konsep peng-esahan tuhan dalam Islam yang mempercayai bahwa Tuhan itu hanya satu yaitu Allah SWT. Tauhid ialah asas Aqidah. Dalam bahasa Arab, "Tauhid" berarti "penyatuan", sedangkan dalam Islam, "Tauhid" berarti "menegaskan penyatuan dengan Allah". Lawan Tauhid ialah "mengelak dari satu tuhan",menganggap bahwa masih ada tuhan selain Allah dan dalam bahasa Arab dan merujuk kepada "penyembahan berhala".
Tauhid menurut bahasa artinya mengetahui dengan sebenarnya bahwa Allah itu Ada lagi Esa (maha satu). Menurut istilah, tauhid ialah satu ilmu yang mempelajari tentang wujudullah (adanya Allah) dengan sifat-Nya yang wajib, mustahil dan jaiz (harus), dan membuktikan kerasulan para rasul-Nya dengan sifat-sifat mereka yang wajib, mustahil dan jaiz, serta membahas segala hujjah terhadap keimanan yang berhubung dengan perkara-perkara sam’iyat, yaitu perkara yang diambil dari Al-Quran dan Hadis dengan yakin.
Tauhid terfokus pada 4 unsur :
1. Tauhid fi-dzat
2. Tauhid fi-asma’
3. Tauhid fi-Sifat
4. Tauhid fi-af’al


BAB II
ISLAM DAN IMAN
1) ISLAM
Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, baik dalam hal ‘aqidah, syari’at, ibadah, muamalah dan lainnya. Allah Allah Azza wa Jalla menyuruh manusia untuk menghadap dan masuk ke agama fitrah. Allah Allah Azza wa Jalla berfirman dalam surat ar-Ruum ayat 30.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (30)
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Islam mempunyai karakter sebagai agama yang benar dan penuh kemudahan seperti telah ditegaskan langsung oleh Allah Swt. dalam firmanNya:
وماجعل عليكم في الدين من حرج
“…dan Dia tidak menjadikan kesukaran dalam agama atas diri kalian.”
Sementara dalam sebuah haditsnya, Nabi Saw. pun bersabda:
إن الله لم يبعثني معنتا ولامتعنتا ولكن بعثني معلما ميسرا
“Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengutusku untuk mempersulit atau memperberat, melainkan sebagai seorang pengajar yang memudahkan.” (HR. Muslim, dari ‘Aisyah)
Visi Islam sebagai agama yang mudah di atas termanifestasi secara total dalam setiap syari’atnya. Sampai-sampai, Imam Ibn Qayyim menyatakan, “Hakikat ajaran Islam semuanya mengandung rahmah dan hikmah. Kalau ada yang keluar dari makna rahmah menjadi kekerasan, atau keluar dari makna hikmah menjadi kesia-siaan, berarti itu bukan termasuk ajaran Islam. Kalaupun dimasukkan oleh sebagian orang, maka itu adalah kesalahkaprahan.”
Ada beberapa prinsip yang secara kuat mencerminkan betapa Islam merupakan agama yang mudah. Yaitu di antaranya:
Pertama, menjalankan syari’at Islam boleh secara gradual (bertahap(. Dalam hal ini, seorang muslim tidak serta-merta diharuskan menjalankan kewajiban agama dan amalan-amalan sunnah secara serentak. Ada tahapan yang mesti dilalui: mulanya kita hanya diperintahkan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban pokok agama. Setelah yang pokok-pokok berhasil dilakukan dengan baik dan rapi, kalau punya kekuatan dan kesempatan, maka dianjurkan untuk menambah dengan amalan-amalan sunnah. Izin untuk mengamalkan syari’at Islam secara bertahap ini telah dicontohkan oleh RasululLah Saw. sendiri. Suatu hari, seorang Arab Badui yang belum lama masuk Islam datang kepada RasululLah Saw. Ia dengan terus-terang meminta izin untuk sementara menjalankan kewajiban-kewajiban Islam yang pokok saja, tidak lebih dan tidak kurang. Beberapa Sahabat Nabi menunjukkan kekurang-senangannya karena menilai si Badui enggan mengamalkan yang sunnah. Tapi dengan tersenyum, Nabi Saw. mengiyakan permintaan orang Badui tersebut. Bahkan beliau bersabda: “Dia akan masuk surga kalau memang benar apa yang dikatakannya.”
Kedua, adanya anjuran untuk memanfaatkan aspek rukhshah (keringanan dalam praktek beragama). Aspek Rukhshah ini terdapat dalam semua praktek ibadah, khususnya bagi mereka yang lemah kondisi tubuhnya atau berada dalam situasi yang tidak leluasa. Bagi yang tidak kuat shalat berdiri, dianjurkan untuk shalat sambil duduk. Dan bagi yang tidak kuat sambil duduk, dianjurkan untuk shalat rebahan. Begitu pula, bagi yang tidak kuat berpuasa karena berada dalam perjalanan, maka diajurkan untuk berbuka dan mengganti puasanya di hari-hari yang lain.
Dalam sebuah hadits Qudsi Allah Swt. berfirman:
إن الله يحب أن تؤتي رخصه كما يكره أن تؤتي معصيته
“Sesungguhnya Allah suka kalau keringanan-keringananNya dimanfaatkan, sebagaimana Dia benci kalau kemaksiatan terhadap perintah-perintahNya dilakukan.” (HR. Ahmad, dari Ibn ‘Umar ra.)
Dalam sebuah perjalanan jauh, RasululLah Saw. pernah melihat seorang Sahabatnya tampak lesu, lemah, dan terlihat berat. Beliau langsung bertanya apa sebabnya. Para Sahabat yang lain menjawab bahwa orang itu sedang berpuasa. Maka RasululLah Saw. langsung menegaskan: “Bukanlah termasuk kebajikan untuk berpuasa di dalam perjalanan (yang jauh).” (HR. Ibn Hibbân, dari Jâbir bin ‘AbdilLâh ra.)
Ketiga, Islam tidak mendukung praktek beragama yang menyulitkan. Disebutkan dalam sebuah riwayat, ketika sedang menjalankan ibadah haji, RasululLâh Saw. memperhatikan ada Sahabat beliau yang terlihat sangat capek, lemah dan menderita. Maka beliau pun bertanya apa sebabnya. Ternyata, menurut cerita para sahabat yang lain, orang tersebut bernadzar akan naik haji dengan berjalan kaki dari Madinah ke Mekkah. Maka RasululLâh Saw. langsung memberitahukan, “Sesunguhnya Allah tidak membutuhkan tindakan penyiksaan diri sendiri, seperti yang dilakukan oleh orang itu.” (HR. Bukhâri dan Muslim, dari Anas ra.)

Demikianlah, Islam sebagai agama yang rahmatan lil’ ‘alamin secara kuat mencerminkan aspek hikmah dan kemudahan dalam ajaran-ajarannya. Dan kita sebagai kaum muslimin, telah dipilih oleh Allah Swt. untuk menikmati kemudahan-kemudahan tersebut. Diceritakan oleh ‘Aisyah ra. bahwa RasululLâh Saw. sendiri dalam kesehariaannya, ketika harus menentukan antara dua hal, beliau selalu memilih salah satunya yang lebih mudah, selama tidak termasuk dalam dosa. (HR. Bukhâri dan Muslim)
Akan tetapi, kemudahan dalam Islam bukan berarti media untuk meremehkan dan melalaikan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan. Rukhshah tidak untuk dijadikan apologi, keringanan-keringanan dari Allah bagi kita jangan sampai membuat kita justru menjadi jauh dariNya. Karakter Islam sebagai agama yang mudah merupakan manifestasi nyata bahwa ajaran Islam bukanlah sekumpulan larangan yang intimidatif, melainkan ajaran yang mewedarkan kasih-sayang. Sehingga dengan demikian, ketika kita menjalankan ajaran-ajaran Islam, motivasinya bukan karena kita takut kepada Allah Swt., tapi lebih karena kita rindu dan ingin lebih dekat denganNya. Bukan karena kita ngeri akan nerakaNya, namun lebih karena kita ingin bersimpuh di haribaanNya –di dalam surga yang abadi.
Apabila orang sudah memasuki agama islam maka mereka wajib mematuhi Rukun Islam yaitu:
a. Syahadah (الشهادة), yaitu fahaman asas ajaran Islam:
اشهد ان لا اله الا الله اشهد ان محمدا رسول الله
Aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahawa Muhammad adalah utusan Allah
Perjanjian ini adalah asas untuk semua kepercayaan dan amalan lain dalam Islam. Muslim harus mengulangi syahadah ini dalam solat.
b. Solat (صلاة‎), atau amalan sembahyang, wajib dilakukan lima kali sehari. Setiap solat perlu menghadap Ka’bah.
c. Puasa (صوم), yaitu berpuasa pada bulan Ramadan. Muslim tidak boleh makan atau minum dari subuh hingga terbenamnya matahari pada bulan*ini, dan harus berwaspada dari dosa lain.
d. Zakat (زكاة), atau pemberian sedekah. Amalan pemberian ini wajib untuk semua Muslim yang mampu, berdasarkan pada kekayaan yang dikumpul. Bahagian yang ditetapkan digunakan untuk membantu yang miskin dan yang memerlukan, dan juga untuk membantu menyebarkan Islam.
e. Haji (حج), yaitu ziarah semasa bulan Zulhijjah ke bandar Makkah. Setiap Muslim yang mampu (dari segi badan dan harta) wajib menunaikan haji sekurang-kurangnya sekali seumur hidupnya.

2) IMAN
Orang islam juga harus mempercayai rukun iman yang terdiri dari enam perkara. Iman ialah membenarkan dengan hati, menyatakan dengan lisan, dan melakukan dengan anggota badan. Para ulama menetapkan setiap Muslim Pastilah percaya kepada enam perkara asas dalam Islam yang dikenali sebagai Rukun Iman, yaitu percaya pada Allah, utusannyaNya, malaikatNya, wahyuNya / kitabNya, Hari Kiamat, dan pada qadha dan qadar.
1. Iman Kepada Allah SWT
Dalam teologi tradisi Islam, Allah itu di luar pemahaman manusia. Seorang Muslim tidak perlu membayangkan Allah, cuma memuja dan sujud padaNya sebagai pencipta alam. Mereka mempercayai tujuan kewujudan ialah untuk menyembah Tuhan. Qur'an kadangkala memberikan Allah dengan nama atau sifat lain, seperti al-Rahman, bermakna "Maha Pengasih" dan al-Rahim, bermakna "Maha Penyayang" dalam satu surat dijelaskan :
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
"Dialah Allah Yang Maha Esa; Allah, Yang Kekal, Mutlak; Dia tiada beranak dan Dia pula tidak diperanakkan; Dan tidak ada sesiapapun yang serupa denganNya." (al-ikhlash1-4)
Dengan itu Muslim menolak doktrin Tritunggal Kristian, dan membandingkannya kepada politeisme.
2. Iman Kepada Kitab-kitab Allah
Muslim mempercayai bahwa terdapat beberapa kitab suci yang diturunkan Allah kepada nabi-nabinya, dengan al-Quran sebagai kitab terakhir. Mereka juga mempercayai kandungan kitab-kitab sebelum al-Quran, Taurat, zabur dan Injil.

Al-Qur'an dibagi pada 114 surah, yang apabila digabungkan, mengandungi 6,236 ayat atau yang lebih masyhur di kalangan kita 6.666 ayat.
Kitab Nabi yang Menerima Bahasa Kitab
Zabur Nabi Dawud Bahasa Qibti
Taurot Nabi Musa Bahasa Ibrani
Injil Nabi Isa Bahasa Siryani
Al-Qur’an Nabi Muhammad Bahasa Arab

3. Iman pada Malaikat-malaikat Allah
Kepercayaan kepada malaikat merupakan satu lagi asas keimanan Islam. Kata bahasa Arab untuk malaikat (malak) bermaksud "utusan". Menurut Al-Qur'an, malaikat tidak memiliki tekad bebas, dan menyembah Allah dengan kepatuhan sempurna. Para malaikat tersebut beserta sifatnya adalah sebagai berikut :
Jibril Menyampaikan wahyu
Mikail Membawa & membagi rezeki
Israfil Meniup sangkakala
'Izrail Mencabut nyawa
Munkar Menanyai mayat di dalam kubur
Nakir Menanyai mayat di dalam kubur
Raqib Mencatat amalan kebajikan
Atid Mencatat amalan kejahatan
Malik Menjaga pintu neraka
Ridwan Menjaga pintu syurga

4. Iman pada Nabi dan Rasul Allah
Kaum Muslim mengakui para nabi dan rasul sebagai manusia yang dipilih Tuhan untuk menjadi utusanNya. Menurut Qur'an, semua nabi merupakan manusia dan bukan tuhan juga bukan malaikat, walaupun mereka mendapat mukjizat yang membuktikan kenabian mereka. Teologi Islam menyatakan semua rasul menyampaikan pesanan Islam penyerahan kepada kehendak Tuhan. Al-Qur'an menyebut nama beberapa orang yang dianggap nabi, termasuk :
NAMA-NAMA NABI/ROSUL
1. Adam 2. Idris 3. Nuh 4. Hud 5. Saleh
6. Ibrahim 7. Luth 8. Ishak 9. Ismail 10. Ya'qub
11. Yusuf 12. Ayub 13. Syu'aib 14. Harun 15. Musa
16. Ilyasa' 17. Zulkifli 18. Daud 19. Sulaiman 20. Ilyas
21. Yunus 22. Zakaria 23. Yahya 24. Isa 25. Muhammad

5. Iman pada hari kiamat
Kepercayaan pada "Hari Kebangkitan", Yaum al-Qiyāmah (juga dikenali sebagai yaum ad-dīn, "Hari Pengadilan" dan as-sā`a, "hari akhir" juga penting pada Muslim. Mereka percaya bahwa saat Qiyāmah telah ditentukan oleh Allah tetapi tidak diketahui oleh manusia. Ujian dan kesengsaraan yang mendahului dan semasa Kiamat diuraikan dalam al-Qur'an dan hadith, dan juga dalam komentar dari ulama. Al-Qur'an menekankan kebangkitan jasad, suatu pemecahan dari kefahaman Arab pra-Islam tentang kematian. Ia menyatakan bahwa kebangkitan akan diikuti oleh perhimpunan manusia, dan pengadilan mereka oleh Allah.

6. Iman pada Takdir (Qodlo dan Qodar)
Selaras dengan kepercayaan Islam dalam takdir, atau ketentuan tuhan (al-qadā wa'l-qadar), Allah mempunyai pengetahuan dan kawalan penuh ke atas semua yang berlaku. Ini dijelaskan dalam ayat al-Qur'an seperti "Katakan: 'Tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami'…" Bagi Muslim, segala di dunia yang berlaku, baik atau jahat, telah ditentukan dan tiada apa yang boleh berlaku kecuali atas izin Allah. Menurut ahli teologi Muslim, walaupun peristiwa telah ditentukan, manusia memiliki tekad bebas dan dia boleh memilih antara betul atau salah, dan demikian bertanggungjawab atas perbuatannya. Menurut tradisi Islam, semua yang telah ditakdirkan oleh Allah ditulis dalam al-Lauh al-Mahfūz, "Batu Suratan takdir Terpelihara".

BAB III
MENGENAL ALLAH &
SIFAT-SIFATNYA
Mengenal Allah s.w.t adalah fardhu Ain atas tiap mukallaf. Bagi setiap muslim mukallaf (yaitu orang yang memiliki akal yang sehat dan sudah masuk dewasa) mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah. Sifat sifat Allah itu banyak sekali dan tidak terhitung. Seandainya air laut dijadikan tinta untuk untuk menulis sifat sifat Allah tentu kita tidak akan mampu mencatatnya. Maka dari itu seorang ulama kondang bernama Abu Manshur Al-Maturidi membatasi 20 sifat yang wajib (artinya harus ada) pada Allah. Jika tidak memiliki sifat itu, berarti dia bukan Allah.
Jadi, minimal kita harus memahami dan meyakini 20 sifat tersebut agar tidak tersesat. Setelah itu kita bisa mempelajari sifat Allah lainnya yang banyak. Untuk mempermudah mempelajarinya terlampir dibawah ini ringkasan sifat sifat Allah yang wajib.
1) Wujud (artinya ada)
Wujud salah satu dari sifat nafsiyah. Sifat nafsiyah itu sendiri adalah sifat yang tidak menunjukkan arti lain kecuali dzat itu sendiri. Wujud Allah tidak di batasi zaman/waktu.
2) Qidam (artinya dahulu tanpa permulaan)
Allah itu ada dan wujud tanpa didahului apa-apa.
سلب العدم السابق على الوجود

عدم الآولية للوجود

عدم الإفتتاح للوجود

استمرار الوجود فى الماضى الى غير نهاية القدم

الوجود المستمر فى الماضي
صفة موجودة قائمة بذاته
Selain itu Qidam ada 4 garis besar :
a. Qadim Sifati (Allah qodim dalam sifat-Nya)
b. Qadim Dzati (Allah qodim dalam Dzat-Nya)
c. Qadim Idhafi (Allah qodim dalam susunanNya)
d. Qadim Zamani (Allah qodim dalam zamanNya)

3) Baqo’ ( artinya kekal abadi )
Yaitu Allah SWT sampai kapan pun akan jadi Allah, bahkan sampai semua makhluq tak ada yang menyembahNya sekalipun. Secara garis besar baqo’ adalah :
سلب العدم اللاحق للوجود

عدم الاخرية

استمرار الوجود في المستقبل الى غير نهاية

الوجود المستمر فى المستقبل البقاء

صفة موجودة قائمة بذاته
4) Mukolafatu Lil-Hawaditsi
Yaitu Allah swt berbeda dengan makhluq dan dengan semua hal yang baru. Sedang sifat makhluq itu bermacam-macam. Adakalanya bisa berubah, berputar, bercabang, beranak, menerima ruang dan waktu, dan lain-lain.
5) Qiyamuhu Bi-Nafsishi
Yaitu Allah swt berdiri sendiri, ada dengan sendiriNya, Maha segala-galanya pun dengan sendirinya. Allah tidak butuh pada yang lain, Allah tidak butuh manusia, Allah tidak butuh makhluq, allah tidak butuh malaikat dan jin-jin.
6) Wahdaniyyah
Yaitu Allah itu maha Esa, Maha tunggal, Maha satu. Esa dalam Dzatnya, Esa dalam sifatNya, Esa dalam af’alnya dan Esa dalam Asma’nya.
7) Qudroh
Yaitu Allah maha kuasa, maha mampu segala-galanya. Walaupun pada dasarnya tidak layak bagi kita membatasi sifat-sifat Allah seperti ini karena hakekatnya Allah Maha Segala-galanya. Allah mampu dengan sendirinya, Allah tidak butuh pada apa-pun dan siapa-pun. Namun walau bagaimanapun sifat Qudroh Allah hanya berhubungan dengan mumkinat dan jaizat (yaitu hal-hal yang mungkin ditiadakan dan mungkin diwujudkan)
8) Irodah
Artinya bahwa Allah maha berkehendak. Allah berhak melakukan sesuatu, mewujudkan sesuatu atau bahkan meniadakan sesuatu. Allah berhak memasukkan hamba ke surga juga berhak memasukkan hamba ke neraka. Yang terpenting bagi kita mukallaf adalah Iman dan percaya serta senantiasa memohon padaNya. Sifat Irodah Allah juga sama hal-nya dengan Qudroh yaitu hanya berkaitan dengan hal-hal yang Mumkinat dan Jaizat.
9) Ilmu
Artinya bahwa Allah tahu segalanya. Ilmu (siafat tahu-nya Alah tidk ada batasnya ).
كلية

جزئية

اجمالا علم الله

تقصيلا
ازلا
ابدا
10) Hayat
Artinya Allah maha hidup. Allah tidak nagntuk, tidak tidur dan tidak perna Lalai, kapan pun dan dimana pun.
11) Sama’
Artinya Allah sellu mendengar hambaNya, baik keadaan sepi, atau pun ramai, ditampakkan atau pun dirahasiakan.sifat Sama’ Allah berhubungan dengan semua sekte, baik Mumkinat, Jaizat atau pun Mustahilat.
12) Bashor
Sama hal-nya dengan sama’, Allah selalu melihat, kapn pun dan dimana pun.
13) Kalam
Artinya Allah selalu berfirman, dan kalam Allah tidak berbentuk suara, huruf, ayat, surat, tidak ada permulaan dan tidak ada akhirannya.
14) Kaunuhu Qodiron
Adalah sifat lanjutan dari Qudroh yaitu maha Kuasa
15) Kaunuhu Muridan
Yaitu kelanjutan dari sifat Irodah yaitu maha berkehendak
16) Kaunuhu ‘Aliman
Yaitu kelanjutan dari Ilmu, yaitu maha Mengetahui
17) Kaunuhu Hayyan
Yaitu kelanjutan dari sifat hayat, yaitu Maha Hidup
18) Kaunuhu Sami’an
Yaitu kelanjutan dari sifat Sama’, yaitu maha mendengar.
19) Kaunuhu Bashiron
Yaitu kelanjutan dari sifat Bashor, yaitu Maha Melihat
20) Kaunuhu Mutakalliman
Yaitu kelanjutan dari sifat Kalam, yaitu Maha Berfirman,
Secara garis besar, sifat tujuh yang terakhir ini di definisikan :
عبارة عن قيام القدرة بالذات : كونه قادرا
عبارة عن قيام الارادة بالذات : كونه مريدا
عبارة عن قيام العلم بالذات : كونه عالما
عبارة عن قيام الحياة بالذات : كونه حياٌ
عبارة عن قيام السمع بالذات : كونه سميعا
عبارة عن قيام البصربالذات : كونه بصيرا
عبارة عن قيام الكلام بالذات : كونه متكالما
Sifat Mustahil Bagi Allah SWT
Wajib atas tiap-tiap mukallaf mengetahui sifat-sifat yang mustahil bagi Allah yang menjadi lawan daripada dua puluh sifat yang wajib bagiNya. Sifat mustahil adalah sifat yang tidak mungkin ada pada Allah. Maka dengan sebab itulah di nyatakan di sini sifat-sifat yang mustahil satu-persatu :
1. ‘Adam berarti “tiada”
2. Huduth berarti “baru”
3. Fana’ berarti “binasa/hancur/rusak”
4. Mumathalatuhu Lilhawadith berarti “menyerupai makhluk”
5. Qiyamuhu Bighairihi berarti “berdiri dengan yang lain”
6. Ta’addud berarti “berbilang-bilang”
7. ‘Ajz beerti “lemah”
8. Karahah beerti “terpaksa”
9. Jahl berarti “jahil/bodoh”
10. Maut berarti “mati”
11. Shamam berarti “tuli”
12. ‘Umy/Umyun berarti “buta”
13. Bukm berarti “bisu”
14. Kaunuhu ‘Ajizan berarti “keadaannya yang lemah”
15. Kaunuhu Karihan berarti “keadaannya yang terpaksa”
16. Kaunuhu Jahilan berarti “keadaannya yang jahil/bodoh”
17. Kaunuhu Mayyitan berarti “keadaannya yang mati”
18. Kaunuhu Asam berarti “keadaannya yang tuli”
19. Kaunuhu A’ma berarti “keadaannya yang buta”
20. Kaunuhu Abkam berarti “keadaannya yang bisu”

Sifat Jaiz :
Sifat jaiz adalah sifat yang boleh ada pada dzat Allah juga boleh tidak ada, dengan bahasa lain :
فعل الممكن أو تركه

BAB IV
MENGETAHUI SIFAT-SIFAT
ROSUL ALLAH SWT
Seorang rasul Allah merupakan manusia pilihan yang istimewa dengan fitrah dan kepribadian serta sifat-sifatnya yang khas. Salah satu sifat rasul adalah maksum, yaitu terpelihara dari dosa. Sebab ucapan dan tindakan seorang rasul selalu dibimbing oleh Allah swt.. Rasul juga seorang manusia biasa yang memiliki kesamaan dengan manusia lain pada umumnya. Secara umum, sifat-sifat rasul Allah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sifat wajib, mustahil, dan jaiz.
A. Sifat Wajib Bagi Rosul
Telah diyakini bahwa para rasul yang diutus Allah, mereka adalah laki laki merdeka yang telah dipilih dengan sempurna dan dilengkapi dengan keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk biasa. Begitu pula telah diberikan kepada mereka sifat-sifat kesempurnaan dengan tujuan untuk menguatkan risalah yang dibawa. Maka Allah telah menganugerahkan kepada mereka empat sifat kesempurnaan, yang wajib dimiliki oleh seorang rasul, yaitu Shidiq (Jujur), Amanah (dipercaya), Tabligh (menyampaikan) dan Fathanah (cerdas).
1. SHIDIQ (JUJUR)
Setiap rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Apa apa yang telah disampaikan kepada manusia baik berupa wahyu atau kabar harus sesuai dengan apa yang telah diterima dari Allah tidak boleh dilebihkan atau dikurangkan. Dalam arti lain apa yang disampaikan kepada manusia pasti benar adanya, karena memang bersumber dari Allah. Makanya setiap rasul pasti jujur dalam pengakuan atas kerasulannya. Dan kita sebagai manusia harus meyakinkanya dan beri’tikad bahwa semua yang datang dari Rasul baik perkataan atau perbuatan adalah benar dan haq. Karena apa yang diucapkan atau diperbuat oleh para rasul bukan menurut kemauannya sendiri. Ucapan dan perbuatannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan atau risalah yang diterima dari Allah.
2. AMANAH (DIPERCAYA)
Amanah berarti bisa dipercaya baik dhahir atau bathin. Sedangkan yang dimaksud di sini bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya. Para rasul akan terjaga secara dhahir atau bathin dari melakukan perbuatan yang dilarang dalam agama, begitu pula hal yang melanggar etika.
3. TABLIGH (MENYAMPAIKAN)
Sudah menjadi kewajiban para rasul untuk menyampaikan kepada manusia apa yang diterima dari Allah berupa wahyu yang menyangkut didalamnya hukum hukum agama. Jika Allah memerintahkan para rasul untuk menyampaikan wahyu kepada manusia, maka wajib bagi manusia untuk menerima apa yang telah disampaikan dengan keyakinan yang kuat sebagai bukti atau saksi akan kebenaran wahyu itu.
4. FATHONAH (CERDAS)
Dalam menyampaikan risalah Allah, tentu dibutuhkan kemampuan, diplomasi, dan strategi khusus agar wahyu yang tersimpan didalamnya, hukum hukum Allah dan risalah yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh manusia. Karena itu, seorang rasul wajib memiliki sifat cerdas. Kecerdasan ini sangat berfungsi terutama dalam menghadapi orang-orang yang membangkang dan menolak ajaran Islam.
Maka diharuskan bagi kita untuk meyakinkan bahwa para rasul itu adalah manusia yang paling sempurna dalam penampilan, akal, kekuatan berfikir, kecerdasan dan pembawaan wahyu yang diutus pada zamannya. Kalau saja para rasul itu tidak sesuai dengas sifat sifatnya maka mustahil manusia akan menerima dan mengakuinya. Sifat sifat itu merupakan satu hujjah bagi mereka agar apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik.

B. Sifat Mustahil Bagi Rosul
Sifat mustahil bagi rasul adalah sifat yang mustahil dimiliki oleh para rasul, tidak mungkin dimiliki oleh para rosul. Sifat mustahi adalah kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi rasul. Sifat-sifat mustahil bagi rasul adalah:
a. Kidzib, artinya berbohong atau dusta.
b. Khianat, artinya tidak dapat dipercaya.
c. Kitman, artinya menyembunyikan atau tidak menyampaikan.
d. Baladah, artinya bodoh atau dungu.
Sifat-sifat di atas mustahil dimiliki oleh para rasul. Jika rasul memiliki sifat-sifat tersebut, maka dakwah yang disampaikan kepada umatnya tidak akan berhasil, bahkan akan gagal semua.

C. Sifat Jaiz Bagi Rosul
Sifat jaiz bagi rasul adalah sifat-sifat yang diperbolehkan bagi mereka, yaitu kebolehan berupa sifat-sifat manusiawi yang dimiliki manusia pada umumnya. Sifat-sifat ini disebut sifat basyariah atau sifat kemanusiaan, seperti rasul juga makan, minum, tidur, beristri, sedih, dan gembira dan lain sebagainya.



Mutiara Tauhid 1
إرادَتُكَ التَّجْريدَ مَعَ إقامَةِ اللهِ إيّاكَ في الأسْبابِ مِنَ الشَّهْوَةِ الخَفيَّةِ، وإرادَتُكَ الأَسْبابَ مَعَ إقامَةِ اللهِ إيّاكَ فِي التَّجْريدِ انْحِطاطٌ عَنِ الهِمَّةِ العَلِيَّةِ.
Keinginan untuk tajrid (melulu beribadah, tanpa berusaha duniawi) padahal Allah masih menempatkan engkau pada golongan orang-orang yang harus berusaha untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari, maka keinginanmu itu termasuk syahwat hawa nafsu yang samar (halus). Sebaliknya keinginanmu untuk berusaha (kasab) padahal Allah telah menempatkan dirimu pada golongan orang-orang yang melulu beribadah tanpa kasab maka keinginan yang demikian berarti menurun dari semangat dan tingkat yang tinggi.
Mutiara Tauhid 2
أَرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبيرِ. فَما قامَ بِهِ غَيرُكَ عَنْكَ لا تَقُمْ بهِ لِنَفْسِكَ.
Istirahatkan lah dirimu/fikiranmu dari kerisauan mengatur kebutuhan duniamu, sebab apa yang sudah dijamin / diselesaikan oleh selain dirimu tidak usah kau sibuk memikirnya.
Mutiara Tauhid 3
اجْتِهادُكَ فيما ضُمِنَ لَكَ وَتَقصيرُكَ فيما طُلِبَ مِنْكَ دَليلٌ عَلى انْطِماسِ البَصيرَةِ مِنْكَ.
Kerajinanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, disamping keteledoranmu terhadap kewajiban-kewajiban yang yang telah diamanatkan (ditugaskan) membuktikan butanya mata hatimu.
Mutiara Tauhid 4
الأَعْمالُ صُوَرٌ قَائَمةٌ، وَأَرْواحُها وُجودُ سِرِّ الإِخْلاصِ فِيها.
Amal perbuatan itu sebagai amal yang tegak, sedangkan ruh (jiwanya) ialah terdapatnya rahasia ikhlas (ketulusan ) dalam amal perbuatan itu.
Mutiara Tauhid 5
لا تَتَرقَّبْ فُروغَ الأَغْيارِ، فإنَّ ذلِكَ يَقْطَعُكَ عَنْ وُجودِ المُراقَبَةِ لَهُ فيما هُوَ مُقيمُكَ فيهِ.
Jangan menantikan selesei (habisnya) rintangan-rintangan untuk lebih mendekat pada Allah, sebab yang demikian itu akan memutuskan engkau dari kewajiban .
Mutiara Tauhid 6
لا تَسْتَغْرِبْ وُقوعَ الأَكْدارِ ما دُمْتَ في هذهِ الدّارِ. فإنَّها ما أَبْرَزَتْ إلّا ما هُوَ مُسْتَحِقُّ وَصْفِها وَواجِبُ نَعْتِها.
Jangan heran atas kesukaran-kesukaran selama engkau masih ada di atas dunia ini, sebab ia tidak melahirkan kecuali yang layak atau asli menjadi sifatnya.
Mutiara Tauhid 7
ما اسْتُوْدِعَ في غَيْبِ السَّرائِرِ، ظَهَرَ في شَهادةِ الظَّواهِرِ.
Apa yang tersembunyi dalam rahasia ghaib, yaitu yang berupa nur Illahi dan ma’rifat, pasti akan tampak bekas (pengaruhnya) pada anggota lahir.
Mutiara Tauhid 8
تَشَوُّفُكَ إلى ما بَطَنَ فيكَ مِنَ العُيوبِ خَيْرٌ مِنْ تَشَوُّفِكَ إلى ما حُجِبَ عَنْكَ مِنَ الغُيوبِ.
Usahamu untuk mengetahui ciri-ciri yang masih ada di dalam dirimu, itu lebih baik dari usahamu untuk terbukanya bagimu tirai ghaib.
Mutiara Tauhid 9
أَصْلُ كُلِّ مَعْصِيَةٍ وَغَفْلَةٍ وَشَهْوةٍ؛ الرِّضا عَنِ النَّفْسِ. وَأَصْلُ كُلِّ طاعَةٍ وَيَقَظَةٍ وَعِفَّةٍ؛ عَدَمُ الرِّضا مِنْكَ عَنْها.
Pokok dari semua ma’siat dan kelalaian serta syahwat itu, karena ingin memuaskan hawa nafsu, sedang pokok dari segala ketaatan, kesadaran dan kesopanan akhlaq budi adalah karena ada pengekangan (penahanan) terhadap hawa nafsu.
Mutiara Tauhid 10
لا تَرْحَلْ مِنْ كَوْنٍ إلى كَوْنٍ فَتَكونَ كَحِمارِ الرَّحى؛ يَسيرُ وَالمَكانُ الَّذي ارْتَحَلَ إلَيْهِ هُوَ الَّذي ارْتَحَلَ عَنْهُ. وَلكِنِ ارْحَلْ مِنْ الأَكْوان إلى المُكَوِّنِ، {وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى}.
Jangan berpindah dari satu alam ke alam yang lain, sebagaimana khimar (keledai) yang berputar di sekitar penggilingan. Ia berjalan menu ke tempat penggilingan, Tiba-tiba itu pula tempat yang mula-mula ia berjalan daripadanya, tetapi hendaknya engkau pergi dari semua alam menuju pada pencipta alam, “sesungguhnya pada Tuhanmu puncak segala tujuan”.
Mutiara Tauhid 11
لا تَتْرُكِ الذِّكْرَ لِعَدَمِ حُضورِكَ مَعَ اللهِ فيهِ، لِأَنَّ غَفْلَتَكَ عَنْ وُجودِ ذِكْرهِ أَشَدُّ مِنْ غَفْلتِكَ في وُجودِ ذِكْرِهِ. فَعَسى أَنْ يَرْفَعَكَ مِنْ ذِكْرٍ مَعَ وُجودِ غَفْلةٍ إلى ذِكْرٍ مَعَ وُجودِ يَقَظَةٍ، وَمِنْ ذِكِرٍ مَعَ وُجودِ يَقَظَةٍ إلى ذِكِرٍ مَعَ وُجودِ حُضورٍ، وَمِنْ ذِكِرٍ مَعَ وُجودِ حُضورٍ إلى ذِكِرٍ مَعَ وُجودِ غَيْبَةٍ عَمّا سِوَى المَذْكورِ، {وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ}.
Jangan meninggalkan dzikir karena engkau belum selalu ingat kepada Allah di waktu berdzikir, sebab kelalaianmu terhadap Allah ketika tidak berdzikir lebih berbahaya daraipada kelalaianmu terhadap Allah ketika kamu berdzikir, semoga Allah menaikkan derajatmu dari dzikir dengan kelalaian, kepada dzikir yang yang disertai ingat (sadar) terhadap Allah, kemudian naik pula dari dzikir dengan kesadaran ingat kepada dzikir yang disertai rasa hadir, dan dari dzikir yang disertai rasa hadir kepada dzikir yang hingga lupa terhadap segala sesuatu selain Allah” dan demikian itu bagi Allah tidak lah sukar “.
Mutiara Tauhid 12
مِنْ عَلاماتِ مَوْتِ القَلْبِ عَدَمُ الحُزْنِ عَلَى ما فاتَكَ مِنَ المُوافَقاتِ. وتَرْكُ النَّدَمِ عَلَى ما فَعَلْتَهُ مِنْ وُجودِ الزَّلّاتِ.
Sebagian dari tanda matinya hati, yaitu jika tidak merasa sedih (susah) karena tertinggalnya sesuatu amal perbuatan baik dan tidak menyesal jika berbuat suatu dosa.
Mutiara Tauhid 13
- أنْتَ حُرٌ مِمّا أنْتَ عَنْهُ آيِسٌ. وَعَبْدٌ لِما أنْتَ لَهُ طامِعٌ.
Engkau menjadi merdeka dari segala sesuatu yang tidak engkau butuhkan, dan engkau tetap menjadi hamba kepada apa yang engkau harapkan.
Mutiara Tauhid 14
- الأَكْوانُ ظاهِرُها غِرَّةٌ وَباطِنُها عِبْرَةٌ. فَالنَّفْسُ تَنْظُرُ إلى ظاهِرِ غِرَّتِها، وَالقَلْبُ يَنْظُرُ إلى باطِنِ عِبْرَتِها.
Alam ini lahirnya berupa tipuan dan batinnya sebagai bahan renungan, maka hawa nafsu melihat lahir tipuannya sedang mata hati memperhatikan peringatannya (akibatnya).
Mutiara Tauhid 15
- الطَّيُّ الحَقيقيُّ أَنْ تَطْويَ مَسافَةَ الدُّنْيا عَنكَ حَتى تَرى الآخِرَةَ أَقْرَبَ إِليْكَ مِنْكَ.
Singkatnya jalan yang sesunguhnya ialah jika terlipat untukmu jarak-jarak dunia ini, sehingga engkau dapat melihat akhirat itu lebih dekat kepadamu.
Mutiara Tauhid 16
- العَطاءُ مِنَ الخَلْقِ حِرْمانٌ. والمَنْعُ مِنَ اللهِ إِحسانٌ.
Pemberian dari makhluk itu suatu penghalang dan penolakan dari Allah itu suatu pemberian karunia.
Mutiara Tauhid 17
- مَنْ أَكْرَمَكَ إنَّما أَكْرَمَ فِيْكَ جَميلَ سَتْرِهِ. فَالحَمْدُ لِمَنْ سَتَرَكَ، لَيْسَ الحَمْدُ لِمَنْ أَكْرَمَكَ وَشَكَرَكَ.
Siapa yang menghormatimu, sebenarnya hanya menghormat keindahan penutupan Allah kepadamu, oleh karena itu seharusnya pujian itu pada Tuhan yang menutupimu bukan pada orang yang memujimu.
Mutiara Tauhid 18
- ما صَحِبَكَ إلا مَنْ صَحِبَكَ وَهُوَ بِعَيْبِكَ عَليمٌ، وَلَيْسَ ذلِكَ إلّا مَوْلاكَ الكَريم. خَيْرُ مَنْ تَصْحَبُ مَنْ يَطْلُبُكَ لَكَ لا لِشَيْءٍ يَعودُ مِنْكَ إليهِ.
Sebenarnya bukan sahabatmu kecuali yang mau bersahabat kepadamu setelah ia mengetahui benar-benar kejelekanmu, dan tiada yang demikian itu kecuali tuhanmu yang maha mengetahui, sebaik-baik sahabatmu ialah yang selalu memperhatikan kepentinganmu, bukan karena suatu kepentingan yang diharap darimu untuk dirinya.
Mutiara Tauhid 19
- - لَوْ أَشْرَقَ لَكَ نورُ اليَقينِ لَرَأيتَ الآخِرَةَ أَقْرَبَ إلَيْكَ مِنْ أنْ تَرْحَلَ إلَيْها، وَلَرَأيْتَ مَحاسِنَ الدُّنْيا قَدْ ظَهَرَتْ كِسْفَةُ الفَناءِ عَلَيْها.
Andaikan nur keyakinan itu telah menerangi hatimu niscaya engkau dapat melihat akhirat itu lebih dekat kepadamu sebelum engkau melangkahkan kaki kepadanya, juga niscaya engkau akan dapat melihat segala kecantikan dunia ini telah diliputi kesuraman, kerusakan yang bakal menghingapinya.
Mutiara Tauhid 20
- إذا التَبَسَ عَلَيْكَ أمْرانِ فانْظُرْ أثْقَلَهُما عَلى النَّفْسِ فَاتَّبِعْهُ، فَإنَّهُ لا يَثْقُلُ عَلَيْها إلّا ما كانَ حَقّاً.
Jika membingungkanmu dua hal (perkara) maka perhatikan mana yang lebih berat terhadap hawa nafsu, kemudian ikutilah. Sebab tidak akan terasa berat terhadap hawa nafsu kecuali itu yang benar.
Mutiara Tauhid 21
- مِنْ عَلاماتِ اتِّباعِِ الهَوى المُسارَعَةُ إلى نَوافِلِ الخَيْراتِ، وَالتَّكاسُلُ عَنِ القِيامِ بِالواجِباتِ.
Setengah dari pada tanda mengikuti hawa nafsu ialah lebih semangat melakukan ibadah-ibadah sunnah dan malas melakukan ibadah wajib.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar